⚘ 3 ⚘

769 122 1
                                    

chapter 3

Manipulasi

⚘⚘⚘⚘⚘

felix menggeram frustrasi saat dengar suara dering telfon. pasalnya ia sama sekali tak memiliki tenaga untuk sekadar ambil hp di atas nakas. kepalanya pusing, nyut-nyutan, belum lagi panas-dingin yang ia rasakan sejak kemarin. suhu badannya belum turun sejak dokter mengeceknya tadi malam.

setelah perjuangan yang cukup menyiksa—bagi felix, telfon yang ternyata berasal dari kalvi itu akhirnya diangkat.

"halo? ada apa kak?"

"kamu yang ada apa. kok nggak masuk kuliah?"

"lagi nggak enak badan."

"kamu sakit? dari kapan?"

"dari kemarin udah ngerasa lemes sih."

"kok nggak bilang sama kakak?"

felix mendengus kesal. bagaimana ia mau bilang pada kalvi kalau kalvinya saja tidak membaca pesan singkat felix sejak lusa. interaksi kalvi dan felix ya cuma di kampus, itupun hanya beberapa saat karena kalvi lagi-lagi harus pergi, katanya ada urusan, entahlah yang dimaksud urusan apa.

"fel?"

"aku takut ngerepotin kakak. kayaknya sibuk banget dari lusa, sampe chatku aja nggak dibalas." terbesit sedikit nada sarkasme pada kalimat yang baru saja felix lontarkan.

"kakak emang lagi sibuk fel. nanti abis kelas kakak dateng apart kamu ya? sekarang kamu tidur aja dulu. jangan lupa diminum obatnya."

senyum tipis terlukis di paras pucat felix. hatinya terasa lega dan ringan mendengar kalvi yang ternyata masih peduli dan khawatir kepadanya. karena ya, jujur saja hubungannya dengan kalvi yang renggang sebulan terakhir undang banyak pikiran negatif.

"okee. password pintunya aku ganti kak, tanya ical aja, dia udah aku kasih tahu."

"oke, kakak tutup ya, kelasnya udah mau masuk."

"hmm, bye."

bunyi tut pendek terdengar saat panggilan ditutup dari seberang. sakit kepala yang dirasakan felix kembali hadir bahkan terasa dua kali lipat lebih nyeri. mendesah pasrah, felix meletakkan handphonenya kembali ke atas nakas lalu membaringkan tubuh di kasurnya.

seusai memposisikan dirinya senyaman mungkin felix kembali terlelap ke alam mimpi. senyum tipis masih awet di wajah pucatnya. bayangan kalvi yang datang ke apartemen cukup untuk membuat felix tidur nyenyak memimpikan kalvi.

=+=+=

"kok bisa sakit kenapa?" tanya kalvi, tangannya sibuk elus punggung felix yang kini ada dalam pelukannya.

sesampainya kalvi di apartemen felix, pacarnya itu mengeluh dingin. lalu kalvi ambil inisiatif untuk berbaring disamping felix dan memeluknya. tangan felix melingkar sempurna di tubuh kalvi. sedangkan kalvi sendiri rela salah satu lengannya dijadikan bantal.

"ga tau. kata dokternya sih kecapekan." jawab felix dengan suara parau. kepalanya masih setia mendusal dada kalvi.

"gini aja gimana, kamu berhenti ikutan komunitas-komunitas itu."

felix terdiam sejenak, masih berusaha mencerna apa yang baru saja diucapkan kalvi. berhenti ikut kegiatan komunitas? mana bisa, itu kan sudah jadi hobi felix.

"hah? ya gak bisa lah kak," felix menjauhkan diri dari kalvi, matanya tatap serius kalvi, "kakak kan tahu aku suka banget ikut kegiatan gitu."

kalvi menghela napas pelan, "iyaa, tapi kalau akhirnya kamu kecapekan gini, kan juga nggak baik buat kamu. aku tuh cuma nggak mau kamu sakit fel."

sweet pea (changlix)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang