perjanjian

1.2K 88 2
                                    

Jeonghan tidak menyesal, pernah menjadikan Hyoin sebagai salah satu kekasihnya. Sekalipun ia mendapatkan balasan yang membuatnya trauma seumur hidup.

Jeonghan berterimakasih, jika bukan Mingyu yang menegurnya seperti itu, mungkin sampai sekarang masih banyak perempuan yang ia sakiti.

Jeonghan berpifikir itu adalah ujian terakhir dalam hidupnya. Tapi nyatanya Tuhan berhendak lain. Secarik kertas di tangannya membuktikan Jeonghan sudah banyak melakukan dosa dimasa lalu, sehingga Tuhan kembali menurukan cobaan baru, menguji sampai mana Jeonghan bisa bertahan.

Sudah 2 bulan berlalu dari hari pertama ia mendapatkan surat tersebut. 2 bulan juga, Jeonghan dibuat pusing harus melakukan apa.

Setelah kejadian naas malam itu, ia ditemukan anak buah ayahnya, dan parahnya tuan Yoon, ayah Jeonghan langsung mengusir bahkan mencoret nama putra sulungnya dari daftar keluarga.

Jeonghan tinggal di pedesaan tempat ibunya lahir, seorang diri. Tapi karena faktor ekonomi yang semakin sesak dan kondisinya yang semakin tidak memungkinkan ia memutuskan untuk kembali ke kota.

---

Jeonghan kembali menekan bel yang ada di depannya. Ia tidak apa keputusannya benar atau tidak, Ia juga tidak tau. Ia kembali karena terpaksa. Ini ada pilihan terakhirnya.

Setelah menunggu 10 menit lamanya, pintu itu terbuka, menampakan sosok perempuan dengan wajah yang panik, "Oppa! Apa yang kau lakukan disini?!" kejutnya, berusaha menarik lengan Jeonghan menjauh dari sana.

"Kim Mingyu, kakakmu ada?"

"Tidak! apa yang mau ka-"

"Hyoin?" suara seorang lelaki dari arah dalam, membuat kedua mata gadis itu, Hyoin membola.

"Kau?! Ingin apalagi kesini?!"

"Jangan kumohon oppa, pulanglah" pinta Hyoin yang sudah di tarik kebelakang oleh kakaknya, Mingyu.

Jeonghan menggelengkan kepalanya lalu tersenyum pada perempuan itu dan dengan ragu menatap lelaki bertubuh tinggi yang sudah berdiri di depannya.

"Aku ingin meminta bantuan, Mingyu-ssi"

"Kau ingin mati?" Mingyu menaikan kedua alisnya.

"Bukan! Aku mohon ada yang ingin aku bicarakan! Tapi tidak disini"

Mingyu menganggukan kepalanya setuju, Ia menyuruh adiknya tidak ikut dan membawa Jeonghan ke arah cafe yang tidak jauh dari rumahnnya.

-
"Jadi?"
"Hmm... Aku bingung harus menceritakannya dari mana" kata Jeonghan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Mingyu berdecak, "Membuang waktu saja"

"Tunggu!" cegar Jeonghan sembari memegang tangan Mingyu untuk kembali duduk.

"Cepat kalau begitu!"

"Aku tau ini aneh, dan memang aku aneh. Tapi Mingyu-ssi, Aku benar-benar bingung harus melakukan apa. Aku tidak tau harus menceritakan ini kesiapa lagi. Aku hanya berfikir aku harus meceritakan-" ucapan Jeonghan terpotong saat melihat Mingyu mentapnya dengan tatapan mematikkan membuat Jeonghan menelan salivanya kasar.

"Aku hamil" Jeonghan mendengar tawa yang sangat keras. Iya lelaki didepannya tengah menertawakannya.

"Kau sudah gila?! Apa perbuatanku membuat mu tidak waras?!"

Jeonghan meneteskan air matanya, hatinya kembali sakit. Ia merasa benar-benar bodoh! Seharusnya ia tidak pernah mengikuti apa kata hatinya untuk kembali ke kota.

"Terimakasi Mingyu-ssi. Kau menjawab semua kebingunganku. Tetapi apa yang aku ucapkan tadi semuanya benar aku tidak berbohong" dengan rasa sakit Jeonghan mencoba bangkit dari kursinya.

"Tunggu, Apa kau punya bukti?" cegah Mingyu menahan sweater yang Jeonghan kenakan.

Dengan ragu Jeonghan kembali duduk dan mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tasnya.

Mingyu dengan cepat membuka amplop itu. Kedua matanya membelak saat melihat sebuah foto yang berada di lembaran kedua surat itu. Dengan ragu Mingyu menatap Jeonghan yang kini menundukan kepalanya dan menangis.

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

・・

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

"Oppa!" pekik Hyoin terkejut akan kedatangan dua lelaki yang lebih tua darinya.
Perempuan itu menghampir lelaki yang memiliki tubuh lebih kurus dengan tatapan khawatir.

"Jeonghan oppa kau tidak apa? Mingyu oppa tidak menyakitimu 'kan? Apa yang kalian bicarakan sampai aku tidak boleh tau?"

Jeonghan hanya menjawab dengan tersenyum, rasanya ia ingin memeluk gadis itu, tetapi itu seperti kembali menyerahkan nyawanya.

"Heh bocah, aku tidak apa-apakan oppamu, tenang aku tidak ada minat untuk membunuhnya sekarang" kata Mingyu diakhiri dengan decakan.

"Ya! Mingyu oppa!"

"Dia hanya bercanda, Kakakmu benar aku tidak apa-apa" kata Jeonghan kembali tersenyum, walau terbesit dalam hatinya ia takut akan apa yang Mingyu ucapakan barusan.

"Hyoin, bisa kau meninggalkan kami terlebih dahulu masi banyak yang harus kami bicarakan" ucap Mingyu dengan tangan yang mengibas, mengusir gadis itu agar masuk ke dalam kamarnya.

Hyoin mengggelengkan kepalanya, Ia terus menatap Jeonghan dengan khawatir.

"Tenanglah, Aku akan baik-baik saja, cepat ke kamar mu sebelum kakak mu marah" pinta Jeonghan dengan nada yang lembut membuat perempuaan itu menganggukkan kepalanya setuju.

"Aku bingung kenapa dia nurut sekali dengan lelaki bajingan sepertimu" sinis Mingyu melangkah kakinya menjauh dari arah ruang tengah.

Jeonghan tidak memusingkan perkataan Mingyu.

"Kita mulai buat perjanjiaan saja bagaimana? Aku tidak ingin sewaktu-waktu kau melanggarnya dan menuntutku" kata Mingyu mulai mengeluarkan sebuah kertas dan menaruhnya di atas meja.

"Aku bukan orang seperti itu, Mingyu-ssi"

"Ya siapa taukan? Setiap orang dapat berubah cks! Well, Pertama tidak boleh ada satupun dari keluarga kita tau kau sedang hamil., mulai hari ini kau akan tinggal di apartement pribadi ku selama tujuh bulan kedepan"

Jeonghan menganggukan kepalanya dan mulai menulis surat perjanjian untuk dirinya.

"Kalau salah satu ada yang memberitahukannya, aku pasti tidak akan melakukannya" ucap Mingyu menyombongkan diri, membuat Jeonghan memutar bola matanya, lelah.

"Jika sampai ada yang tau kau hamil, Bayi itu harus di gugurkan"

Jeonghan menghela nafasnya, dalam hatinya ia tidak suka dengan konsekuensi tersebut. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain. Ia membutuhkan Mingyu untuk tujuh bulan kedepan. Setidaknya sampai bayi m̶e̶r̶e̶k̶a̶ tidak bayinya lahir.

"Kedua, aku disini hanya bertanggung jawab sampai kau melahirkan. Dan membiayai hidup mu sampai saat itu"

Jeonghan kembali merespon dengan anggukan kepala. Memang itu yang Jeonghan butuhkan, ia tidak memiliki uang lebih, terlebih untuk biaya melahirkan.

"Dan terakhir, setelah bayi itu lahir dia menjadi sepenuhnya tanggung jawabmu. Sesuai perjanjiaan tidak ada yang boleh tau aku ayahnya, dan kau ibunya. Jika kau bersikeras ingin merawatnya, kau harus membuat semua orang percaya bahwa kau mengadopsinya" Mingyu mengakhiri dengan sebuah tanda tangan dan cap jari. Ia menyerahkan kertas miliknya untuk bertukar dengan kertas milik Jeonghan.

tbc

[2017 unknown date]
💜ily

Unpredictable [GyuHan] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang