Dirimu Kakak Kelasku

18 1 0
                                    

Diriku mengaguminya dalam diam, sudah ku tahu kau datang dan pergi dengan siapa dan jam berapa. Aku hanya mengagumimu kasih tak lebih. Aku pun tak tahu sampai kapan perasaan ini akan berakhir. Mungkin sampai dirimu tahu bahwa diriku memiliki perasaan lain padamu. Aku tak tahu.

"Assalamualaikum" aku mendengarnya namun enggan menatapnya.

"Waalaikumsalam" serempak teman sekelasku menjawab salamnya, kecuali diriku yang memilih menunduk bisu.

Ia berdiri di depan.Setelan baju pramuka lengkap, tak lupa sepatu koboinya dan badan tegap itu. Yang selalu diidamkan oleh kebayakan siswi di sini.

Dengan gagahnya ia mengumumkan bahwa ia dari anggota Osis ingin menyampaikan bahwa ia bersama temannya ingin meminta keikhlasan dari teman sekelasku, atau infak mingguan.

Ia berjalan ke arahku sesuatu bergemuruh di dalam dadaku, entah aku tak tahu perasaan apa itu.

Aku mendongak melihatnya menyodorkan kotak amal, ia tersenyum sendu padaku. Ada gemetar aneh yang merambat pada diriku.

Aku membalas senyumnya.

"Baik, terima kasih atas infak yang adek berikan. Semoga dibalas oleh Allah swt. Lebih dari ini."

"Aamiin"

Ia pun pergi. Pergi, meninggalkanku yang menanti berhari-hari.

~~~

Aku yang memakai baju seragam putih abuku, menatap kaca di depanku. Melihat takut ada jerawat tiba-tiba. Merapikan kerah bajuku dan rambut panjangku.

Kembali aku bertemu dengannya. Tentu, kami bertemu di perpustakaan. Karena di sana adalah tempat favoritku. Hanya membaca novel dalam diam, tanpa mencuri-curi pandang padanya seperti biasa yang selalu ku lakukan saat berada di kelas. Di sini beda. Di sini aku benar-benar sendiri.

Aku mengikuti arah pergerakannya. Ia membawa buku paket, mungkin ia disuruh oleh gurunya. Namun dia sendirian.

"Berat loh San," ucap Bu. Hani kepala perpustakaan.

"Gak papa Bu, padahal tadi Rio ikut saya Bu. Malah gak ada gitu Bu." Jawabnya.

Aku mendengarnya. Namun tak melihatnya.

"Hei Syahna!!" Teriak Bu. Hani memanggilku.

Aku terlonjak kaget. Dan ia, ia menatapku heran. Mungkin akunya ya yang terlalu dramatis hingga sekaget itu.

Bu. Hani menghampiriku. "Kamu mau bantu Ibu Syah?,"

Aku terdiam. Dia mengahampiriku. Dia duduk di sebelahku, jantung jatung. Sampai aku tak mendengar seruan dari Bu. Hani.

"Hei Syah!, Syah!"

"M- Maaf Bu," ucapku malu.

"Ibu minta tolong sama kamu, Syah."

Sesuatu masih tetap bergemuruh. "Apa Bu?," tanyaku gemetar.

Bu. Hani melirik dia. "Tolong bawakan buku ya, karena kalo Ikhsan yang bawa sendiri gak mungkin. Soalnya banyak." Jelasnya.

Kumpulan Cerita MiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang