Luka penuh darah (dihati)

18 4 0
                                    

"Luna gue pinjem flatshoes lo yang warna item."

"Kagak, apaan si Kak. Beli sendiri napa. Udah kerja masih aja pake punya gue." Deluna merebut kembali sepatu kesayangannya agar tidak dipakai sang kakak.

"Elah hari ini doang, pelit banget lu." Katya mendorong bahu Deluna dan merebut paksa sepatunya hingga aksi tarik menarik.

Braakk

Katya terdorong dan terjatuh hingga kepalanya terbentur ujung meja, ia meringis sakit dan reflek terus memegang kepalanya yang sangat sakit berdenyut.

Deluna syok dan merasa bersalah, ia mencoba membantu Katya berdiri namun sang ibu menjerit dari pintu luar melihat Katya berlumur darah dikepalanya.

"Kamu apakan Kakak kamu Luna!" Teriakan marah, mata ibu yang menyiratkan ketidaksukaan, dan tersudut tersangka. Deluna ingin menjelaskan, lidahnya kelu untuk berbicara.

Linda mengelap darah yang mengalir didahi Katya dengan bajunya, tetap belum berhenti. Ibu histeris dan mencaci maki Deluna yang hanya diam membeku seperti patung. Tidak mendengar cacian ibu, tidak ingin membela diri. Dirinya selalu salah disini.

Katya meringis hingga kehilangan kesadaran, ibu memukul Deluna tepat dibagian lengan, tidak sakit. Namun cukup membuatnya tersadar dan berlari keluar rumah untuk menumpahkan segala kekesalan dan menghindar dari segala kebencian dua wanita beda usia tersebut.

Sepatu yang masih berada digenggamannya menjadi saksi bagaimana ibunya memperlakukan beda dari sang kakak. Ibu selalu melihat sisi lemah kakaknya, tidak pernah mengerti bagaimana hancurnya diperlakukan berbeda seperti dirinya. Apa yang salah dalam dirinya. Mengapa ibunya tega seperti itu.

Ketika sebulan lalu Deluna juga hampir mencelakakan Katya, tidak bukan hampir celaka, melainkan ia tidak sama sekali sengaja menggores pisau diarea lengan sang kakak. Ia saat itu tengah melaksanakan perintah dari Katya yang sebenarnya disuruh memasak oleh ibu. Karena Katya malas, jadilah Deluna yang diperintah Katya selagi ibu pergi ke pasar.

"Bisa gak sih, lo motong bawang beneran dikit?!" Katya terus saja memarahinya seolah memberi pelajaran karena sikapnya yang nakal selama ini, tapi bagi Deluna sikap Katya terlalu berlebih. Ia lebih seperti membuat Deluna semakin benci kakaknya itu.

"Sini deh gue aja yang motong, gak becus banget." Selagi Deluna masih memotong ia mencengkram kuat pisau dan tidak tahu jika Katya menarik paksa juga pisau dari tangannya. Alhasil tanpa sengaja lagi dan lagi saat kejadian lengan Katya tergores, ibu berdiri diambang pintu dapur seolah kesalahan memang murni sengaja oleh Deluna.

Kapan semua ini berakhir ya Tuhan. Deluna sangat tersiksa jika terus seperti ini. Perang batin yang tidak berkesudahan.

Tuhan tolong cabut saja nyawaku. Batin Deluna berdoa tersampaikan walau dirinya hanya hilang kesadaran setelah tertabrak motor sport dipinggir jalan.

"Dek kamu gak apa-apa?" Pertanyaan itu belum sepenuhnya terdengar oleh Deluna. Ia masih melihat sekeliling ruangan yang tampak tidak asing. Rumah Sakit.

"G-gue.. dimana?" Begitu sadar disampingnya terdapat sosok lelaki berjaket kulit hitam seperti khawatir melihatnya. Deluna berpikir, dirinya pasti celaka karena ditabrak oleh pria ini.

"Kamu ada di Rumah Sakit Husada sekarang. Sebentar, saya panggilkan dokter dulu." Lelaki yang tidak diketahuinya itu melenggang keluar ruangan entah mau apa. Deluna hanya melihat langit-langit ruangan. Ia ingin menangis tapi tidak bisa mengeluarkan air matanya ditempat seperti ini.

"Halo, cantik. Gimana perasaannya? Pusing?" Dokter cantik bernama Naura Phu yang Deluna tahu dari name tag dijas dokternya mulai memeriksa Deluna dan memberi saran agar berhati-hati jika menyebrang jalan.

Oh jadi karena menyebrang tidak melihat kanan kiri. Untung ia tidak tertabrak tronton.

"Dokter, apa aku bisa amnesia?" Dokter yang ditanya begitu oleh pasiennya terheran dan tersenyum sangat manis."Boleh gak aku hilang ingatan aja? Aku capek di rumah selalu jadi tersangka. Padahal aku gak berbuat apa-apa."

"Sus, dan Mas. Boleh keluar sebentar? Saya sepertinya kedatangan klien buat konseling siang ini." Seorang suster dan lelaki yang menunggunya hingga sadar itu pun keluar menyisakan Deluna dan Dokter Naura.

"Jadi, ada masalah apa sayang? Diusahakan Dokter bantu ya."

Mengalirlah sebuah cerita yang membuat sang Dokter sangat serius memperhatikan dan mulai paham dengan situasinya.

"Kamu hanya perlu lebih berusaha meyakinkan orang tua kamu percaya, jangan diam saja saat kamu disituasi yang membuat kamu tidak bersalah. Saya sarankan lebih bersabar dan terus berjuang membuktikan bahwa kamu ini anak yang baik, berbakti dan penyayang." Dokter Naura tersenyum memprihatin keadaan Deluna yang sepertinya terlalu banyak pikiran dengan kehidupan keluarganya sendiri.

"Saya izin keluar ya, nanti Mas nya yang temani kamu disini. Jangan lupa makan dulu, setelah infusnya habis kamu diizinkan pulang."

"Terima kasih Dokter."

"Kembali kasih sayang."

.
.
.

Tbc. Jangan lupa vote, comment and share.

What Is Wrong With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang