Eksibisionis

8.9K 1.5K 202
                                    

Enjoy

********

"Biasa aja, Toby. Aku udah biasa pulang malem, kok. Enggak usah panik gitu, deh."

"Iya, sih, Mim. Tapi kalo tahu kamu lembur sampe malem gini, mending aku anterin tadi. Kenapa enggak bilang sih, Mim?"

"Ih, Toby. Kalo kamu anterin aku, nanti aku enggak bisa ngelirik cogan-cogan, dong? Kita kan udah mau nikah, biarin dong aku menikmati kebebasanku dulu."

"Astaga, Mim. Kamu ngomong sama calon suami kamu, lho."

"Lah, Toby gimana, sih? Justru aku emang niat ngomong sama Toby, jadi jujur gitu, lho. Aku kan enggak mau ngumpetin apa-apa, aku tuh terbuka sama Toby."

"Terbuka enggak gitu juga kali, Yemima Faith Smith. Kamu enggak khawatir aku cemburu, ya?"

Yemima menyeringai lebar. "Enggak, lah. Kamu kan cowok paling sabar dan manis sedunia."

"Beuh, kalo udah gitu aja mujinya setinggi langit. Biar gimana kan aku cowok biasa juga, Mim."

Yemima terkikik. "Kamu emang cowok biasa, Toby. Tapi buat aku kamu luar biasa. Saranghaeyo, Toby Oppa."

Terdengar kekehan geli Toby. "Gombal banget, tahu, Mim. Gimana ya caranya aku bisa tegas sama kamu kalo gini?"

"Enggak akan bisa, Toby. Kamu terlalu sayang sama aku."

"Iya, deh. Karena aku sayang sama kamu, pliss banget, jaga diri, ya, Mim. Enggak usah ngisengin orang, apalagi ngajak berantem. Ini udah malem. Oke?"

"Ih, Toby. Aku enggak pernah ngajak orang berantem, tahu! Aku yang diajak orang berantem."

"Karena kamu iseng. Nurut aja sama Toby oppa, ya?"

"Iya. Bye, Toby. Sampe Senin, ya."

"Enggak bye dulu, Mim. Kalau sampe rumah kamu masih harus telpon aku."

"Iya, Toby oppa. Sampe nanti, ya."

"Ya ."

Yemima mematikan ponselnya dan menghela napas. Dia lelah bukan kepalang, tapi mendengar suara Toby rasanya seperti menikmati aroma terapi. Menenangkan. Hihihi ... kenapa enggak dari dulu dia pacaran dengan Toby, ya?

Untung kereta tidak terlalu ramai. Maklum, ini kereta terakhir ke arah Bogor, di hari Sabtu pula.

Setelah melihat kiri kanan, Yemima menyelonjorkan kakinya yang panjang agar duduknya lebih nyaman. Lumayan, dia bisa bersantai main game sebelum sampai Bogor, toh hampir tidak ada orang lewat. Tak lama gadis setengah bule itu pun sudah asyik dengan game-nya dan mulai tak awas dengan sekeliling.

Seorang lelaki dari gerbong sebelah menyeberang dan memasuki gerbong tempat Yemima yang lumayan kosong. Dia melihat ada bangku kosong di seberang si gadis bule, dan langsung menuju ke situ. Setelah duduk, lelaki itu mengamati sekeliling kepada penumpang yang sebagian besar tertidur karena lelah, lalu pandangannya jatuh pada gadis separuh bule yang sedang menekuni ponselnya. Gadis itu cantik sekali seperti boneka, dan tubuhnya yang jangkung terlihat ramping dan rapuh. Kulitnya seperti porselen, pasti gadis ini anak orang kaya. Anak orang kaya biasanya manja dan lemah.

Lelaki itu menyeringai senang. Beberapa saat dia mengamati gadis boneka itu yang masih asyik dengan gawainya, sebelum kemudian menoleh ke kiri dan kanan lagi, mencari tahu apakah ada yang memperhatikan. Setelah yakin penumpang yang tidak tidur juga sedang sibuk dengan gawai mereka, dia pun mulai beraksi.

Perlahan dia menurunkan resleting celana dan merogoh ke dalam. Dengan mata tertuju pada gadis bule itu dia pun mulai bermasturbasi.

Setelah beberapa waktu, dia belum merasa puas. Dia bangkit dan mendekat ke arah si gadis bule Yemima dan berdiri di depannya masih dengan celana terbuka dan tangan yang memainkan kelaminnya. Dengan gerakan cepat dia terus menggerakkan tangannya, dan itu membuat Yemima yang semula serius dengan game-nya akhirnya mengangkat wajah. Mata hijau polos bertemu dengan mata buas mesum.

Yemima mengerjap, semula ekspresinya terlihat bertanya kenapa lelaki itu berdiri di depannya padahal bisa duduk, tetapi kemudian tatapannya turun tepat di bagian yang sedang dipamerkan.

Yemima mengerutkan keningnya. Dia menghela napas bosan sambil menyandarkan punggung.

"Mas, barang sekecil itu dipamerin? Enggak malu?" tanyanya dengan nada mencemooh dan suara tenang yang cukup keras sehingga terdengar oleh beberapa penumpang lain yang langsung menoleh.

Pria eksibisionis itu tertegun, tidak menduga reaksinya. Namun, Yemima bukan jenis korban yang akan melepaskan begitu saja pelaku sepertinya. Dengan gerakan santai gadis itu mengulurkan tangannya seolah ingin mengukur kelamin si penjahat.

"Berapa senti, nih? Tiga? Uhuy ... mini, euy!"

Si pria eksibisionis mundur tanpa sempat menutup celananya, lalu berbalik dengan ekspresi terpukul.

Bagaimana mungkin gadis bule itu tidak terkejut sama sekali? Kenapa dia malah memberi pandangan meremehkan begitu?

"Woi, Mas! Yang suruh situ pergi siapa? Sini dulu, itu cabe rawit setannya diukur dulu, kan situ nyuruh saya lihat? Kok main ngabur?"

Si pria eksibisionis mempercepat langkahnya, dan kali ini dia panik karena beberapa penumpang pria terbangun dan langsung melihatnya yang dalam keadaan tidak senonoh.

Tepat sebelum dia mencapai pintu penghubung gerbong, seseorang merenggut kerah jaketnya dan membantingnya ke lantai kereta. Alangkah kagetnya dia saat berbaring di lantai dan melihat siapa penangkapnya. Si gadis bule tadi.

Dengan tenang, Yemima menekan leher pria itu dengan sikunya sementara seorang penumpang pria membantu mengikat tangan si eksibisionis dengan sabuk pinggangnya.

Saat pria itu kemudian didudukkan di lantai kereta, Yemima menutupi bagian yang terbuka dengan lembaran kertas brosur sambil melemparkan tatapan mencemooh, membuat semua penumpang tertawa.

"Ditutupin aja, Mas. Tuh, kan, cuma pake brosur aja bisa saking kecilnya. Kasihan mas-mas lain kalau mereka bisa takut ketularan kamu," katanya kalem.

"Penyakit apa, Mbak?" Seorang penumpang menyeletuk.

Yemima membulatkan matanya. "Penyakit burung mini, sejenis sama toge gitu."

Tawa membahana di gerbong itu, dan si eksibisionis hanya bisa memandang Yemima murka karena telah dihina sedemikian rupa. Namun, keberanian telah melayang pergi sejak awal gadis itu melemparkan pandangan mencemooh.

Saat petugas keamanan akhirnya hendak membawa pria itu turun di stasiun Depok, Yemima menepuk kepalanya seperti pada anak kecil bodoh.

"Lihat muka saya baik-baik, Mas. Perempuan itu hebat, enggak akan segampang itu kaget cuma karena dikasih lihat barang kamu yang enggak ngagetin itu. Kalo sampe ketemu lagi, dijaga hati-hati burungnya, ya. Karena lain kali saya bakalan bawa air keras." Usai mengatakan itu dia tersenyum manis luar biasa.

Bukan hanya laki-laki itu yang merasa ngeri, tapi semua penumpang berjenis laki-laki yang lain.

Perempuan memang bisa sangat mengerikan kalau mereka bersikap tenang dan tidak ketakutan.

End.

Eksibisionis adalah sebuah kelainan di mana seseorang memiliki hasrat tak normal untuk memamerkan area pribadinya, seperti kelamin, bokong, atau payudara. Mereka memiliki kepuasan saat korban merasa kaget atau shock, jadi cara membuat mereka kapok adalah, jangan kaget atau shock. Perlihatkan ekspresi meremehkan seolah melihat sesuatu yang sangat tidak penting, dan kalau enggak seberani Yemima, bergeserlah menjauh sambil tetap memberikan ekspresi meremehkan. Biasanya mereka akan pergi kalau tidak mendapatkan keinginannya.

Jenis manusia begini biasanya memilih calon korban, jadi kalau kalian perempuan, selalu tampilkan kesan acuh tak acuh dan kuat, jadi mereka akan merasa segan. Oke?

Infonya dikutip dari beberapa ahli jiwa, ya. Jadi bener, lho.

Siyah nex taim.

Winny
Tajurhalang Bogor 26/11/19

Yemima & TobyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang