Tepat pukul 14.30 Lia bersama keluarganya pergi ke Bandara mengantarkan Yoga berangkat kuliah. Dalam hati Lia berkata, kalau dia sangat tidak menginginkan kepergian Yoga. Tapi apa boleh buat, ini semua demi masa depan kakaknya sendiri. Dia tidak bisa egois.
"Kak, Lia bakal kangen ni." Lia memeluk tubuh kakaknya erat, matanya sudah berkaca-kaca. Bahkan tidak ada aura bahagia yang terlukis di wajahnya.
"Kakak pasti juga kangen dek, dah ah jan ngambek gitu!" Yoga membalas pelukan adiknya dengan lembut.
Mereka berdua tidak sadar kalau orangtuanya sedari tadi mengawasinya sambil tersenyum. Ya! Kalau bertemu bawaannya berantem mulu, tapi kalau pas mau berpisah gini pada sedih-sedihan.
"Pa, ma. Yoga berangkat ya." Yoga mencium tangan mama dan papanya bergantian.
"Belajar yang rajin ya sayang. Jangan lupa atur pola makan kamu. Dan jangan lupa untuk selalu sholat dan berdo'a!" Ujar mamanya seraya megecup kening anak laku-lakinya itu.
15 menit lagi, Yoga harus segera masuk atau kalau tidak bakal ketinggalan pesawat. Lia melambaikan tangannya kepada Yoga dan menangis sekeras-kerasnya seperti anak kecil. Rani, mamanya, berusaha menenangkan anak perempuannya itu agar berhenti menangis di tempat umum seperti ini.
***
Rani masih menatap punggung putranya yang semakin jauh dan menghilang termakan pintu masuk. Yoga sempat melemparkan senyum tulus kearah orangtuanya dan adiknya sebelum masuk.
Namun, tiba-tiba ponsel Rani berdering. Rani membuka ponselnya dan melihat nama Carlin terpapang jelas di layar depannya.
"Halo?"
"Tante, tante bisa kesini sekarang?" Rani mendengar suara isakan Carlin yang begitu jelas.
Rani mendengarkan cerita Carlin sekata demi sekata. Dia menceritakannya dengan detail. Rani hanya menganga tidak percaya ketika Carlin memberitahunya bahwa mamanya telah tiada akibat depresi yang akhirnya bunuh diri.
"Apa? Tolong Carlin kamu jangan bercanda!" Terkejut bercampur ketidakpercayaan menghantam pikiran Rani sekarang.
"Iya!" jawab suara perempuan dari seberang sana. Isakan tangisnya begitu jelas.
Tut tut tut
Rani langsung menutup teleponnya sepihak dan menyuruh Rifqi, suaminya, untuk mengantarnya ke pemakaman Isna, mama Carlin. Lia yang mendengarnya pun turut berduka, bagaimana tidak? Carlin adalah teman masa kecilnya dulu, yang akhirnya berpisah. Dan tante Isna juga sangat baik kepada keluarganya.
Rani melarang Lia untuk ikut ta'ziah. Lia pun mengiyakan mamanya. Selain itu, Lia juga ada tugas sekolah yang menumpuk dan harus selesai besok.
***
Jam tangannya menunjukkan pukul 16.00. Dan Lia masih sabar menunggu taksi lewat. Bahkan langit seakan-akan ingin menangis. Mendung tebal dan sesekali suara petir membuat Lia ketakutan.
"Ih, dari tadi masa gaada taksi lewat si?" Ingin sekali rasanya Lia berteriak sekeras mungkin agar semua orang tahu kalau dirinya sangat gelisah sekarang.
Tanpa disadari sebuah sentuhan hangat menyapa bahu Lia. Lembut. Lia membalikkan badannya dan melihat orang tersebut. Yah, dia harus mendongak ke atas. Tingginya hanya sebahu orang tersebut. Mata mereka saling bertemu.
"Kevin." Sungguh terkejutnya dirinya berhadapan langsung dengan seorang Kevin. Sangat dekat, dekat dan dekat sekali.
"Nathalia. Ngapain lo mendung-mendung disini?" Tanya Kevin mencairkan suasana. Kevin tahu dari raut wajah Lia yang tampak gelisah.
Kevin menaikkan alisnya. Dan menatap Lia intens. Mata hitamnya seakan menyihir Lia. Kevin menyipitkan matanya. Dia melihat Lia yang sesekali menggigil kedinginan. Bahkan Lia masih belum bisa memutuskan kontak matanya dengan Kevin.
Rasanya Kevin ingin mencubit pipi Lia karena gemas sekali. Kevin bisa melihat wajah Lia yang memerah seperti kepiting rebus. Degupan jantung nya pun samar-samar terdengar di telinga Kevin.
"Cewe ini bener bener aneh. Emang tingkat ketampanan gue tu berapa persen si, masa setiap cewe yang gue tatap selalu terpesona. Gemes deh jadinya kalo liat cewe salting gini." batin Kevin kepedean.
"Gu-gue n-nunggu taksi lewat." Jawab Lia gugup. Sumpah jantung Lia seakan mau copot. Nafasnya saja bahkan tak teratur. Dasar Lia baperan! Orang Kevin biasa saja.
***
Kevin menawari tumpangan untuk Lia. Dan mau tak mau Lia harus mau. Situasi sudah tidak memungkinkan dia untuk menunggu taksi lagi. Ditengah perjalanan ke rumah Lia, hujan mengguyur mereka berdua yang sedang berkendara. Kevin menambah kecepatan motornya. Sontak membuat Lia kaget bukan main. Tanpa sengaja, Lia berpegangan pada Kevin, memeluk tubuh Kevin erat dari belakang tanpa pembatas. Sedangkan yang dipeluk hanya cengar-cengir tidak jelas, melihat Lia salah tingkah mendadak.
"Rumah lo di jalan apa?" tanya Kevin sedikit berteriak agar terdengar.
"Jalan Cenderawasih, Gang 1 Nmr 4. Cat abu-abu." jelas Lia kepada Kevin.
Sesampainya di rumah Lia, hujan semakin deras, dan tidak memungkinkan Kevin untuk langsung pulang.
"Lo masuk aja dulu, masih hujan!" Lia membukakan pintu untuk Kevin. Sungguh jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.
"Boleh ni?" tanya Kevin tersenyum tipis. Sangat tipis, tapi Lia bisa melihatnya.
"Yaampun manis banget, baru pertama kali gue melihat senyum Kevin, diabetes tau." batin Lia sesekali melirik ke arah Kevin.
Akhirnya Kevin langsung nyelonong memasuki rumah bernuansa abu-abu itu. Dia duduk di sofa ruang tamu tanpa perintah siapapun seakan dia adalah tuan rumahnya. Sedangkan Lia sibuk mencarikan baju ganti sementara untuk Kevin.
Kepo ga sama wajahnya si Kevin?🤗
Kevin Andara😊 cakep juga ya:v
___________________________________________
Hehe, maaf ya kalau part yang ini agak mbosenin. Lagi ga mood juga soalnya. Tapi jangan lupa ninggalin vote and coment okay.😉🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLE IN LOVE
Teen FictionCerita ini mengisahkan tentang, dua insan yang mencintai satu orang. Mungkin salah satu dari keduanya harus mengalah, atau tetap berjuang dan menunggu siapa yang akan menang. Langsung baca aj ya😉