Sendirian.

9 3 4
                                    


Hari ini Lisa sedang duduk di kantin bersama dengan teman temannya. Matanya tertuju pada satu gadis cantik yang sedang berjalan keluar dari kantin. Namanya Sakhira.

Lisa mengikutinya itu karena merasakan ada sesuatu yang menarik di dalam diri Khira. Dapat Lisa lihat dengan jelas tatapan Sakhira memendam berjuta kesedihan.

Sakhira berhenti dan duduk di sebuah bangku yang berada di dekat gudang. Lisa tersenyum saat melihat Sakhira menangis dalam diam sambil menunduk.

"Kamu, kenapa nangis?" Lisa bertanya saat dia berada di hadapan Sakhira.

Sakhira mendongak, menatap Lisa sambil menghapus airmatanya lalu dia tersenyum. Lisa berdecak kagum di dalam hati. Bagaimana bisa dia tersenyum padahal sedetik sebelumnya dia menangis pilu.

"Kenapa nangis?" Lisa bertanya lagi, kali ini Lisa mengambil duduk di sebelah Sakhira.

"Aku gakpapa kok." Sakhira menjawab lemah.

"Kalau gakpapa, gak mungkin nangis. Kamu keliatan kayak punya masalah."

"Aku gakpapa, Lisa."

"Kalau kamu punya masalah, kamu bisa cerita sama aku." Lisa berkata sambil tersenyum manis. Lisa tidak tau apa yang tengah di rasakan Shakira. Yang Lisa tau, Shakira seperti kehilangan cahaya hidupnya, sorot matanya begitu menyedihkan.

"Sebenernya aku gak tau ini masalah atau bukan." Shakira akhirnya mulai bercerita.

"Aku bener-bener merasa gak berguna. Aku ngerasa gak ada yang nganggap keberadaan aku. Mereka semua gak perduli sama aku."

"Kakak aku, dia mau ngadain acara pernikahan tapi aku gak tau apapun sama sekali. Bahkan aku tau itu dari orang lain. Menurut kamu apa itu gak terlalu kejam, Lisa?"

"Bener-bener keterlaluan. Gimana bisa kamu gak tau apapun soal kakak kamu yang mau adain acara pernikahan? Mereka itu gak pernah nganggap kamu ada, Khira."

"Aku juga ngerasain itu. Kenapa mereka gak ada bilang apapun sama aku? Sebenernya mereka nganggap aku apa? Aku sedikit sakit karena mereka seolah gak pingin aku ada."

"Aku selalu ngerasa sendirian, gak ada satu pun yang perduli sama aku." Sakhira berkata dengan nada bicara yang tersirat luka.

"Kamu, menyedihkan, Khira." Aku berkata tenang.

"Sebenernya memang iya. Aku bener-bener sakit. Aku seneng kalo kakak aku udah mau menikah. Aku lihat dia juga bahagia sama pasangannya, dan pasangannya juga keliatan sayang banget sama dia."

"Kalau kakak aku udah nikah nanti, dia pasti bakal ikut sama suaminya. Dan aku sendirian."

"Mereka gak pernah mikirin gimana aku, Lisa. Aku sendirian. Aku bakal bener-bener sendirian." Sakhira berkata sambil menangis.

Sejujurnya aku tidak tega mendengarnya. Sendiri itu benar-benar menakutkan. Tapi, memang lebih baik ku tuntun saja. Daripada dia terus terusan meratapi rasa sepinya, untuk apa, kan?

"Khira, kamu tau? Sebenernya hidup kamu itu berharga. Tapi kalo kamu sendirian, semuanya sama sekali gak ada artinya."

"Aku benci harus sendirian, Lisa. Mamah sama Papah aku pisah udah lama, mamah aku punya suami baru, dia terlalu sibuk sama dunia barunya."

"Selama ini cuma kakak aku yang selalu ada buat aku."

"Aku gak mau sendirian. Kalo aku harus sendirian mendingan aku mati aja."

Aku tersenyum, Sakhira seperti kehilangan arah karena rasa sepi yang menyerang pikirannya. Dasar bodoh, aku yakin pasti banyak orang yang menyayangi nya. Hanya saja dia tidak pernah menganggap orang lain ada, Sakhira terlalu dibutakan dengan rasa sakit dan semua beban yang di tanggungnya.

"Kamu, kalo kamu emang mau kayak gitu bukannya kamu bakal buat kakak kamu sedih juga?" Aku bertanya.

"Mana mungkin, kan? Kakak aku udah bahagia sama pasangannya. Dengan aku mati gak akan terlalu berpengaruh buat dia." Sakhira berkata semakin kacau.

Aku menganggukkan kepala, aku rasa tidak akan sulit menuntunnya. "Aku juga sebenernya mikir kayak gitu, masing masing dari mereka udah punya kehidupan yang baru, kan? Walau kamu masih hidup, mereka pasti gak pernah perduli sama kamu lagi."

"Mereka emang udah gak perduli sama aku lagi. Mereka terlalu sibuk sama dunia masing masing."

"Kamu harusnya mati, Khira. Gak ada harapan lain, kan? Kecuali kalo kamu mau jadi beban buat Papah kamu."

"Enggak, aku gak mau jadi beban siapapun, Papah walau udah pisah sama Mamah dia tetap baik sama aku sama kakak juga."

"Jadi, kalo aku gak ada mereka gak bakal ada beban lagi, kan?"

"Hm bener. Kamu bukan cuma sendirian. Kalo kamu masih ada disini kamu pasti jadi beban untuk orang lain, Khira."

"Aku, bener-bener benci sendirian. Aku takut, aku gak pernah mau sendirian, Lisa."

"Jangan jadi bodoh, Khira. Kamu gak akan ngerasa sendirian kalo kamu mati. Jangan jadi beban untuk orang lain." Aku berkata lalu pergi meninggalkan Sakhira dengan tangisan yang kian membuat pilu siapapun yang mendengarnya.

Aku tersenyum senang, aku yakin beberapa hari lagi akan ada kabar menyenangkan. Sakhira itu, sebenarnya dia tidak sendirian, fikiran dan perasaannya sendiri yang membuatnya sepi. Maka dari itu, lihatlah orang-orang yang ada di sekitar kita. Lihatlah betapa mereka menyayangi dan perduli terhadap kita.

Jangan hitamkan hatimu untuk orang-orang yang tidak mengerti apa masalahmu. Jangan salahkan orang lain dengan apa yang terjadi padamu. Sesuatu yang harusnya bisa menjadi putih jangan kau buat menjadi abu-abu.

Tiga hari setelahnya, Sakhira ditemukan tewas karena terjun bebas dari atas jembatan. Kepala Sakhira membentur batu besar yang ada di dalam sungai, dia kehabisan darah saat di  perjalanan menuju rumah sakit.

Akhirnya, hari-hariku tidak membosankan lagi. Hobiku memang menyenangkan. Aku senang bisa menuntun orang-orang. Kira kira siapa lagi yang bisa aku tuntun, ya?





Hai haiii ketemu lagi sama Lisa.

Semoga suka part nya ya! :*

Salam sayang, ❤️

NLF🦄

SEBAGAI PENUNTUN - (CERBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang