Seseorang

12 2 0
                                    


Orang-orang yang memiliki gangguan mental adalah mereka yang tidak pernah menganggap hidupnya berharga. Tidak merasa bahwa dirinya berguna dan tidak merasa bahagia.
-Lisa.


Aku mulai bosan. Kenapa tidak ada yang mulai putus asa lagi? Semuanya kelihatan baik baik saja. Menyebalkan. Kalau begini aku tidak bisa melakukan hobi-ku.

Sudah hampir dua minggu, tapi tidak ada tanda tanda dan raut wajah yang ingin di tuntun. Bagaimana ini? Benar benar membosankan.

Aku pun berjalan menuju kantin bersama teman temanku. Mereka semua terlihat bahagia dan tidak memiliki beban. Kenapa? Kenapa tidak ada yang ingin ku tuntun sekarang.

Aku dan teman-temanku duduk di dalam kantin sambil menikmati makanan kami masing-masing. Mereka membahas kasus yang seringkali terjadi pada murid sekolah kami belakangan ini. Apalagi kalau bukan kasus bunuh diri yang terjadi baru baru ini.

Aku hanya diam melihat mereka berbicara dengan semangat yang menggebu gebu. Sampah. Apa gunanya menceritakan orang yang sudah tiada? Buang buang waktu saja.

Kenapa mereka tidak melakukan hal yang lebih bermanfaat saja? Seperti aku misalnya. Aku banyak menuntun orang-orang agar masalah mereka terselesaikan. Iya kan? Mereka semua mati dan tidak akan menanggung beban lagi.

Jika kalian fikir aku memiliki gangguan mental, sudah pasti kalian salah besar. Hidupku normal-normal saja. Apa yang salah dariku? Aku cantik, pintar, aku juga berasal dari keluarga kaya, orangtuaku sangat menyayangi dan memperhatikanku. Tidak ada celah dalam diriku. Ditambah lagi hobi ku yang sangat berguna kan?

Orang-orang yang memiliki gangguan mental sebenarnya adalah mereka yang berhasil aku tuntun selama ini. Karena mereka selalu menganggap diri mereka rendah dan tidak berguna. Mereka tidak bisa mengontrol emosi. Tidak bisa berfikir jernih hingga akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.

Sedangkan aku? Aku jelas sangat menghargai hidupku. Aku bahagia. Aku juga merasa sangat berguna untuk orang orang. Mereka saja yang bodoh. Andai mereka bisa lebih mensyukuri apa yang mereka punya sekarang, mungkin saja mereka masih tetap hidup saat ini.

Tapi tidak apa, mereka semua mati karena kehebatanku dalam menuntun kan? Ah aku benar benar ingin menuntun seseorang, lagi.

Aku pun beranjak dari dudukku dan berjalan keluar kantin. Aku ingin ke taman belakang sekarang. Aku melewati lapangan utama, namun saat sampai di tengah lapangan tubuhku di tabrak seseorang.

"Aww," Ringisku pelan, aku terduduk.

"Maaf, lo gapapa?" ujar seseorang yang menabrakku. Seorang pria. Dia menjulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku menerima uluran tangannya.

"Makasih, gapapa kok." Ujarku sambil tersenyum. Aku menatap wajahnya. Pria yang tampan menurutku. Tapi siapa dia?

Ah perlu kalian tau, aku tidak pernah perduli dengan sekitarku. Untuk apa kan? Bahkan aku hanya mengenal segelintir orang saja di sekolahku ini. Tapi entah kenapa kebanyakan dari mereka malah mengenalku?

Dia tersenyum, "Lisa, kan?" pria itu berkata. Lihat, dia tau namaku tapi aku tidak mengenalnya.

Dia mengajakku bersalaman, "Gue Leon, Leonardo Britama." Ucapnya sambil tersenyum.

Aku mengangguk, membalas jabat tangannya, "Salam kenal, aku gak perlu ngenalin diri lagi kan? Kamu udah tau." Jawabku tersenyum.

"Ternyata lo beneran cantik."

Aku menyerngit, "Maksudnya?"

"Anak-anak lain setiap hari pasti selalu ngomongin tentang lo."

Manusia itu tidak mempunyai pekerjaan lain kah? Kenapa selalu membicarakan orang lain.

"Bisa kita ngobrol sebentar?" Tanyanya kepadaku, aku menatapnya, bukan pria yang buruk.

"Boleh,"

Aku dan Leon berjalan bersama menuju bangku yang ada di pinggir lapangan. Kami berdua saling diam sampai Leon membuka percakapan.

"Lo cantik." Leon berkata.

"Kamu udah bilang aku cantik dua kali hari ini." Aku tertawa pelan.

Leon menatapku dengan tatapan kagum. Entah kenapa? Aku merasa nyaman ada di dekatnya.

"Karena lo bener-bener cantik. Gue juga baru kali ini ketemu sama lo. Karena hampir semua orang di sekolah ini sering ngomongin tentang lo."

"Mereka bilang lo cantik, lo pinter dan suka berbaur sama orang orang. Gue selalu penasaran dan pingin ketemu langsung sama lo. Dan beruntungnya, gue ketemu sama lo hari ini. Walau gak sengaja karena gue nabrak lo tadi."

Aku mengangguk, "Jadi gitu, terus kenapa?"

"Gak pa-pa. Jadi Lisa, bisa kita ketemu lagi lain kali?" Leon bertanya kepadaku.

"Boleh aja," Aku menjawab sambil tersenyum.

"Kelas kita cuma beda dua ruangan, besok jam istirahat gue mau ketemu lo lagi bisa?" Leon bertanya lagi.

Aku terdiam, kenapa rasanya dia seperti ingin dekat denganku? Kelas kami tidak begitu jauh tapi kenapa aku tidak pernah melihatnya? Ah, atau aku yang tidak pernah perduli ya?

"Dimana?" Akhirnya aku bertanya.

"Taman belakang." Setelah mengucapkan itu Leon mencubit pipiku pelan, dia beranjak dari duduknya dan membisikkan sesuatu di telingaku, "See you, Lisa."

Leon menghilang dari pandanganku. Tunggu, kenapa jantungku rasanya seperti ini? Aneh sekali.

Jika kalian bertanya kenapa aku langsung menerima tawarannya? Kalian lupa? Aku memang selalu ramah dan berbaur dengan siapa saja.

Aku jadi melupakan niatku untuk ke taman belakang tadi. Ah hari ini benar benar membosankan. Lagi-lagi tidak ada yang bisa aku tuntun.











See u on the next chapter!

Luv.❤️

Salam sayang dari saya, NLF.🦄

SEBAGAI PENUNTUN - (CERBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang