Jika dapat dibandingkan, empat tempat sakral yang memiliki kasta sederajat ialah toilet, kasur, perpustakaan, serta kelas. Bukan berarti kumaksud untuk merendahkan maupun intens buruk lainnya, hanya saja empat tempat tersebut selalu membawa diri kita terbang menuju bilik-bilik imaji yang tak terbatas, setidaknya lamunan.
Dari awal bukanlah tempatku untuk menilai: dunia yang begitu lambat berjalan, mungkin ada kaitannya dengan teori relativitas, sehingga waktu menjadi begitu longgar, menjadi lambat, begitu lambat sampai di poin kau memilih untuk menghilangkan rasa bosan dan jenuh dengan cara apapun. Tapi mungkin saja itu hanya masalah konsistensi dan penilaian pribadiku. Pada akhirnya, bagaimana aku bisa mengerti?
Kau tidak pernah bisa menyangkal betapa perasaan bosan dan jenuh yang muncul secara sering di kelas perkuliahan. Dalam kasusku, hampir di semua kelas. Begitu pula kelas fluida dinamika kali ini. Bukannya aku menyalahkan dosennya maupun pelajarannya, karena faktanya nilaiku bisa dibilang ada dalam strata aman setiap kali ada kuis, tugas, proyek, maupun ujian tengah dan akhir semester. Dengan konsep kuliah sendiri? Jauh, karena faktanya diriku menyukai segala hal. Aku tidak membenci kuliah ini, maupun mesin-well aku benci dengan suara berisik sebenarnya. Aku juga menyukai kuliah hukum, filsafat, psikologi, sastra, dan ilmu-ilmu terapan sosial.
Dosennya? Tidak mungkin. Dia dosen yang sangat jelita, cantik, dan begitu indah. Oh tentu saja, seorang perempuan lajang dalam umurnya yang tidak terpaut jauh dariku-tidak akan kusebutkan karena mengatakan umur seorang wanita merupakan hal yang tabu, itulah yang kupelajari selama ini-cerdas, dan benar-benar berada dalam bentuk indah dari seorang wanita, dan kau berharap mahasiswa yang berada di kelasnya tidak tertarik dalam perkuliahannya? Omong kosong. Bahkan diriku pun paham ia mendapat tatapan yang sedikit kotor dari mahasiswa yang ada di sini dengan figur indahnya.
Lalu apa yang menjadi penyebab hilangnya gairah perkuliahanku? Mungkin lebih ke arah seperti ini: layaknya seorang traceur yang secara konstan membutuhkan adrenalin, sebagai seorang mahasiswa semester tiga yang telah memiliki pekerjaan, dan bukan hanya satu, memiliki koneksi dengan banyak orang, memiliki talenta dalam beberapa bidang, aku tidak lagi menemukan nilai plus maupun adrenalin dalam dunia perkuliahan, bahkan dalam mata kuliah favoritku, yang secara indah aku lupa apa materinya. Sederhananya, aku kehilangan katalis dan api yang membakar diriku untuk terus maju dalam dunia perkuliahan.
Tapi seperti yang kukatakan di atas, itu bukan salah dari dosen, maupun prodi perkuliahanku. Alasannya jauh lebih personal, sebuah pergulatan ide antara entitas Tuhan dengan hambanya, mungkin kasarannya seperti itu? Begitulah. Sebagai manusia normal, normal pula bagiku untuk memiliki impian dan target dalam hidup. Hanya saja, aku merasa bahwa impian yang kumiliki, tak akan pernah kuraih selama aku masih berada di kota ini. Katakan saja aku memiliki dendam kesumat dengan kota ini. Dengan Tuhan juga.
Begitulah, implikasinya aku kehilangan gairah untuk hidup, kupikir? Materi perkuliahan yang diajarkan, meski dengan suara merdunya dan kelembutannya, hanya masuk dari telinga kanan dan keluar di telinga kiri, begitu pula sebaliknya. Otakku memainkan alunan orkestral My Neighbor Totoro karya Joe Hisaishi, tentu saja yang dimainkan di Budokan pada perayaan 25 tahun Studio Ghibli. Sebuah karya klasik sinema animasi Jepang dengan nilai yang tak lekang dimakan oleh waktu. Sementara tangan kiriku memainkan koin permainan dari Arcade yang kumainkan kemarin, tangan kananku menulis cerpen yang idenya jatuh dari pohon yang daunnya berguguran kecil dihembus angin. Langit masih cerah, udara juga begitu panas di luar, namun ada sedikit aksen berat mineral dalam aromanya yang menandakan anginnya membawa hujan di belakang.
Suara kecil dari sepatu yang berdecit dengan lantai, desahan nafas kecil, gemerisik antara pensil dengan kertas, mengisi pendengaranku, bersama dengan materi tentang konsep ground effect pada kendaraan berkecepatan tinggi. Langit-langit kelas yang tinggi, serta dinding yang dicat putih polos, di dalam ruangan yang berbentuk kotak sempurna, tanpa ada perbedaan pada tinggi rendah lantai, dan papan tulis yang dipasang menjorok ke dalam tepat sesuai ketebalan papan tulis menyisakan rasa risau pada diriku. Seakan kelas ini bukan diciptakan untuk sebuah kelas, melainkan sebuah kurungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Timeless Tale
Short StoryAku mencintai kisah. Sebuah gambaran akan semesta manusia, yang tak mengenal batas-batas.