"Apa kau gila? Kau ini salah makan atau apa?" Dengan tautan alis disertai tatapan jengah ditujukan kearah pemuda berambut coklat dihadapannya. Mona muak mendengar ocehan bocah kolot yang tak mengerti apapun.
"Dia menyukaiku. Apa yang bisa kuperbuat? Selama aku bisa bermain dengannya, tabungan bagiku."
"Tabungan? Apa maksudmu?"
"Kapan lagi aku bisa menikmatinya, menurutku itu tawaran yang cukup menarik."
David begitu antusias dan begitu enteng mengucapkan kalimat itu. Dengan senyum jahilnya, memainkan kedua alisnya seraya menyesap cola yang ada didepannya nikmat."Hooaaahhh.." Mona menguap dan menggeliat meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal "Apa kau yakin perempuan licik itu tidak berbahaya? Dia terlihat seperti Putri kecil yang terus menangis jika permintaannya tidak dikabulkan oleh ayahnya, dia juga mengancam ayahmu alih-alih atas nama perusahaan, bahkan dia tidak segan-segan mengambil semua aset kekayaan keluargamu jika kau tidak menerimanya. Jadi, berpikirlah!" Mona berseru panjang lebar, berharap David akan mencerna dan memikirkan kembali atas tindakan yang dia ambil selanjutnya. Nyatanya, David malah berkekeh ria atas penjelasannya tadi seakan semua itu lelucon baginya, lantas membuat Mona sangat kesal sekarang.
"That's right! Kurasa sebaliknya, dia wanita bodoh yang berhasil masuk kedalam permainanku. See? Sasaran empuk datang tanpa tuannya." Sambil memperlihatkan smirk jahatnya. Ditangan David memperlihatkan dan memperbesar sebuah foto gadis familiar itu kepada Mona. Masih dengan wajah kesal, Mona melirik sekilas foto Alice yang terpampang jelas dilayar handphone milik sepupunya itu dan kembali membuang tatapannya lagi. Dia masih sangat kesal karna David yang mengabaikan perkataannya tadi.
"Well, dia cantik bukan?" David tersenyum tipis dan meneguk 'cola' nya lagi, sambil menggeser-geser layar handphonenya memandangi beberapa foto disana yang tentu saja itu foto Alice yang diambil secara diam-diam.
"Bodoh, tidak bisakah kau berbicara dengan jelas padaku sekali saja, eoh? Tidak bisakah langsung ke intinya saja?" Protes Mona tambah kesal dibarengi jitakan ala kungfu panda dikepala David yang hampir membuatnya tersedak.
"Akhh-- kenapa tiba-tiba menjitakku? David meringis kesakitan sambil mengusap-ngusap bagian kepala yang terkena jitakan. Siapa sih yang tidak terkejut kalau dijitak tiba-tiba saat sedang minum?
"Kau selalu membuang-buang waktuku, kau tau? Ceritakan, atau aku pergi sekarang!?" Ucap Mona makin kesal melihat reaksi berlebihan dari David. Padahal biasanya sekarang adalah jadwal Mona untuk pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan beberapa tugasnya, tapi justru David malah mengajaknya bertemu di cafe itu hanya untuk membahas omong kosong.
"Baiklah, baiklah. Biar kuperjelas." David tampak memperbaiki posisinya dan meletakkan handphone nya kedalam saku. "Aku pindah kesekolahmu atas permintaan Alice yang menyukaiku. Awalnya aku menolak, tapi kurasa aku mempunyai rencana yang cukup menantang. Seperti kebanyakan orang, aku juga memimpikan masa depan yang sukses, tapi kurasa jalanku berbeda dengan orang-orang itu."
"Apa kau tidak bisa mencari cara lain, selain pindah kesekolahku? Padahal sekolah yang kau tempati sekarang ini kan adalah sekolah favoritmu." Wajah Mona yang tadinya kesal, kini berubah kebingungan mendengar ucapan David barusan.
"Satu hal yang perlu kau ingat, fakta bahwa Pak Erik yang sangat menyayangi putrinya itu, Alice. Pak Erik yang juga sudah menganggapku seperti anaknya sendiri dan Alice yang tergila-gila padaku, dalam kesempatan itu aku bisa memanfaatkan Alice saat bersamaku untuk lebih akrab dengannya. Perlahan aku akan membebaskan ayahku yang terjebak dalam kontrak palsu itu. Aku sangat tau ini tanggung jawab ayahku. Tapi kurasa, Alice dan ayahnya lebih mengincarku. Sekarang, nasib keluargaku ada ditanganku sendiri. Mungkin aku akan masuk, mempelajari cara, dan mencari tau taktik rahasia atas keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan yang dimiliki ayahnya itu, aku sudah membuat semua rencana agar tidak ketahuan dan terlihat rapi, walaupun aku tidak yakin ini berhasil, tapi aku akan tetap berada dijalanku sampai aku tau akhirnya." David menghela nafas panjang setelah rasanya sudah cukup untuk semuanya diperjelas. Mendengar tuturan itu, Mona sempat mengerutkan dahi sebentar seperti sedang mencerna sesuatu lalu berbicara lagi.
"Vid, keluarga Alice adalah orang yang sangat kaya, pastinya punya banyak pengawal dan asisten, kemungkinan kecil kau untuk berhasil masuk kebagian rahasia itu dan bukan sembarang orang yang bis---"
"Aku tau, setidaknya aku akan mencoba. Aku yakin, aku bisa."
Belum sempat Mona menyelesaikan penuturannya, David malah memotong pembicaraannya. Dia terlihat gelisah lalu mengusap kedua wajahnya gusar. Pandangannya sekarang tampak cemas dan sendu seperti memikul beban yang amat berat.
"Tapi kan, ini sama saja kau menggadaikan masa mudamu tau, seharusnya kau lebih menghabiskan waktumu untuk bersenang-senang dengan teman-temanmu dan fokus belajar, bukannya dengan perempuan licik itu." Tentu saja Mona cukup khawatir dengan permasalahan yang menimpa David, karna dia sudah menganggap David seperti adik kandungnya sendiri, hanya dirinyalah satu-satunya keluarga yang masih peduli dengan David setelah ayahnya.
Sejurus kemudian, tangan David terulur dan berhenti tepat diatas kepala wanita yang berada dihadapannya, mengusap-ngusap puncak kepala itu lembut , seakan memberitahu bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Jangan khawatir, aku bisa melakukannya."
David tersenyum teduh."Berhentilah, kau merusak poniku!"
Ketus Mona berusaha menarik dan menjauhkan tangan David dari kepalanya dengan kasar."Cih, dasar kau tidak pernah berubah. Pantas saja tidak ada yang mau mengencanimu kalau sikapmu kasar seperti ini." Cibir David, yang kini senyumnya memudar karna melihat reaksi Mona barusan.
"Terserah apa katamu. Aku mau pulang!"
"Ayo, kuantar."
"Tidak perlu."
Mona bergegas melangkahkan kakinya keluar cafe itu, sementara David terdiam di posisinya sekarang. Sampai sosok Mona hilang dari pandangan, kemudian bergegas menuju ke kasir pembayaran.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER COME
RomanceAku fikir semua orang akan menyukai madu. Tapi.. Ada apa denganku yang tidak menyukai madu? Apakah karna aku sudah lebih dari manis? Atau hanya karna menginginkan seseorang yang bisa membuat hidupku semanis madu itu? Bahkan aku berharap tidak perna...