L E L A H | 16

1.5K 47 0
                                    

Maaf ya baru upload, kemarin lupa. Hehe

Selamat membaca~

***

"Chel, sorry, sorry banget. Gue gak maksud buat hati lo luka. Gue hargain perasaan lo ke gue. Gue bakal berusaha bales"

"Hah, udah bertahun-tahun gue suka sama lo dan baru sekarang gue tau kalo lo itu bermuka dua. Lo itu bertopeng! Setelah tadi lo kata-katain gue dengan sadis dan ketawa bahagia bareng temen-temen lo yang sama sadisnya ini, sekarang lo bilang lo hargain perasaan gue? Lo tau gak gimana sakitnya pas denger lo ngomongin perasaan yang udah gue simpen lama? Ri, gue tau gue jelek. Gue tau gue gak pantes buat lo. Tapi lo gak usah ngomongin gue di belakang. Rasa yang udah gue tata dengan baik buat lo, yang udah gue simpen lama dari lo, yang udah gue tutup rapet-rapet biar gak ketahuan sama orang lain termasuk lo sendiri, sekarang ancur gitu aja. Lo tau gimana rasanya? Sakit, Ri. Rasa yang gue simpen buat lo itu semuanya tulus. Gue tulus sayang sama lo. Gue sabar nunggu lo. Gue bahagia nikmatin rasa gue dari jauh. Kalo lo emang gak bisa bales perasaan gue, gak usah ngebully gue diem-diem"

Mereka semua terdiam. Ucapanku yang lumayan panjang itu mungkin sudah cukup menyumbat mulut mereka yang sedari tadi asik membicarakan aku dan perasaanku yang tak berdosa.

"Kenapa diem aja? Ayo ngomong. Ayo omongin gue lagi. Ayo ketawain perasaan gue lagi. Gak usah sungkan karena ada gue, dari tadi gue juga ada di balik tembok kelas kalian kok. Jadi, sekarang ayo gibah lagi biar gue bisa denger lebih jelas dari pada tadi" Ucapku.

"Kita minta maaf, Chel. Kita tau kita salah" Ujar Bian.

"Kalian pikir dengan ucapan maaf semuanya bakal kembali normal dan baik-baik aja? Enggak. Semuanya udah terlanjur rusak" Jawabku.

"Dan lo, Ri. Semoga gue adalah satu-satunya cewek yang nyimpen rasa ke lo. Juga satu-satunya cewek yang gak lo hargain perasaannya. Tapi kalo emang di depan nanti ada cewek yang suka ke lo sama kayak gue, gue harap lo gak ngelakuin orang itu sama kek gue. Cewek gak butuh balesan, Ri. Mereka cuma butuh dihargain. Berkali-kali gue ngerasain capek nunggu lo, tapi gue tepis karena gue rasa gak ada yang gak mungkin. Tapi sekarang gue bener-bener capek. Gue berhenti. Jangan omongin gue lagi. Gue harap lo gak bakal nyesel ya dengan ngelukain hati orang yang udah tulus sayang sama lo. Gue pamit"

Kulangkahkan kakiku keluar dari kelas itu. Aku berlari melewati beberapa siswa yang berjalan di depanku dan aku pergi ke taman sekolah. Aku duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Tangisku pecah. Aku tak dapat membendungnya lagi. Hancur. Semuanya hancur.

Orang yang selama ini sangat aku damba dan aku cinta, ternyata menertawakan aku di belakang. Dia menertawakan semua rasa yang sudah lama aku simpan untuknya. Aku begitu tidak percaya, namun ini nyata. Aku harus bisa menerima.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA" Aku berteriak sekuat yang aku bisa. Menundukkan kepala juga menutupi wajahku yang sudah memerah dan basah karena air mata.

"Rachel!! Lo kenapa?" Suara Mita memecahkan keheningan yang tadi terjadi. Dia berlari dan duduk di sebelahku, memelukku, dan mengusap lenganku.

"Lo kenapa sih, Chel? Ada masalah apa? Cerita sama gue" Tanya Mita padaku.

Aku tak dapat menjawab. Rasanya aku masih begitu terkejut dengan kenyataan pahit yang harus aku terima untuk kisah percintaanku di masa SMA ini.

"Chel, jawab dong" Ucap Mita lagi.

Bukannya menjawab, aku malah terus menangis dan kini lebih deras dari tadi. Sepertinya kehadiran Mita membuatku nyaman untuk terus menangis.

Melihatku yang mungkin masih menangis, Mita mempererat pelukannya tanpa memberi pertanyaan lagi untukku. Mungkin dia mengerti bahwa kini aku hanya ingin menangis.

***

Mataku sembab dan kepalaku sedikit pusing. Ini efek dari begitu banyaknya air mata yang sudah kukeluarkan hanya untuk laki-laki yang tidak memiliki hati sama sekali.

Tak apa menangis hari ini. Jika perlu sampai darah keluar dari mataku sebab airnya telah kukeluarkan semuanya. Namun setelah itu tak boleh ada tangis lagi. Setelah itu harus ada bahagia yang aku rasa setiap hari. Biarlah hari ini semua beban dan kekacauan hati yang kutampung, semuanya sirna bersamaan dengan derasnya air mata yang telah aku keluarkan.

Aku tak masuk ke dalam kelas hari ini. Aku terbaring di UKS sepanjang pelajaran berlangsung. Kerasa aku tidak dapat mengikuti pelajaran dengan perasaan dan kondisi tubuh seperti ini.

"Chel" Panggil seseorang dari luar.

"Masuk aja" Sahutku.

Tak lama pintu terbuka dan Mita muncul dari baliknya. Ia menghampiriku dan duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang UKS yang aku tiduri sekarang.

"Udah baikan? Bisa pulang gak?" Tanyanya sembari memegang dahiku.

"Gue gak parah kok. Cuma gak enak badan aja. Tapi gue udah minta jemput Mama, jadi sans" Jawabku.

"Syukur deh kalo gitu. Lagian ya, Chel, lo kenapa sampe nangis kek gitu? Ada masalah apa?"

Pertanyaan Mita membuatku kembali ke kejadian pagi tadi. Hm, rasanya aku tak sanggup untuk mengingat semua ucapan yang telah dilontarkan oleh Rio dan kedua kawannya itu. Kejam.

"Heh, jawab" Ucap Mita.

Aku menarik nafasku dalam-dalam, "Rio" Jawabku.

"Rio? Yaampun, kenapa lagi tuh anak? Lo dicuekin lagi? Udahlah, Chel. Kan gue udah bilang, lupain Rio. Dia udah nolak lo secara halus. Lo gak mau dengerin gue sih" Oceh Mita yang membuatku semakin pusing.

"Dia gak cuekin gue dan dia gak nolak gue secara halus. Dia ngeledek, Mit. Ngeledek gue dan perasaan gue ke dia. Dia ngetawain gue karena udah suka sama dia selama bertahun-tahun ini" Jawabku sembari mencoba menguatkan diri.

"Maksud lo? Bentar-bentar gue gak ngerti"

Kuceritakan semua yang terjadi pagi tadi pada Mita. Semuanya, tanpa ada yang tertinggal. Dan itu cukup membuat Mita juga merasa kesal.

"Gila ya si Rio sama temen-temennya itu. Bukannya syukur masih ada yang suka ke dia. Lah ini malah ngeledek. Bermuka dua banget gak sih. Gue harus kasih dia pelajaran. Apa-apaan temen gue dia gituin. Dia pikir hati lo itu batu yang gak bisa ngerasain sakit?! Dasar baj*ngan" Mita tampak begitu marah setelah mendengar semua cerita yang aku alami pagi tadi.

"Udahlah, Mit. Buang-buang waktu lo buat bales dendam. Biarin aja dia ketawa dulu. Karma masih berlaku di dunia ini. Tuhan gak bakal diem aja liat ketulusan gue di sia-siain sama makhluknya. Ya, mungkin gue juga salah berharap sama Rio. Yaudah lah ya, nasi udah jadi bubur. Sekarang waktunya gue buat ngeracik gimana caranya bubur itu jadi lebih terasa enak dari pada nasi" Ujarku.

Mita menepuk tangannya beberapa kali. Dan itu membuatku bingung. "Bijak banget lo. Ternyata galau itu bisa ngubah orang 180°. Gila gila" Katanya.

"Apaan sih gak jelas" Ketusku.

Aku bangkit dari tidurku. "Eh, eh, ayo gue bantu" Ucap Mita sembari memegangiku untuk membantu duduk.

"Gue gak enak badan biasa, bukan penyakitan akut" Ucapku dengan menepis tangan Mita.

"Ya kali aja gitu" Katanya sambil tertawa.

~~~Bersambung~~~

Vomment ya ^_^

Ps: Typo ditanggung pembaca;)

Kartika Cahya Andhini🐚

L E L A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang