2. Pernikahan

19 5 0
                                    

***

Sasya membeo, "Dijodohin?"

"Kamu ingin kuliah di Malang kan? Iqbal ini alumni mahasiswa di sana. Jadi kamu bisa minta tolong sama dia. Papa yakin Iqbal bisa jagain kamu dengan baik. Iqbal juga ganteng, pinter, mapan lagi jadi udah cocok buat kamu."

Sasya masih menyelami pikirannya.

"Minggu depan kalian akan menikah," kata Asep.

Sasya tambah terkejut.

"Pa, tapi kenapa enggak minta persetujuan Sasya dulu?" tanya Sasya pelan.

"Sasya, Mama sama Papa emang enggak ada niat buat jodohin kamu. Waktu kamu bilang pengin kuliah di Malang, mama jadi inget punya teman di Malang. Ya Mira ini. Terus kita berdua rundingan untuk jodohin kalian," cerita Lisa.

Sasya melirik Iqbal yang sedari tadi hanya diam. "Orang yang dijodohin aja gak peduli, gimana mau nikah nanti," sindir Sasya.

Iqbal menatap Sasya. "Lebih cepat lebih baik. Kalau bisa besok saya akan menikah dengan Sasya."

Sasya melotot tak percaya. Apa apaan ini!

Mira mengelus pundak anaknya. "Kamu memang bisa Mama percaya, Iqbal."

"Yasudah, besok kalian akan ijab kabul. Untuk acara resepsinya akan menyusul. Yang penting kalian udah sah." Rentetan kalimat dari Asep membuat jantung Sasya berhenti berdetak.

Sasya melotot. "Kok cepet banget sih Pa?"

Asep mengangguk. "Seperti kata Iqbal. Lebih cepat lebih baik. Kamu kan juga harus mikirin pendaftaran. Ya intinya Papa pengin semua cepat selesai,"

"Sasya... Iqbal... lebih baik kalian habiskan waktu hari ini untuk pengenalan serta pendekatan. Karena besok kalian udah menikah, jadi gak boleh canggung-canggung lagi," ucap Lisa senang.

Asep memberikan kunci mobilnya kepada Iqbal. "Kamu hari ini ajak Sasya jalan-jalan. Buat dia senang dan jangan lupa selalu waspada."

Iqbal tersenyum. "Pasti, Om. Kalau gitu saya pamit. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam."

***

Sasya merasa canggung. Benar-benar canggung. Sedari tadi, lelaki di sampingnya ini hanya diam membisu. Sasya tidak tahu kemana laki-laki ini akan membawanya. Dia sebenarnya merasa malu. Karena umur mereka sepertinya terpaut cukup jauh. Empat tahun, Lima tahun, atau malah sepuluh tahun? Sasya tidak bisa membayangkannya.

Mobil berhenti membuat Sasya membuyarkan pikirannya.

Sasya menengok keluar mobil. Ternyata, mereka sedang berada di pantai. Pemandangan sore yang menakjubkan. Matahari yang hampir habis dimakan oleh lautan, semburat merah yang menghiasinya, serta burung burung terbang berkelompok.

"Wah...." gumam Sasya tanpa sengaja.

Iqbal melirik Sasya. "Turun?"

"Lo ngajak gue ke pantai? Kok lo gak bilang sih! Gue udah pakai sepatu juga. Untung tadi gue gak pakai sweater."

Iqbal tersenyum lalu turun dari mobil tanpa sekata pun.

Kok gue ditinggal sih! Maksudnya apa coba!

Ternyata Iqbal membukakan pintu untuk Sasya.

Between Four YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang