Part 4

62 7 0
                                    


Selama 14 tahun aku tinggal bersama paman. Tak pernah sekalipun aku melihat istri dan anaknya. Tapi paman pernah cerita bahwa ia memiliki seorang anak lelaki yang tak pernah muncul batang hidungnya. Dia tiga tahun diatasku.

Paman telah pergi bertugas. Aku tak tahu hingga kapan. Tapi setidaknya aku bisa mencari tahu apa yang ada dibalik lukisan itu. Aku barjalan menuju kamar paman dan membuka kembali laci itu. Lukisan itupun terbuka. Tempat lukisan itu cukup tinggi, kugunakan kursi untuk menengoknya. Sebuah map hijau yang berdebu. Kuambil dan kuletakkan di atas meja paman. Kubuka, secarik foto lelaki yang cukup tampan bersanding dengan wanita dewasa yang terlihat mirip. Sepertinya mereka istri dan anak paman karena dibalik foto itu bertuliskan "my wife and my son", Aku ingat kurekam percakapan paman tadi di ponsel. Kucoba mendengarnya beberapa kali.

"Iya aku mengerti. Segeralah pergi dari sana. Biarkan anak buahmu tetap disana. Karena kami sedang perjalanan menuju markasmu."

"......"

"Akan kubantu memalsukan identitasmu."

"......."

"Tapi jika aku payah untuk menjagamu akan kulaporkan kau segera. Karena aku tak ingin menyakitinya lagi."

Rekaman itu berhenti. Mengapa ia harus memalsukan identitas? Dan siapa yang tidak ingin paman sakiti lagi? Sangat membingungkan. Surat Al-Hujurat ayat : 6, foto ayah, foto seorang lelaki dan wanita itu. Aku akan minta bantuan Reyna, sahabat baikku. Dia seorang intelligent yang terbilang muda, usia 24 tahun. Langsung kuhubungi dia dan kupaparkan masalahku.

Reyna mencarinya di internet dan menuliskan pembunuhan 6 Juli 2006. Cukup banyak pembunuhan yang terjadi pada tanggal itu. Dan ada satu website ketika kubuka seperti disegel dan aku meminta bantuan Reyna untuk meretasnya. Dan akhirnya terbuka.

"May, aku rasa kau jangan baca artikel ini." Ujar Reyna mencegahku.

"Kenapa? Aku penasaran dengan artikel itu. Give me!" Aku memaksanya untuk memberikan padaku. Aku merebutnya, sebuah artikel berjudul "Pembantaian Keluarga Teroris". Aku tercekat sebelum membacanya. Mataku panas tak mampu menampung linangan air mataku.

"Rey, a...a..ku harus bertemu dengan paman. Aku butuh penjelasan. Mengapa penulis artikel ini pamanku, Amir Martadinata. Apakah paman terlibat. Aku butuh penjelasannya." Isakku mengadu pada Reyna.

Reyna berlinang air mata pula melihatku seperti ini. Dia menarikku dalam dekapannya.

"May,sudah. Kita tunggu penjelasan pamanmu." Reyna mengelus pundakku. Menenangkanku.

T

B

C

Mengkuak KebenaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang