quīnque

2.4K 397 12
                                    

hunshine delight
ㅡpresentㅡ

[ amor noster: quīnque ]

Felix tercengang, ia memang sudah menduga bahwa Jeongin akan membuatnya bertemu dengan 'teman-teman'nya dulu. Tapi, ini sungguh terlalu cepat dan Jisung adalah orang pertama yang pemuda itu bawa untuk bertemu dengannya. Jika saja Felix sudah mengangkat kembali nampan yang ia bawa, pasti nampan itu sudah menyapa lantai dengan keras. Tanpa sadar, tangan Felix mengusap perutnya yang masih terlihat cukup rata, ia berusaha keras untuk memaksakan seulas senyuman.

"H-Hai, Jisung." Gawat, suara Felix terdengar bergetar. "Lama tidak berjumpa."

Jisung masih terdiam di posisinya, ia perlu memproses hal ini lebih lama agar dirinya yakin bahwa sosok yang ada di depannya itu adalah benar-benar Felix dan bukan halusinasi bodohnya.

Keheningan Jisung menimbulkan suasana canggung di sekitar mereka, bahkan Felix dan Jeongin saling bertatapan dengan bingung. Apakah ini bukan hal yang bagus untuk mempertemukan Jisung dan Felix? Bukankah mereka sahabat dekat saat duduk di Sekolah Menengah Atas dulu?

BRAK!

Jisung tiba-tiba berdiri dengan kasar, dia menatap Felix tajam lalu berjalan mendekat. "Dasar bodoh!" serunya lalu memeluk Felix dengan erat, sangat erat seakan takut kehilangan. "Kamu membuatku khawatir sampai mati!"

"Ada apa ini? Aku mendengar suara keras disini?" Bang Chan yang tadi berjaga di kasir buru-buru menghampiri mereka hanya untuk menemukan adegan Felix yang berada dalam dekapan seseorang. "Uh?" Ia menatap Jeongin yang duduk manis di kursi, meminta penjelasan.

"Ji-Jisung-ah." Felix berusaha melepaskan pelukan Jisung, lagipula mereka mulai mendapatkan tatapan aneh dari beberapa pengunjung.

Tapi, pelukan Jisung sama sekali tidak melemah. Bahkan semakin erat, seakan jika ia melonggarkan sedikit saja pelukannya maka Felix akan menghilang bagai angin dihadapannya. Jeongin menikmati pemandangan di hadapannya sambil meminum pesanannya tadi dan senyuman lebar terukir diwajahnyaㅡmembuatnya mendapatkan tatapan kesal dari Bang Chan yang benar-benar diabaikan.

"Jisung-ah...," panggil Felix dengan lebih lembut dan membalas pelukan Jisung. "Aku tidak akan kemana-mana, lepaskan. Orang-orang menatap kita."

Jisung masih setia pada posisinya.

Felix tertawa kecil dan kaku lalu menatap Bang Chan dengan tatapan minta maaf. Lalu tatapan matanya beralih pada Jeongin yang ternyata tengah asik mengambil gambar dirinya yang dipeluk Jisung melalui ponselnya.

"Jeongin mengambil beberapa gambar."

Mendengar itu, secara perlahan pelukan Jisung mulai melonggar. Tanpa melihat wajahnya pun, Felix tahu bahwa saat ini Jisung tengah kesal pada Jeongin yang seenaknya. Melihat hal itu, dengan sigap, Bang Chan langsung menarik sebuah kursi dan meletakkannya di samping kursi Jeongin agar Felix duduk di sana dan sebelum pegawai kecilnya itu protes karena ia masih memiliki jam kerja, Bang Chan sudah memaksakan Felix untuk duduk dengan kedua tangannya yang ada di kedua bahu kecil Felix.

"Mungkin kamu akan memerlukan banyak waktu untuk bicara dengan temanmu, aku akan membawakan segelas susu." Bang Chan berbisik di telingan Felix lalu pergi setelah menepuk bahunya pelan dan memberikan senyuman sopan pada Jisung.

Jisung menatap Bang Chan yang pergi menjauh lalu menatap Felix dengan tatapan intrograsi. "Jadi, kemana saja kamu selama ini?"

.

.

.

amor noster

.

.

.

Jisung tahu, dirinya tahu betapa kerasnya kehidupan Lee Felix. Tapi, pemuda itu selalu terlihat kuat dan berani. Felix tidak pernah membicarakan apa yang ada dihatinya atau hal menganggunya dengan mudah dan lugas, ia terbiasa memendam semuanya sendiri. Saat pertama kali Jisuny bertemu dengan Felix, itu bisa dibilang seperti sebuah 'cinta pada pandangan pertama' tapi tanpa konteks romantis di dalamnya. Rasanya seperti Jisung menemukan sosok yang bisa mengerti dirinya dan ingin ia lindungiㅡbenar-benar sosok teman abadi yang ia cari-cariㅡdan Felix benar-benar orang yang paling mengerti dirinya serta orang yang sangat Jisung lindungi.

Tapi, Felix tetap Felix. Pemuda bermarga Lee itu tetap tertutup akan perasaannya, berbeda dengan Jisung selalu penuh kejutan dan blak-blakan. Karena itu, meski Felix sangat mengerti Jisung, tidak sepenuhnya Jisung bisa mengerti Felix.

"Kenapa, kenapa kamu tidak mengatakan apa-apa padaku...?" tanya Jisung lirih, Felix telah mengalami banyak hal sulit tapi ia bahkan tidak ada disisinya.

Ini bukanlah konteks teman abadi yang selalu ingin ia realisasikan.

"Kamu sedang berusaha keras untuk masuk universitas. Aku tidak mau menganggu konstentrasimu," jawab Felix dengan lembut, ia tahu betapa inginnya Jisung untuk masuk universitas itu.

"Tidak, Felix. Tidak...,"

Felix merasa bersalah. "Tidak apa-apa, Jisung-ah. Lihat, aku baik-baik saja," jelasnya dengan tangannya yang mengelus sisi gelas berisikan susu yang dibawakan Chan tadi.

"Kamu tidak baik-baik saja!" pekik Jisung kesal, ia sungguh kesal.

Melihat itu, Felix tidak bisa untuk tidak tersenyum. "Aku baik-baik saja, berita baiknya aku masih bisa bertemu kamu dan Jeongin."

"Uhh...," Jisung memberikan tatapan kesal pada Felix. "Lalu, kenapa kamu memutuskan semua kontak?"

"Aku..., sedikit terguncang." Felix memaksakan senyuman kecil, ia tidak mau membicarakan hal ini. Dari balik meja ia mengelus perutnya sekali lagi, ia tidak mungkin bisa mengatakan masalah yang sebenarnya pada Jeongin dan Jisung. Ia hanya bisa mengatakan beberapa masalah lain yang menimpanya, seperti kondisi ekonominya dan kepergian neneknya.

"Kamu, benar-benar baik-baik saja?" Jisung bertanya hati-hati saat sadar bahwa Felix tidak mau membahas lebih lanjut mengenai 'guncangan' yang terjadi, lagipula Jisung mengerti, jika ia hanya memiliki satu anggota keluarga dan anggota keluarga itu pergi mungkin ia sudah akan jadi gila.

"I'm fine, aku bertemu banyak orang baik yang membantuku." Felix melirik Bang Chan yang sedang membersihkan salah satu meja tidak jauh dari tempat mereka, ia juga menatap Woong yang saat ini berjaga di balik meja kasir.

"Aku mengerti." Jisung tersenyum. "Tapi, aku tetap kesal karena kamu tidak mengatakan apa-apa padaku! Han Jisung! Sahabat! Baik! Lee Felix!"

Tawa kecil keluar dari bibir Felix. "Mianhae."

"Sudahlah, hyung. Bukan hanya kamu yang frustasi karena ditinggal Felix-hyung," sahut Jeongin yang sejak tadi hanya diam dan mendengarkan cerita Felix yang sudah dia dengarkan sebelumnya.

"Kamu juga, Yang Jeongin! Kenapa kamu tidak segera membawaku kemari sejak pertama kali kamu menemukan Felix!" Jisung menunjuk Jeongin dengan telunjuknya dan

"Tentu saja karena aku ingin mendominasi Felix-hyung dulu menjadi milikku seorang."

"YANG JEONGIN!!"

"Ah, stop it!"

[ amor noster: quattorㅡfinis ]

Omg, I just realize that I'm not uploading this chapter yet ( TДT)

This chapter has been in my draft since 4 January and I thought I already uploaded it on that day. Sorry guys! o(╥﹏╥)o

amor noster; hyunlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang