feeling : sudah lelah

296 31 3
                                    

feeling : Unknown

*_*_*

Sudahkah aku bilang kalau aku lelah?

Meski sekarang Mas Kalil sedang mandi di kamar mandiku, aku sudah kehilangan selera untuk pergi. Kuputuskan menghabiskan waktu di kamar dengan melipat satu persatu bajuku. Kali ini aku membawa koper yang lebih besar ditambah koper kecilku kemarin.

Kali ini terlihat lebih benar.

Mas Kalil bahkan mengangguk puas melihat koper yang kusiapkan di samping kasur.

Sebaiknya aku memberi ruang untuk laki-laki itu bersiap. Aku juga merasa haus sekali.

Tapi...

Urgh!

Really?!!

Aku menoleh dan menatap Mas Kalil yang kini menatapku dengan alis terangkat. Seharusnya aku yang menatapnya dengan alis terangkat!

Kuhela napasku dan akhirnya berkata, "Aku cuma mau minum di bawah."

Padahal Mas Kalil bisa memberikan kuncinya padaku. Tapi tidak. Dia berjalan mendekatiku, mengurung tubuhku dengan tangannya yang baru kusadari ternyata cukup... kokoh dan berotot.

Salahku. Aku tau. Seharusnya aku menghindar, seharusnya aku mundur dan memberinya jalan.

Tapi dia bisa saja melewatiku dan membuka pintu dengan normal! Bukannya mengurungku seperti ini hanya untuk membuka kunci pintu kamarku sendiri!

Aku? Seperti yang mungkin bisa diduga, aku hanya memejamkan mata dan menunduk. Takut menghadapi kenyataan. Jantungku? Oh. Apa masih perlu kujelaskan? Napasku? Tenang saja. Aku menahannya. Jadi sesak bukanlah pilihan saat ini.

"Glad to know you're still here," Mas Kalil berbisik di telingaku, membuatku terkejut, mataku membuka, dan fungsi pernapasanku kembali melakukan yang seharusnya.

Mas Kalil segar sekali. Hanya itu yang kutangkap sebelum aku menggelengkan kepala dan membiarkan Mas Kalil melepaskanku untuk keluar.

Shit!

Benar-benar tai!

How do I not cry with that?

Kalau tak ada Mas Kalil sekarang, pasti aku sudah menangis. Lagi.

Dasar cengeng!

Pada akhirnya aku menghabiskan dua gelas air saat Mas Kalil muncul dari kamar dan berhenti di ujung tangga, menatapku.

"Ada lagi yang belum dimasukin koper?" tanyanya.

Aku menggeleng. Gelasku kucuci dan kuletakkan di rak pengering lalu bersiap naik untuk menurunkan koper-koperku. Dan tas punggung.

Ting!

Atau harus kutunda dulu.

Mbak Aina : Mau ketemu designer nya kapan, Sa? Dia bilang udah available mulai besok.

Mulai besok? Yeay!

Harsa : Besok bisa kok mbak. Just name the place.

Mbak Aina : Oke. Aku kasih tau dia dulu.

Sepertinya aku terlalu lama dengan Mbak Aina sehingga Mas Kalil sudah menurunkan koperku terlebih dahulu. Geez, dia kuat banget! Padahal berat loh itu.

Tapi aku tetap naik dan mengambil tas punggungku. Tas ini ada laptopnya. Sumber penghasilanku. Kalau tas ini hilang, aku pasti menangis sejadi-jadinya.

Well, aku menyimpan semua pekerjaanku di cloud berbayar dengan tingkat keamanan tertinggi, tapi tetap saja. Laptop ini adalah laptop pertama yang kubeli dengan uangku sendiri. Sejak tahun keduaku kuliah. Dan sampai sekarang masih bertahan seperti masih baru.

feeling : unknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang