Hai, aku hadir dengan menghadirkan sosok Bumi yang akan siap menghadapi rotasi kehidupannya. Jatuh berkali-kali, kemudian bangkit kembali. Hidup itu terlalu berat sehingga menuntut manusia agar berjuang dengan hebat. Mungkin kisah Bumi akan mengajakmu untuk sebuah perubahan. Seperti judulnya, "Rotasi Bumi". Bahwa pada dasarnya bumi itu berotasi. Selalu berputar pada setiap waktunya. Jika bukan hari ini, maka besok kamu akan mendapatkan perubahan itu. Happy reading, bOmb! ♡
0
"Kisahnya akan dimulai dari awal."
- Bumi AdamHalaman luas milik sebuah panti asuhan yang letaknya berada di tengah-tengah kota Bandung itu dipenuhi sebagian anak-anak panti asuhan yang sedang bertanding sepak bola bersama anak-anak yang tinggal tak jauh dari panti asuhan ini. Tidak peduli hujan deras yang mengguyur kota Bandung pada sore ini, mereka sangat menikmati keseruan pertandingan sepak bola dengan bahagia. Seorang anak laki-laki baru saja mencetak gol setelah berhasil memasukkan bola ke dalam gawang dengan sempurna. Kemudian teman-teman timnya berlarian memberikan selebrasi untuknya. Suara tawa mereka menghiasi setiap sudut halaman itu. Sore ini hujan turun memberikan atmosfer yang damai. Memperlihatkan sisi keindahan yang jarang terlihat pada hari-hari biasa. Mereka saling merangkul sebagai bentuk perayaan atas kemenangan tim kecil mereka. Mengisyaratkan bahwa hati mereka menginginkan kenangan hari ini diputar kembali pada kemudian hari. Seakan hari esok mereka tidak lagi saling menemukan satu sama lain.
"Setelah selesai, kalian boleh mencicipi camilan yang sudah disediakan Mbok Rajeng ya," kata Bu Rumi yang merupakan pemilik panti asuhan tempat mereka tinggal.
Ruangan sederhana itu tengah diisi oleh anak-anak yang sudah selesai membilas badan mereka setelah bermain hujan-hujanan tadi. Mathan—anak laki-laki tertua yang sudah menginjak remaja itu—mengambil secangkir teh hangat dari atas meja sebelum mengambil posisi duduk di sebelah anak laki-laki bungsu berusia 7 tahun yang sedang mengotak-atik sebuah kubus rubik di tangannya. Ketika sudah menyamankan posisi, anak laki-laki yang duduk di sebelahnya kemudian menatap Mathan.
Melihat tatapan itu Mathan mulai menggerakkan jemarinya membentuk sebuah kalimat."Bumi, misalnya kalo aku diadopsi keluarga kaya kamu mau aku belikan apa?" tanya Mathan kepada anak laki-laki itu.
Setelah membaca bahasa isyarat itu Bumi tidak langsung menjawab pertanyaan Mathan. Jemarinya masih sibuk menyatukan warna-warna kubus rubik yang belum menyatu. Setelah beberapa menit Mathan menunggu jawaban, lalu anak laki-laki itu mendongakkan kepalanya kembali menatap Mathan.
"Memangnya kamu akan pergi dari sini?" Bumi bertanya kembali menggunakan bahasa isyarat. Kini justru Mathan yang tidak mampu menjawab pertanyaan Bumi.
"Kita semua nggak boleh ada yang ninggalin Bu Rumi," ujar anak laki-laki lain bernama Gendra yang telah mengamati keduanya sejak tadi.
"Setuju," kata dua anak laki-laki lainnya secara kompak. Pian dan Maro memiliki pendapat yang sama.
Lantas kelimanya bersepakat akan tetap tinggal bersama. Mereka berjanji untuk tidak meninggalkan rumah mereka ini dengan keyakinan bahwa mendapatkan kehidupan yang lebih baik tidak harus saling meninggalkan.
Di ruangan yang berbeda pada waktu yang bersamaan Bu Rumi baru saja menyusun tumpukan data anak-anak panti asuhan yang telah lama dirawatnya ini. Sebuah kacamata bertengger di pangkal hidung wanita paruh baya itu, atensinya mulai sibuk mencari biodata anak yang sekiranya tepat untuk diadopsi.
"Saya bermaksud untuk mengadopsi seorang anak yang kemungkinan jarak usianya tidak terlalu jauh dengan usia anak saya," ujar pria itu menjelaskan tujuannya.
"Kalau boleh tau anak kandung Bapak usia berapa?" tanya Bu Rumi.
"Tahun ini usianya 7 tahun," jawab Agibayu.
Setelah memilah beberapa data, Bu Rumi sekilas menemukan biodata seorang anak yang seharusnya sesuai dengan permintaan Agibayu. Tapi secara sengaja Bu Rumi buru-buru menutupi data tersebut dengan data lain. Agibayu yang menyadari keadaan janggal meminta data itu untuk dilihatnya. Dengan ragu Bu Rumi menyerahkannya kepada Agibayu yang langsung mengecek isi data tersebut.
Nama: Bumi Adam Hirav
Tempat/Tanggal Lahir: Bandung, 25 Oktober 2003
Jenis Kelamin: Laki-laki
Nama Ayah: -
Nama Ibu: -Setelah membaca itu Agibayu menarik sudut bibirnya. Karena sepertinya seorang anak laki-laki bernama lengkap Bumi Adam Hirav merupakan pilihan paling tepat untuk menjadi anak angkatnya. Ekspresi puas Agibayu membuat Bu Rumi berubah cemas. Pasalnya selama dirinya merawat anak-anak panti asuhan, Bumi menjadi salah satu anak yang paling dekat dengannya. Bahkan belum lama ini ada keluarga yang ingin mengadopsinya, tapi Bu Rumi tidak memberikan izin dengan suatu alasan. Karena sejujurnya dia belum rela untuk kehilangan Bumi yang telah dirawatnya sejak anak itu berusia 3 bulan.
𐂡
Sore ini langit tampak mendung, tetapi hujan belum berani menyampaikan salam perpisahan kepada anak laki-laki yang akan pergi meninggalkan rumahnya itu. Mobil putih terparkir tepat di depan halaman sebuah panti asuhan yang bangunannya terlihat sudah tua. Seharusnya menjadi pemandangan sore yang sama seperti pada hari-hari sebelumnya ketika kelima anak itu saling merangkul. Tapi hari ini tidak ada tawa yang mengisi kebersamaan mereka. Suasana sore kali ini didominasi perasaan sedih yang mengiringi perpisahan itu. Gendra yang berusia setahun di atas Bumi memeluk tubuh kecilnya sangat erat sambil menangis tersedu-sedu. Sedangkan yang lain hanya mampu menyimpan kesedihan dalam diam. Sesungguhnya air mata mereka sudah kering setelah menangisi Bumi semalaman.
"Jadi anak yang baik ya, Ibu yakin saat dewasa nanti Bumi akan menjadi orang hebat. Jangan lupakan saudara-saudara kamu di sini. Kami semua sangat menyayangi kamu," ujar Bu Rumi yang susah payah menahan air matanya agar tidak keluar.
Tuhan memang memiliki sejuta rencana yang tak pernah terduga-duga. Baru kemarin mereka berjanji untuk tidak saling meninggalkan. Sampai datang hari ini, mereka melupakan janji itu semata-mata untuk melihat masa depan. Mathan yang selalu menginginkan sebuah keluarga ternyata tidak seberuntung Bumi. Namun anak laki-laki itu tidak pernah menyimpan perasaan iri sama sekali. Justru dia merasa sangat senang ketika mendapat kabar bahwa Bumi akan segera diadopsi keluarga Barnabas yang cukup dikenal citra baiknya oleh publik. Agibayu Barnabas Desta merupakan seorang pengacara yang sangat tersohor di Jakarta. Beberapa kali Mathan melihatnya di sebuah artikel koran atau berita harian televisi. Mathan yang sejak lahir tidak bisa mendengar itu memang sangat gemar berliterasi. Sehingga Mathan tidak pernah melewatkan berita-berita penting yang sedang terjadi di negeri ini.
"Sampai jumpa lagi, aku rasa kamu akan menjadi orang hebat di masa depan. Seperti apa yang dikatakan Bu Rumi kepadamu." Bumi tersenyum membaca bahasa isyarat Mathan. Tangan kecilnya kemudian meraih sebuah kubus rubik yang telah diselesaikannya dari dalam ranselnya, lalu menyerahkannya kepada Mathan.
"Kak, mungkin kamu tidak bisa mendengar suara. Tapi kamu mampu untuk melihat masa depanmu yang bahagia."
Setelah menyelesaikan kalimatnya dengan bahasa isyarat, Bumi segera pamit kepada Bu Rumi beserta yang lainnya. Anak laki-laki yang baru berusia 7 tahun itu tidak pernah memikirkan bagaimana rasanya menjadi dewasa, ia hanya mengikuti nalurinya. Meyakini segala hal baik yang telah Tuhan rencanakan. Bumi tidak memiliki orang tua, sehingga dirinya tidak pernah merasakan kasih sayang dari sosok yang disebut Ibu dan Ayah. Tanpa berkata apa pun lagi, Bumi segera meninggalkan mereka. Meninggalkan segalanya yang indah yang pernah Bumi rasakan. Perlahan mobil putih itu mulai melaju meninggalkan setiap kehangatan panti asuhan tempat Bumi tinggal dan akan selalu tinggal bersama hati mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROTASI BUMI (On Going)
Teen FictionSince, 2024. "Hidup adalah tujuan, sedangkan kehidupanku adalah kamu."