Reno hanya seorang guru SMA biasa untuk mengajar pelajaran Matematika. Reno memulai hal itu setelah pendidikan S1-nya selesai.
Reno sudah merasa sangat bersyukur dengan posisinya sekarang. Ia bertekad untuk melakukan yang terbaik yang bisa ia lakukan untuk kedua Kakak-kakaknya. Mereka telah melakukan sejauh ini untuk Reno jadi ia sama sekali tidak mau mengecewakan dua orang yang paling disayanginya itu.
Reno hanya mempunyai Rey dan Reka di dalam hidupnya dan ia mengetahui dengan jelas tentang bagaimana kerja kerasnya mereka untuk bisa mendorongnya hingga sampai pada posisinya sekarang. Maka dari itu, Reno akan melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.
Tidak banyak yang bisa Reno lakukan saat orang tuanya meninggalkan mereka dulu. Saat itu, Reno masih sangat kecil. Ia hampir tidak bisa mengetahui tentang apa yang terjadi. Tapi ia ikut menangis saat mengetahui satu hal yang terasa menyakitkan bahkan hingga saat ini.
Orang tuanya tidak bisa bersamanya lagi.
Reno hidup dengan kedua Kakak-kakaknya. Mereka begitu memanjakannya. Mereka begitu menyayanginya. Mereka akan berusaha untuk memberikan apapun yang Reno mau. Hal itu memang menjadikan Reno sebagai pribadi yang manja dan mungkin sedikit tidak tahu diri.
Tapi seiring berjalannya waktu, Reno semakin menyadari bahwa ia hanya mempunyai dua orang itu di dalam hidupnya dan ia harus menyayangi dan menjaga mereka dengan seluruh waktu dan hidupnya.
Satu bulan setelah meninggalnya orang tua mereka, Rey mengajaknya untuk pindah. Mereka terpaksa menjual satu-satunya rumah peninggalan orang tua mereka. Pada awalnya Reka sama sekali menolak untuk usulan ini tapi melihat saat Rey yang terlihat begitu menderita dengan beban yang dihadapinya, Rekapun setuju. Sedangkan Reno hanya menurut.
Ia akan mengikuti kemanapun Kakak-kakaknya pergi.
Mereka pindah ke tempat yang cukup jauh dari lingkungan tempat tinggal mereka dulu. Reno merasakan asing pada awalnya. Ia merasa tidak bisa terbiasa. Ia hampir menangis setiap malam saat mengingat tentang Ayah juga Ibunya. Tapi sebisa mungkin, Reno tidak memperlihatkan hal itu di hadapan kedua Kakaknya.
Ia tidak mau membiarkan Kakak-kakaknya merasa khawatir padanya.
Hingga akhirnya saat Rey harus bekerja siang dan malam dan Reka yang harus menunda kuliahnya, Reno akhirnya merasakan betapa egois dirinya.
Jadi ia memutuskan untuk melakukan yang ia bisa ketika melihat Kakak-kakaknya bekerja keras untuknya.
Reno akhirnya bisa tersenyum dengan penuh rasa haru saat akhirnya Rey dan Reka melihatnya dengan tatapan bangga ketika dirinya mengenakan toga dan berdiri di atas podium. Reno meraih gelar sarjananya dengan peringkat paling tinggi di angkatannya. Ia menjadi lulusan terbaik saat itu.
Reno diterima untuk mengajar di sekolah SMA paling terkenal saat itu. Sekolah itu bahkan bertaraf international. Sekolah yang saat itu dimiliki oleh salah satu orang paling terkenal. Ia dengan senang hati memamerkan hal itu pada Kakak-kakaknya dan ia menjadi bahagia saat melihat tatapan bangga di mata mereka karena memang untuk lulus mengajar di tempat itu sama sekali tidak mudah.
Reno sebisa mungkin untuk menikmati hari-harinya dengan melakukan hal-hal yang disukainya. Menjadi seorang guru adalah sesuatu yang menjadi keinginannya sejak dulu. Ia ingin membagi ilmunya kepada orang lain. Reno ingin menjadi berguna bagi Kakak-kakaknya maupun orang lain.
Hari-harinya yang biasa namun menyenangkan selalu Reno lewati dengan rasa syukur. Tidak ada yang spesial namun ia tetap menikmatinya.
Hingga sesuatu mengusiknya.
Pada jam mengajar pertamanya pagi itu, Reno menemukan seseorang yang begitu asing namun terasa familiar dalam waktu bersamaan. Sosok itu tidak ada pada kelasnya kemarin lusa. Dan hari ini Reno menemukannya duduk di barisan paling belakang tepat di samping jendela.
Tidak ada informasi apapun yang Reno dapatkan dari pihak sekolah. Mungkin mereka mengira bahwa Reno sudah mengetahui hal ini. Ia sendiri memang tidak berangkat kemarin karena suatu urusan. Mungkin sosok itu datang ketika Reno absen kemarin.
"Saya baru masuk kemarin, sir."
Sosok itu mencicit saat Reno memintanya berdiri dan memperkenalkan diri. Ia hampir tidak bisa mencerna kalimat dari sosok itu, aksennya terasa begitu asing hingga membuat beberapa muridnya tertawa.
Tapi Reno masih menatap sosok itu dari balik mejanya. Ada sesuatu yang terasa mengganjal bagi Reno. Jarak mereka cukup jauh saat ini tapi mampu membuat Reno seperti mengenali sosok itu. Hingga akhirnya Reno meminta anak itu untuk menyebutkan namanya. Dalam hati, ia berharap bahwa apa yang mengganjal baginya bisa segera terjawab.
"Lyro Anderson."
Suara itu masih terdengar begitu pelan, seperti mencicit. Tapi mampu membuat Reno melebarkan retina matanya. Tubuhnya seketika berdiri dari kursinya dan bergerak cepat menuju seseorang yang mengaku sebagai Lyro tersebut.
Reno menekan perasaannya yang tiba-tiba membuncah pada setiap langkahnya saat mendapati ekspresi bingung di wajah Lyro. Ekspresi yang sangat tidak asing; yang pernah Reno lihat sebelumnya.
Kakinya berhenti tepat di samping meja tunggal milik Lyro dan Reno merasakan rasa terkejut yang luar biasa saat akhirnya ia bisa mengenali dengam jelas; dengan kedua matanya sendiri akan siapa sosok di hadapannya itu. Ia menatap dengan tatapan tidak percaya pada Lyro yang sekarang tengah menampilkan ekspresi antara takut dan khawatir.
Ekspresi tidak asing yang tidak Reno mengerti untuk tercipta di wajah itu.
Reno tidak salah. Semuanya terasa familiar. Wajah itu, kulit itu, mata itu. Reno tidak salah. Sosok yang ada di hadapannya adalah Lylo.
Lylo-nya.
Sosok yang sempat Reno sebut sebagai alien dengan mata berwarna hijau kebiruan. Warna mata yang sampai sekarang menjadi warna mata paling indah bagi Reno.
Reno ingin sekali tidak memercayai pemandangan di hadapannya. Tapi sekali lagi, ia tidak salah. Reno tidak salah mengenali orang di hadapannya. Itu adalah Lylo. Bocah yang dulu menangis karena ditinggal oleh daddynya.
Reno mengerjap.
Ingatannya melayang saat dimana dulu ia bertemu dengan sosok Om ganteng yang saat itu mengakui Lyro sebagai keponakannya. Sejak kejadian itu, Reno tidak pernah lagi bertemu dengan Lyro. Ia tidak menemukan bocah itu dimanapun di sekitaran lingkungan itu. Reno ingin mencari tapi kematian orang tuanya lebih dulu menarik atensinya hingga Reno seperti melupakan segalanya.
Ini sudah begitu lama. Lama sekali.
Apa yang Lyro lakukan di sini? Tidak. Tapi kenapa takdir membawanya untuk bertemu lagi dengan bocah itu? Di sini, di dalam kelasnya. Reno masih mencoba untuk memercayai keadaan ini karena sekali lagi, ia tidak salah. Di hadapannya hanya berdiri Lylo-nya yang terlihat begitu manis.
Kulit yang kelewat itu tidak berubah. Kedua mata hijau itu juga masig berkilau. Wajahnya masih terlihat tanpa cela dan terkesan begitu menakjubkan juga aneh dalam waktu bersamaan. Reno mengingat saat bagaimana dulu ia menceritakan telah bertemu dengan alien kepada Reka dengan begitu bersemangat.
Alien paling menggemaskan yang sekarang tangah berdiri di hadapannya.
Tangan kanannya terangkat. Reno ingin sekali menjangkau sosok yang sudah begitu lama tidak ditemuinya itu. Reno ingin sekali mendengar namanya disebut oleh suara milik bocah itu hingga tingkah clingy Lyro kecil dengan anehnya bisa Reno ingat secara menyeluruh.
Hingga hal itu diinterupsi oleh suara dari beberapa muridnya. Reno berdeham. Tentu saja aksinya menarik perhatian juga tanda tanya bagi murid-muridnya. Ia memberikan satu tatapan pada Lyro dengan menekan perasaannya yang sudah meluap-luap dan memilih berbalik.
Reno melangkah dengan mengepalkan tangannya. Ia merasakan tidak bisa mengendalikan tubuhnya ketika berada di hadapan Lyro. Ia kembali melirik sosok itu ketika sudah duduk pada kursinya.
Ini sudah begitu lama.
.
To be continued.
Saturday, 07 December 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Abounds [END]
Tiểu Thuyết ChungWhen Love Series #3 - When Love Abounds © sllymcknn Ketika pada akhirnya Lyro Anderson bertemu dengan seseorang yang membuatnya merasakan kehangatan di masa kecilnya namun ia harus menemui sebuah kekecewaan saat sosok itu bahkan tidak mengenalinya. ...