Chapter 5. The Only Reason

1.6K 288 98
                                    

Reno tidak pernah merasakan emosi yang bernama amarah dalam tingkatan seperti ini di dalam hidupnya.

Pagi itu hanya pagi biasa lainnya bagi Reno. Ia memakan sarapannya dan memakai kemeja miliknya yang sudah disetrika dengan rapi juga jas hitam miliknya yang berhasil dibeli dengan gajinya lalu berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor milik Rey yang sudah diberikan padanya saat hari dimana Reno lulus dengan nilai terbaik satu tahun lalu.

Sepeda motor itu hanya sepeda motor biasa. Tapi berarti sangat besar bagi Reno. Benda itu adalah benda yang dibeli Kakaknya dengan hasil keringat dan jerih payahnya selama ini dan Reno merasa bangga saat mengendarai benda itu.

Reno membawa sepeda motornya memasuki kawasan sekolah tempatnya mengajar. Ia menjadi guru pertama yang selalu berangkat lebih awal. Tidak banyak yang tahu akan fakta itu karena Reno lebih memilih berdiam diri di ruangannya sebelum kelasnya berlangsung. Setiap guru di sekolah ini memang mendapatkan masing-masing ruangan. Terdapat gedung berbeda untuk mengajar dan gedung untuk para guru.

Reno memarkirkan sepeda motornya di spot langganannya pada tempat parkir luas sekolahnya. Ia menyapa satpam sekolah yang tentu saja sudah stand by di sana.

Namun ketika memasuki kawasan gedung sekolah, Reno melihat siluet seseorang yang entah kenapa terasa tidak asing baginya. Seseorang itu tidak sendirian. Mereka semua memakai seragam sekolahnya. Reno bergerak mengikuti mereka saat merasa ada yang tidak beres dengan semua ini. Ia berharap bahwa pemikirannya sekarang adalah salah. Reno tidak ingin melihat pemandangan dan kejadian yang sama untuk terulang kembali.

Namun ketika Reno mengikuti mereka yang tengah berjalan tergesa menuju belakang gedung sekolah yang begitu sepi, perasaan was-was dan panik mulai menjalari relung hatinya.

Baru saat matanya menemukan pemandangan yang sangat tidak pantas dilakukan oleh murid dari sekolahnya itu, Reno tidak bisa berdiam diri. Ia bergerak mendekat secara cepat dengan kaki panjangnya. Menjangkau belakang kerah baju salah satu dari mereka yang sedang berusaha melakukan tindakan hina pagi ini, di sekolah ini, di hadapan matanya sendiri.

Reno menatap tiga orang itu dengan garang. Tiga orang yang adalah murid-muridnya. Ia bersumpah jika mereka bukan guru dan murid, Reno sudah menghajar orang-orang di hadapannya itu dengan sangat keras hingga mereka menyesali apa yang mereka perbuat.

"Saya akan kirim surat peringatan kepada orang tua kalian atas tindakan kalian ini."

Reno berusaha menekan emosinya. Emosi yang membuat kepalanya terasa panas dan nafasnya terasa tersendat. Apalagi saat melihat sosok yang tengah terpojok di sana dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Reno kurang cepat untuk bergerak, ia merasa sangat terlambat.

"Saya nggak mau lihat kalian di kelas saya hari ini." Reno mengambil keputusan dengan nada yang tidak ingin dibantah. "Silahkan pergi ke ruang BP dan ambil hukuman kalian di sana sekarang juga." Perintahnya.

Sebenarnya Reno tidak ingin melepaskan anak-anak itu begitu saja tapi ia sama sekali tidak punya wewenang di sini. Reno hanya seorang guru Matematika. Fakta itu membuatnya merasa kesal pada dirinya sendiri. Namun ia mencoba menekan amarahnya dalam-dalam.

Sosok di hadapannya sekarang lebih butuh untuk diperhatikan. Reno mendekat dan menatapnya dengan pandangan miris dan sedih.

Lyro Anderson berada di sana. Dengan penampilan yang sangat kacau. Rambut acak-acakan, ransel yang terlempar jauh darinya juga baju seragam yang hampir tidak berbentuk pada tubuhnya. Dan sekarang walau sosok itu tidak melihat padanya, tapi Reno bisa melihat cairan bening yang berasal dari mata kehijauan milik bocah itu mulai menyusuri hamparan pipi putih itu.

When Love Abounds [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang