Chapter 12 - Memory Hanan

3 0 0
                                    

Cahaya putih itu membawaku ke sebuah ruang hitam, aku tak bisa melihat apapun selain cahaya putih yang tadi membawaku kesini sampai akhirnya lenyap dari penglihatanku.

Lalu ada sesuatu yang begitu bersinar menarik perhatianku sampai sinarnya redup. Mataku mulai menyesuaikan diri melihat sinar itu lalu muncul satu persatu angka-angka di dalam layar itu.

"Apa itu? "tanyaku, angka itu seperti software aplikasi yang biasa aku lihat di film-film atau kah itu sebuah kode

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Apa itu? "tanyaku, angka itu seperti software aplikasi yang biasa aku lihat di film-film atau kah itu sebuah kode.

Aku tidak tahu apa itu, tapi aku merasa gravitasi menarik tubuhku, angka-angka itu lenyap.

Aku baru menyadari bahwa aku terjatuh di tempat yang begitu gelap seperti ruang hampa.

Aku bangkit, tapi ada sesuatu di tanganku. Sejak kapan aku memegang pedang laser ini dan pedang laser ini tidak bisa di lepaskan.

" Biru dan merah, "ku tatap dari tangan kanan dan kiri mengingatkanku pada game Beat Saber. Aku tidak pernah memainkan game ini, tapi hanya ingin.

Musik pun di putar, aku menatap bagian bawahku, aku berada di lantai hitam di tiap pinggirnya berwarna biru membentuk persegi, mungkin itu batas jalanku.

Entah dari mana asalnya, kubus biru kecil berpanah bawah datang dari arah depan tak terhingga. Aku mengangkat laser biru dan membelah kubus biru itu saat mendekat.

~Wait a second, let me catch my breath~

Dan aku juga memperlakukan sama seperti kubus biru terhadap kubus merah, karena mereka mirip hanya warna yang berbeda.

~Remind me how it feels to hear your voice~

Kubus biru datang lagi dengan panah yang sama, hanya saja benda itu memiringkan dirinya sedikit kekanan.

~Your lips are movin', I can't hear a thing~

Lagi-lagi kubus merah datang dengan bentuk yang sama seperti kubus biru, tapi benda itu memiringkan dirinya kekiri.

~Livin' life as if we had a choice~

Dan kali ini para kubus membawa rombongan, kubus biru menunjukkan dirinya kepadaku panah bawah dan atas berarti aku harus membelahnya dengan pedang laserku dari atas lalu bawah dan atas lagi.

~Anywhere~

Dan kubus merah juga sama seperti kubus biru, hanya saja kubus merah ke arah tangan kiriku.

~Anytime~

Kubus biru datang lagi dalam bentuk yang sama dan tempo yang sama, aku harus bisa menyesuaikan gerakan ini.

~I would do~

Kubus merah juga sama seperti bentuk kubus biru. Game ini menyuruhku mengerakan kedua tanganku secara bergantian.

~Anything for you, anything for~

Sebuah balok besar seperti tembok tembus pandang penuh listrik tiba-tiba muncul dan aku tidak sempat menunduk.

Aku memenjamkan mataku, berharap aku tidak merasakan sakit terkena sengatan listrik yang ada di balok itu.

Tapi, aku tidak merasakan apapun atau pun diriku terjatuh terdorong oleh balok itu, melainkan aku sekarang berada di tempat ruang yang begitu putih dan bersih, aku berharap sepatuku tidak mengotori tempat ini.

'Ingatan akan menjadi rintangan, keinginan adalah petualangan'

"Siapa kau? "teriakku, suaraku mengema padahal aku melihat ruangan ini bukan berbentuk kubus atau pun balok, melainkan tidak terhingga, aku bisa berlari sepuasku tanpa hambatan.

Sampai aku berhenti berlari, karena samar-samar mataku menatap seorang lelaki di balik kabut putih kemudian terlihat jelas saat aku menegakkan kepalaku.

"Apa kamu yang berkata tadi? "tanyaku kepadanya. Dia begitu tinggi sampai aku menginjit." Hantu lelaki kuas. "

Dunia ini begitu aneh, sejak kapan Hantu Lelaki Kuas tinggi mengalahkan tinggi manusia. Kalian tahu dengan titan? Ini yang anaknya.

" Aku yang akan memandumu, "kata Hantu lelaki kuas sambil membuka gempalan tangannya. Hantu lelaki kuas menaruh sebuah kilauan cahaya membuat aku harus memenjamkan mataku lagi.

Aku mengingat kembali dari dulu suara Hantu lelaki kuas selalu berubah-berubah, aku jadi merasa kalau hantu lelaki kuas itu kepribadian ganda atau suara ganda.

Angin berhembus lebih kencang segera ku buka mataku dan menatap diriku berada di bawa, bukan-bukan melainkan aku terjatuh, tapi kepala yang duluan. Apa aku akan mati?

Ku tatap kedua tanganku tidak memegang pedang laser lagi. Tanganku malah ku jadikan untuk menutup mataku rapat-rapat.

"Hanan, makan siang, "suara wanita paruh baya, aku tahu karena dia mirip suara ibuku.

Ku buka mataku, aku malah berada di sebuah ruang makan penuh cat hijau, lalu seorang pemuda lewat tepat di sampingku, sayangnya dia tidak melihatku.

" Hanan, "ku panggil, karena aku mengenalnya, tapi suaraku tidak di gubris oleh Hanan. Aku jadi seorang pengamat disini.

" Iya ma. Hai Ayah, Kakak dan Adik. Nungguin aku ya, "kata Hanan sambil terkekeh. Dia tidak sesuai yang aku bayangkan, dia begitu baik bukan agresif atau pun jarang berbicara.

Tapi saat di sekolah. Hanan jarang berbicara, tapi senyuman yang selalu Hanan ukir di bibirnya membuat para remaja perempuan ingin berusaha berteman dengan Hanan.

Ku tatap bentar senyuman Hanan memang membuat para remaja perempuan jatuh hati kepadanya, tapi tidak dengan teman sejenisnya. Hanan di paksa untuk minggat, nakal, kalau Hanan tidak melakukan itu, Hanan tidak akan di temani.

Seketika latar menjadi putih. Sesosok pemuda terduduk meringkuk kesepian.

Seseorang mengulurkan tangan kepada pemuda itu, pemuda itu merasa ada seseorang berada di dekatnya. Pemuda itu menengak kepalanya dan menatap wajah orang di depannya, aku tidak bisa melihat siapa mereka karena mereka dalam bentuk siluet.

Hilang. Latar menjadi hitam, gravitasi menarik tubuhku lagi, jantungku hampir copot karena keseringan jatuh tanpa izin.

 ꧁Dalam Dunia Lain꧂Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang