"Baayuuu...kamuuu..."
Bayu menoleh mendengar teriakanku. Wajahnya masih tetap dingin, tanpa ekpresi apapun.
"Sedang apa ?" Ia tampak enggan menjawab pertanyaanku.
"Aneh..." lanjutku setelah tahu apa yang ia kerjakan. Bayu seperti sedang memungut sesuatu tapi yang lebih anehnya tak ada sampah atau benda apapun yang di depannya.
"Duduk saja dengan benar, tunggu saya di depan." Perintahnya, suarabya terdengar tenang dan seolah tak terusik dengan kedatanganku.
"Apa setiap hari dia selalu serius begini ? Membosankan sekali hidupnya."
"Baiklah, aku tunggu di ruang tamu. Kakak kelas, bantu aku mengerjakan tugas sekolah." Aku berlalu meninggalkan Bayu sendiri dengan ke anehannya. Mungkin Bayu benar, seseorang harus tetap berada di tempatnya. Akan lebih baik pula jika aku tidak tahu menahu misteri yang tersembunyi di desa ini.
.
.
Aku menghembuskan nafas lelah. Baru sebentar langit berubah menjadi gelap. Suasana desa yang setiap harinya sepi kini berubah menjadi lebih sepi dan mencekam, tak ada orang yang berlalu-lalang. Dari kejauhan ku lihat pula rumah warga yang tertutup rapat. Desa ini sepertinya memang kosong dan hanya menyisakan aku dan Bayu di rumah eyang."Apa setiap malam ritual purnama desa selalu sepi ?" Aku bertanya pada Bayu yang kini telah duduk disebelahku. Ia mengangkat bahunya.
"Saya tidak tau. Sudah nggak usah dipikirkan. Kerjakan saja tugas sekolahmu." Aku menganggukkan kepala pelan dan mulai melanjutkan PR ku. Beberapa kali aku bertanya padanya tentang soal yang aku tidak bisa. Untungnya dia mau mengajariku dan membantu menyelesaikan setiap soalnya yang tak bisa ku selesaikan. Suasana semakin mencair, Bayu tak sedingin yang ku bayangkan. Mungkin karena sifat nya yang pendiam menjadikannya terkesan sedikit angkuh dan sombong. Itulah sebabnya kamu tak bisa menilai seseorang hanya dengan sekali pertemuan.
Aku berhenti mengerjakan PR ku. Beberapa kali menggeser duduk, perasaanku mulai gelisah, tak tenang.
Kabut pekat menyelimuti langit desa Leuwisari, suara burung gagak terdengar jelas di telinga. Seolah ia sedang menari di atas kepalaku. Ku lirik Bayu, ia tak kalah takutnya dari aku. Bulu halus yang menyelimuti kulitku mulai berdiri. Aku teringat ucapan Eyang, buruk gagak terbang diatas rumah bukan pertanda baik.
Saat itu juga aku bangkit. Meraih jaket yang tergantung dibelakang pintu kamarku. Aku hanya memikirkan Eyang dan mbok Warsi. Seperti kisah kisah horor yang selalu ku tonton di televisi, awan gelap, burung gagak, dan hari yang terasa mencekam itu bukan hal yang baik.
"Apalagi ini ?"
Aku tercekat ketika mataku membungkus dengan sempurna bangkai burung gagak penuh darah yang masih segar. Sedang atas pagar kulihat burung gagak yang lainnya bertengger disana. Burung itu mengembangkan sayapnya seolah ia tengah menunjukan ke gagahannya.... mungkin saja kedua burung itu baru saja bunuh membunuh seperti gambaran kedua burung gagak yang pernah Allah perlihatkan pada nabi Adam dulu. Dan suara yang kami dengar tadi adalah suara kedua burung ini."Ada apa ?" Suara Bayu mampu membuatku sedikit sadar kalau aku tidak sendirian di rumah eyang.
"Ada apa ?" Ulangnya lagi aku hanya dapat diam. Lidahku rasanya kelu. Jangankan untuk berbicara, bahkan untuk sekedar menggerakkan ujung jemariku saja tidak bisa. Aku seperti orang lumpuh yang tak mampu memonitoring sistem sarafku. Seluruh ototku terasa lemas.
Bayu mendekatiku. Ia terkejut, tapi reaksinya biasa saja. Ia menatapku heran. Tanpa banyak tanya ia membantuku duduk dan memberikan segelas air.
"Aku takut... daraah.." bisik ku lirih.
Ini kamila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Derah Larangan
Mystery / ThrillerCerita ini berdasarkan pada mitos yang pernah saya dengar. Mitos turun temurun yang saya tidak tahu pasti kebenarannya. Cerita ini sudah tidak murni lagi sebagian besar cerita sudah saya ubah dengan khayalan saya sendiri jadi di mohon untuk bijak. j...