01 : NOT FINE, YOU'RE NOT MINE
Hyunjin tatap Jeongin yang tertidur pulas. Tangan bermain diatas pucuk kepala, guna menyamankan. Hati sesak tiba-tiba. Ada pemikiran, yang ganggu dari awal, tapi selalu ditepis.
Sudah dewasa. Hyunjin tau jika ada suatu perubahan. Kali ini bukan perubahan sifat, perubahan gaya, atau lebih lagi perubahan fisika, melainkan perubahan diri sendiri. Hati mulai berubah, Hyunjin tidak suka itu.
Tidak suka dengan pikiran bahwa nanti di lain hari, bakal jatuh bosan dengan sosok yang lagi tertidur didepan. Lebih tidak suka lagi dengan fakta bahwa Hyunjin yang berubah, dirinya sendiri yang berubah, bukan Jeongin.
Jujur saja, Hyunjin bahkan tidak tau mengapa rasa yang dulu sangat kuat, sekarang memudar dengan cepat. Tidak mungkin hanya penasaran dengan Jeongin saja, tidak. Hyunjin bisa bedakan rasa penasaran dan rasa cinta. Tau dengan pasti, dulu sangat cinta dengan Jeongin.
Kemudian sesuatu masuk ke dalam pikiran, menjadikan semuanya masuk akal. Hyunjin hela nafas, keesokan harinya,
Harus bisa lepaskan Jeongin.
-
"Je, selesai kuliah, kita ngomong bareng ya? Ada sesuatu yang mau kakak bilangin ke kamu."
Berkata pada saat mobil berhenti didepan kampus Jeongin, Hyunjin tatap sang kasih dengan senyuman yang dipaksaㅡberharap Jeongin tidak sadar tentang apapun yang terjadi di hati, walaupun jauh di dalam pikiran, Hyunjin sudah tau Jeongin pasti sadar.
"O-oh? Tumben kakak tiba-tiba gini, biasanya langsung ngomong." Nada suara Jeongin kikuk, disertai senyuman tidak selebar biasanya.
Kak Hyunjin pasti mau minta putus.
Jeongin berkata didalam benak. Yang tentu dilawan hati, berteriak kesakitan melawan kenyataan. Namun Jeongin redam seluruh kesedihan dengan harapan, bisa saja Kak Hyunjin mau membahas yang lain.
"Ya gak apa-apa, kan? Sudah sana, pergi kuliah. Kakak gak mau telat kerja." Bohong, Hyunjin berbohong. Sebenarnya ada niat lain, bukan pergi ke tempat kerja.
Sayangnya, Jeongin percaya dengan bualan sang kasih, atau mungkin pura-pura percaya?
"Huumm, oke. Jeongin pergi dulu ya kak! Love you!" Setelah berucap, Jeongin langsung turun, tapi telinga tetap mendengarkan kata balasan. Tidak ada, sama sekali tidak ada.
Hyunjin hanya tersenyum.
Ketika mobil Hyunjin menjauh, pelupuk mata Jeongin mulai berembun. Jeongin tau tadi Hyunjin berbohong. Mata menjelaskan semua. Tidak ada pilihan lain selain untuk menerima kenyataan, hubungan yang dikira baik akan kandas begitu saja. Hangus layaknya kertas dibakar.
Selama jam kuliah, Jeongin terus menerus ingin menangis. Tidak bisa fokus tentang apapun yang dosen suruh kerjakan. Pikiran selalu melayang ke Hyunjin, dan terus begitu.
Di benak menanyakan 'Apa menurut Kak Hyunjin aku sudah tidak menarik lagi?' 'Apa aku sudah tidak pantas lagi?'
Apa Kak Hyunjin bosan?
Jika bosan, maka Jeongin bisa putar semua memori mereka berdua, bisa jadikan bukti bahwa hubungan mereka tidak pernah jadi abu-abu. Tapi apa hanya Jeongin saja yang berpikir begitu? Apa sekalinya Hyunjin tidak merasakan hal yang sama dengannya?
Pertanyaan selalu membunuh hati jauh lebih cepat, Jeongin tidak suka rasa ini. Rasa yang membuatnya ingin jatuh, berteriak, menangis menumpahkan kesakitan yang dialami.
Saat jam kuliah habis, Jeongin tarik nafasnya. Ambil seluruh tenaga. Siapkan hati. Apapun nanti yang Hyunjin omongkan, Jeongin putuskan untuk ikuti saja. Memang terlalu cinta, hingga jadi buta. Jadi tidak bisa mengelak. Patuh terhadap sang kasih. Jeongin tau itu menyedihkan.
Ketika mobil sedan hitam berhenti didepan, pada saat Hyunjin turun dengan rambut berantakan, Jeongin lebur. Pertahanan yang dibuat tadi hancur. Diri tidak akan kuat.
"Nunggu lama ya, Je? Maaf tadi macet," Hyunjin ketawa sedikit dipertengahan kalimat, Jeongin tidak fokus dengarkan. Malah fokusnya tertuju pada aroma tubuh Hyunjin. Beda, bukan seperti biasanya. Aroma Hyunjin seperti mint yang dicampur musk, bukan lavender bercampur dengan cinnamon yang lembut. Itu juga bukan aromanya.
Karena gak ada jawaban, Hyunjin tatap Jeongin, yang natap balik dengan tatapan kosong.
"Je?" Hyunjin panggil, beberapa detik kemudian Jeongin baru sadar. Kepala sedikit dinaikkan, tanda mendengarkan. Sengaja suara dipendam, jika Jeongin keluarkan, bisa berakhir menangis dan Jeongin gak mau itu.
Lihat Jeongin seperti itu, Hyunjin jadi sadar bahwa sang kasih sudah tau apa yang akan dibicarakan. Sudah tau habis ini mereka tidak akan jadi 'kita' lagi, akan jadi 'aku dan kamu' saja. Ini buat Hyunjin jadi ngerasa sesak di hati, tau perilakunya sangat brengsek dengan cara seperti ini. Jadi tidak tega untuk lepaskan.
Tapi mau gimana lagi? Hyunjin tidak punya pilihan lain.
Tarik nafas, lalu lepaskan semuanya.
"Je, kakak mau ngomong sesuatu," Hyunjin sengaja jeda, sekarang tatapan fokus ke depan. Gak mau lihat muka Jeongin, apalagi matanya. Karena Hyunjin tau jika natap mata sang kasih, Hyunjin tidak akan bisa lepaskan seutuhnya.
"N-ngomong aja." Jeongin buka suara. Tapi suaranya sudah getar. Denger suara sang kasih begitu, Hyunjin remas stir mobil. Sekali lagi tarik nafas, dengan getir.
"Kita udahan ya? Sampai sini aja."

KAMU SEDANG MEMBACA
Leave It / Hyunjin, Jeongin
Fanfiction( completed ) jeongin and hyunjin will never be fine. → written in bahasa, bxb