03 : IF I SMILE
Jeongin buka pintu rumahnya, setelah diantar Hyunjin, setelah diputuskan. Langsung merosot jatuh, bersandar pada pintu yang telah ditutup. Lemas. Kepalanya pusing. Sangat pusing. Gak pernah nyangka, hubungannya kandas dengan cara seperti ini.
Matanya panas nahan tangisan. 7 tahun, apa itu gak ada artinya buat Hyunjin? Apa 7 tahun itu waktu yang singkat buat yang lebih tua untuk meninggalkan semuanya secara tiba-tiba?
Tadi malam Jeongin ingat mereka masih baik-baik saja. Ingat jelas bahkan kemarin Hyunjin menginap di rumahnya, bercanda ria hingga terlelap di sofa.
Sekarang Jeongin perhatikan sofa yang ada di ruang tamunya, perlahan jalan kesana. Pun menyesal karena aroma Hyunjin masih kuat. Memicu tangisannya pecah.
Benar benar menangis. Berteriak hingga suaranya serak. Tangannya remas sisi-sisi badannya dengan kuat. Sampai Jeongin bisa rasakan kuku menembus kulit, darah mengalir lewati kain hoodienya.
Nama Hyunjin keluar dari mulutnya berulang kali, ditengah-tengah teriakan kesakitan, tangis yang tidak berhenti mengalir.
"H-hyunjin, kenapa.. kenapa harus begini?!" Kesedihan berubah jadi kemarahan. Mengamuk, mengaum layaknya orang yang kesetanan. Semua barang jadi pelampiasan. Hancur di kaki, penggambaran hati dan hubungan.
Ketika salah satu ornamik kaca pecah, Jeongin lihat patahan kaca jadi menggoda. Seakan meminta untuk digoreskan di tangan.
Diangkat, sudah mengenai kulitnya, tergores sedikit, darah sudah ngalir perlahan. Aneh, Jeongin malah rasa senang. Bukan sakit. Tergoda untuk ngelakukan lagi, demi rasa senang yang tadi dirasakan, Jeongin bisa gores seluruh tangannya agar bisa luapkan kesedihan di hati.
Baru saja mau digoreskan lagi, handphone-nya berdering. Lihat siapa yang telfon. Beomgyu. Sahabatnya.
Hela nafas. Jeongin angkat karena Jeongin tau, diri butuh tempat untuk bercerita. Beomgyu memang satu-satunya sahabat dari dulu. Sudah jadi kepercayaan Jeongin untuk taruh berbagai rahasia.
"Halo? Jeong?"
"H-halo, gyu."
Suara Jeongin serak. Sangat serak.
"Loh?! Kamu habis nangis?! Kamu kenapa??"
Tuhkan. Belum aja Jeongin bilang apa-apa, Beomgyu sudah tau duluan.
"Gak apa-apa, gyu. Kamu kenapa telfon?"
Sengaja. Jeongin memang tidak mau menceritakan sebelum dipaksa. Bahkan memang dari awal, mana ada yang tau Jeongin pacaran. Terlebih lagi tau bahwa pacarnya Hyunjinㅡnotabenenya lulusan terkenal di kampus. Hebat, kan? 7 tahun pacaran, tidak ada yang tau kecuali orang tua kedua belah pihak.
"Gak, gak, gak. Kamu kasih tau dulu ke aku, kamu kenapa Jeong? Aku tau kamu bukan orang yang gampang nangis,"
Beberapa detik diam. Jeongin tarik nafas. Habis ini harus ceritakan dari awal ke Beomgyu. Harus bisa tahan tangisan.
"A-aku.. aku habis p-putus."
"HAH?! K-kamu pacaran? Terus putus?! Why don't you tell me?!"
Reaksinya ketebak. Sudah tau pasti seperti itu. Jika Jeongin diposisi Beomgyu, dirinya juga akan berlaku sama.
"Iya, m-maaf, gyu. It's been 7 years since i dated him, dan tadi, d-dia,"
Cukup. Tidak bisa tahan tangisan. Pecah, semuanya pecah. Jeongin nangis yang didengarkan oleh Beomgyu, yang mulai panik dengar sahabatnya menangis meraung-raung.
"O-oh no, calm down, Jeong, kalau kamu gak bisa cerita gak apa-apa."
Itu malah justru buat Jeongin semakin ingin cerita. Diri tidak suka begini, terlalu lemah. Masa hanya bercerita langsung nangis, tidak masuk akal. Jeongin benar-benar benci.
"Gak, a-aku bisa. Dia putusin aku secara sepihak, gyu. Sepihak. Benar-benar gak ada angin gak ada apiㅡhiksㅡaku bahkan gak tau aku salah apa,"
"Brengsek. Dia cowok brengsek, Jeong. Gak pantas kamu nangisin gini, udah ya? Tenang-tenang dulu, bayik! Ayo semangat, cowok itu bukan segala galanya di dunia ini!"
Jeongin jadi mikir, kalau bukan karena Beomgyu, mungkin Jeongin sudah tinggal nama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leave It / Hyunjin, Jeongin
Fanfic( completed ) jeongin and hyunjin will never be fine. → written in bahasa, bxb