5. Sebuah harapan?

1.5K 218 28
                                    

Hari itu, kita akhirnya bertemu lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari itu, kita akhirnya bertemu lagi. Di tempat yang beberapa minggu yang lalu sempat kita rencanakan.

Aku duduk di belakangmu. Membonceng motor maticmu. Seperti beberapa bulan yang lalu saat kita pertama kali bertemu kembali.

Hari itu, harum parfummu masih sama. Tidak berubah, masih sangat membuatku kecanduan. Aku tersenyum di sepanjang perjalanan, aku baru sadar jika jaket yang kita kenakan sama- tidak persis namun cukup membuat orang-orang mengira kita ini couple.

Oh, apa mungkin karena kita telah ditakdirkan bersama hingga pakaian kita pun bisa senada begini?

Hahaha. Tidak, tidak. Kata-kata itu amat sangat terdengar cringe. Aku bahkan hanya menganggap ini sebuah kebetulan yang menguntungkanku.

Ya, menguntungkanku saja karena hanya aku yang senang memikirkan hal-hal kecil seperti; jaket kita yang senada ini.

Min Yoongi, sungguh. Sekali saja, tolong biarkan aku senang lebih lama dari biasanya. Hanya memandangmu, melihatmu tersenyum- bahkan tertawa karena candaanku itu lebih dari cukup.

"Gimana kabar skripsimu?" tanyamu setelah kita terdiam cukup lama ketika sate taichan yang kita pesan sudah habis.

"Yaaah- nggak ada peningkatan signifikan. Dosen susah ditemuin. Lagian galak juga. Aku suka takut mau bimbingan lagi."

Kamu tertawa, "kenapa takut? Dia pernah gigit kamu ya? Hahaha-"

Aku pun ikut tertawa mendengar jawabanmu, "Nggak gigit sih- cuma-"

"Cuma?"

"Kadang kalau aku bimbingan. Mukanya berubah jadi mendung banget- tau kan gimana? Ya pokoknya mukanya jadi gelap banget kayak seakan pengen langsung hujanin skripsianku aja biar aku nggak usah jadi anak bimbingannya!" tanpa sadar, aku jadi lebih berisik dari biasanya.

Awalnya kamu terdiam beberapa detik setelah aku menyelesaikan kalimatku. Namun, kemudian kamu terkekeh kencang sampai beberapa orang yang juga ada di tempat makan itu menoleh bingung ke arah kita. Aku tebak, kamu pasti kesusahan mencerna kalimat super absurdku.

"Hahahaha kamu kok lucu banget? Makannya apa?!"

Oh, ternyata kamu bisa gemas juga ya?

"Makan nasi, sayur, lauk, tambah kerupuk juga biasanya. Memang kamu makannya beda, ya? Makan orang?"

Kamu tertawa lagi. Ini memang kamu yang terlalu senang tertawa apa bagaimana, sih? Padahal aku tidak ada niat untuk melucu.

"Iya, makan orang lucu kayak kamu!"

Ya, jelas. Pipiku memerah seperti tomat busuk. Sial, jantungku tidak sedang baik-baik saja.

"O-oh, habis ini mau kemana lagi? Pulang?" tanyaku, mengalihkan pembicaraan agar suhu panas di pipiku menurun.

"Mau kopi? Nongkrong di tempat aku biasa kesana?"

Wow.

Jawaban yang tidak aku duga-duga sebelumnya. Aku kira dia akan menjawab pulang saja karena tidak mau berlama-lama denganku. Tapi, dugaanku salah- ternyata, kamu juga ingin lebih lama denganku. Persis seperti apa yang juga aku inginkan.

Di kedai kopi itu, kamu yang lebih banyak berbicara, sedangkan aku sibuk mendengarnya dengan seksama. Kamu bercerita tentang segala hal yang terlintas di kepalamu. Tentang wisudamu, teman-temanmu, lowongan pekerjaan, dan juga kisah horor yang membuat kita terasa semakin dekat.

Hari itu, aku benar-benar merasa bahagia. Lebih bahagia dari hari-hari biasanya.

"Terima kasih, ya?" Katamu.

Aku cukup bingung, "Untuk?"

"Untuk malam ini." Aku langsung ingat, waktu itu kamu tersenyum sangat manis sekali.

Aku mengangguk saja. Bingung akan membalasnya seperti apa. Jantungku masih belum baik-baik saja.

Saat aku baru saja akan melangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam rumah, kamu berteriak nyaring yang langsung membuatku mau tidak mau berbalik lagi untuk melihatmu.

"Hei! Kopi yang kamu minum tadi bisa bikin susah tidur, lho!"

"Beneran?"

"Iya!"

"Lalu gimana?"

Kamu malah terkekeh, "ya nggak gimana-gimana. Cuma bilang aja. Kalau kamu beneran nggak bisa tidur, nomorku aktif 24 jam!"

"Haaa?" sepertinya aku memang orang paling bodoh sedunia. Perkataan seperti itu saja tidak paham, bagaimana mau mengambil hatimu jika begitu saja tidak mengerti?!

"Hahaha enggak apa-apa. Udah sana masuk. Nanti kalau beneran nggak bisa tidur- telepon, line, video call-ku aktif 24 jam!"

"Kamu buka layanan buat nemenin orang gabut memang? Berapa tarifnya per-jam?"

"Iya, mulai malam ini buka buat nemenin kamu ngobrol. Mumpung masih gratis, kamu boleh telepon aku sepuasmu. Kalau hari senin biasanya harga naik!"

Dan setelahnya, masih terlalu aku ingat, kamu lalu pamit untuk pulang. Berjalan mendekatiku dulu, menyalamiku lagi dengan gaya anak muda pada umumnya, "aku pulang dulu, ya! Kamu hati-hati masuk rumahnya!" lalu dengan sigap, tanganmu mengacak-acak rambutku, terkekeh kecil dan langsung kabur dari hadapanku.

Hei,

Mana bisa seperti itu?

Kenapa kamu langsung pergi ketika jantungku rasanya mau copot?

Yoongi, serius, kamu tidak seharusnya mengacak-acak rambutku seperti itu, itu sama saja menjerumuskanku untuk semakin jatuh cinta. Kamu memang hanya mengacak rambutku saja, tapi apa kamu juga tahu bahwa hatiku yang malah berantakan?

Tolong jangan pernah acak-acak rambutku lagi, aku takut semakin jatuh cinta saat kamu sedang bercanda.

[]

/buat yang masih bingung sama cerita ini. Jadi, ini semacam diary si 'aku' untuk ceritain semua tentang Yoongi dari awal ketemu lagi sampai akhir kisah nanti. Ini tuh semacam kejadian udah lama terjadi tapi sama si 'aku' diceritain kembali.

Pokoknya cerita ini satu kesatuan nyambung terusssss. Kalau memang masih bingung, ketuk komen atau dm aja biar aku bisa jelasin lebih detailnya!💜/

✔️ Love is (not) over.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang