DELAPAN

7 2 0
                                    

Sofya memandang keluar ke arah jendela kamar. Memikirkan banyak hal. Menyesali semua waktunya. Sofya berharap ada yang membangunkan, dan mengatakan bahwa ini semua hanyalah mimpi belaka.

Sofya rindu rumahnya. Rindu ayahnya. Rindu adik-adiknya. Rindu kebiasaannya. Rindu semua hal tentang hidup sebelumnya. Sebelum ada ikatan dalam dirinya.

"Kamu sangat kuat . Aku mengabaikanmu, kamu bertahan. Aku mencobanya berkali-kali. Kamu hidup dengan baik. Bahkan lebih sehat. Aku depresi. Jangan siksa aku lagi. Aku bahkan tidak pernah perduli."  Sofya meraung dalam kesendirian. Meratapi kesialan atau justru anugerah yang ada dalam perutnya sekarang.

Delapan bulan waktu yang ia habiskan tanpa bisa bercerita kepada siapa pun tentang kehamilannya. Aktif dibdalam organisasi  membuatnya tidak banyak dicurigai tentang kehamilannya. Mungkin sebagian orang tahu, namun Sofya tetap menguncinya rapat-rapat dan bersifat  masa bodo seperti hari-hari biasanya.

Sore hari tiba, sekitar jam 3 sebelum Ashar. Adik-adik Sofya menjenguknya. Sofya kegirangan, walau masih terlihat raut kecewa di mata adik keduanya. Adik keduanya bahkan sama sekali tidak perduli dengan pernikahan itu. Sedang adik ketiga sering berbicara "Makanya jangan hamil duluan."  percaya atau tidak, Itu rasanya lebih perih, apalagi terucap dari seorang yang sedarah denganmu. 

Tidak. Adiknya itu tidak salah. Sofyalah yang seharusnya sadar diri, Sebagai anak pertama dia adalah panutan. Jika akhirnya dia mendapatkan cercaan dan hinaan dari sekandungnya itu dirasa sangat wajar. Jika bisa menjaga diri, kenapa harus menjadi murahan untuk dijamah? Egois. Lemah.

"Kakak celanamu basah. Bau. Pipis di  celana, yah?" Adik ketiganya yang bernama Awan itu menegur.

"Kalian lebih baik pulang. Sudah sore. Hujan akan turun," tegur Sofya. Bukan bermaksud mengusir, namun perasaannya memang tidak enak.

Setelahnya kedua adiknya pamit. Tanpa sofya sadari sedari tadi Ayah mertua memperhatikannya.

Perut sofya kembali sakit. Datang sebentar lalu pergi. Usia kandungannya masih delapan bulan, bukannya terlalu cepat jika dirinya harus melahirkan sekarang? Percayalah Sofya bahkan tidak tahu apa pun tentang kehamilan dan melahirkan, atau apapun itu.

"Kak, perutku sakit," racaunya pada Alba.

Alba masih enteng dengan memijiti Sofya seperti biasa. Lama kelamaan perut Sofya semakin sakit. Alba kelabakan memanggil ibunya.

"Mungkin sudah waktunya melahirkan."

Alba segera meminta air doa sesuai anjuran ibunya.
Setelahnya mereka pergi berjalan menuju klinik terdekat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang