Chapter 10
Chanyeol dan Baekhyun menyelinap pergi dari rumah sakit jiwa yang mereka tempati. Seperti biasa, mereka akan memanfaatkan pohon di taman untuk dapat melewati tembok tinggi yang menjadi penghalang jalan mereka untuk keluar dari rumah sakit itu.
"Eum."- ucap Chanyeol sambil menjulurkan tangan kekarnya kearah Baekhyun. Baekhyun yang paham akan maksud dari Chanyeol pun segera meraih tangan pria jangkung itu tanpa pikir panjang.
Chanyeol sudah menuruni tembok itu terlebih dahulu dengan tali yang ia bawa dan ia sematkan di dahan pohon yang menurutnya paling kuat. Lalu Baekhyun pun menuruni tali itu dengan bantuan Chanyeol. Tanpa diduga, dahan yang digunakan Chanyeol untuk menyangkutkan tali tersebut patah sehingga Baekhyun yang sudah hampir sampai di tanah itu pun akhirnya terjatuh menimpa Chanyeol yang ada dibawahnya membuat Chanyeol langsung menampakkan wajah kesakitannya sekarang.
"Argh."
Chanyeol yang masih kesakitan menatap Baekhyun yang menampilkan wajah terkejutnya tepat di atas tubuhnya. Posisi mereka sangat intim sekarang, sehingga dengan sedikit pergerakan saja, bibir mereka mungkin akan bisa bersentuhan.
Baekhyun yang menyadari hal tersebut segera mengangkat tubuhnya dan menyingkir dari atas tubuh kekar milik Chanyeol.
"Mi..mian."
Chanyeol tersenyum lembut. Wajah Baekhyun yang tersipu tampak begitu manis dimatanya. Namun bukan Chanyeol namanya jika ia tak berbuat jahil dan mengerjai pria imut nan manis dihadapannya ini. Chanyeol menjulurkan tangannya kearah Baekhyun.
"Punggungku sakit, bantu aku bangun."
Baekhyun yang memang jauh lebih mungil darinya pun berakhir dengan kesulitan mengangkat tubuh besarnya. (Nggak tahu diri emang CY!) Dan saat Baekhyun masih berusaha keras untuk dapat mengangkat tubuh si jangkung, si jangkung itu justru dengan tiba-tiba berdiri dan menarik tangan Baekhyun hingga tubuh Baekhyun condong ke depan dan tanpa sengaja, bibir mereka benar-benar bersentuhan kali ini. (Eh, apa sengaja ya? Akal bulus emang CY.)
Keduanya saling melotot tak percaya, menatap satu sama lain. Baekhyun lagi-lagi menjadi yang pertama melepaskan kontak fisik mereka.
"Ah, mian. Itu... Kau tahu kan, aku tidak sengaja. Haha."- ucap Chanyeol dengan senyum bodohnya.
Baekhyun hanya memalingkan wajahnya malu-malu tanpa repot-repot menjawab kalimat yang dilontarkan oleh si telinga caplang. Chanyeol tersenyum kembali, tangan besarnya kali ini sudah mulai lancang untuk meraih tangan lentik milik lelaki mungil dihadapannya, tak cukup disitu, ia pun menautkan jari jemari mereka dan menggandeng tangan itu agar si pemilik mengikutinya, berjalan berdampingan dengannya. Tanpa mereka sadari, seseorang mengamati mereka dari kejauhan.
'Pergilah kalian. Pergi sejauh mungkin dan jangan pernah kembali. Aku akan melindungi kalian.'- batin Yixing yang menatap kepergian kedua pasiennya itu.
.
"Kalian sudah siap?"- Kyungsoo.
"Ne, hyung!"- ucap Kai dan Sehun kompak.
"Bagus, ayo segera pergi dan kosongkan markas. Ingat untuk tidak meninggalkan barang bukti apapun."
"Siap, hyung!"
"Hyung, kau tak perlu khawatir karena si hitam bodoh ini membawa semua barang miliknya bahkan sikat gigi dan dalamannya. Hahaha."
Mendengar itu Kai pun langsung mendaratkan tangannya dengan kasar ke kepala dongsaengnya itu.
"Awas saja kalau sampai kau lupa meninggalkan sesuatu yang penting disini. Aku akan menghabisimu nanti!"- Kai.
"Aku memang meninggalkan sesuatu yang paling penting dalam hidupku disini."- ucap Sehun sambil menunjukkan wajah sedihnya hingga membuat kedua hyungnya mengerutkan alisnya penasaran.
"Luhan hyung, aku meninggalkannya. Aaarrrggghhhh!!! Tidak bisakah kita membawanya bersama kita?"
Melihat tingkah bodoh dongsaengnya itu Kai memasang wajah seolah ingin muntah, sedangkan Kyungsoo memasang wajah jengahnya.
"Apa? Apa, huh? Kalian iri?"
Plak!
Lagi, sebuah pukulan diterima oleh Oh Sehun. Benar-benar maknae yang malang.
"Berisik! Ini sudah bagian dari rencana. Lagipula Siwon hyung akan terus mengawasinya dan melindunginya. Kau tidak perlu cemas."- Kyungsoo.
"Ah, maja. Bisakah aku bertukar misi dengan Siwon hyung?"
"Ya! Neo michyeosseo?"- ucap Kai dengan mata yang melotot tajam.
"Gurae, lakukan. Kau akan bertukar peran dengan Siwon hyung."-Kyungsoo
"Jinja?"- ucap Sehun sumringah, sedangkan Kai menampakkan wajah herannya pada hyungnya tercinta disana.
"Eum, lakukan. Maka riwayat kita semua akan tamat. Luhan dan kau akan bersama, tapi tidak didunia ini lagi. Dan kita akan menyusulmu secepat kau berjalan kealam lain. Kau mau? Jika kau mau maka lakukan."- ucap Kyungsoo dengan wajah mengerikan yang membuat Sehun menciut seketika.
Kai yang melihat itu tidak bisa menyembunyikan tawanya. Sungguh wajah Sehun yang ketakutan hanya karena si mungil Kyungsoo adalah wajah terkonyol dan terlucu yang pernah dia lihat.
"Sudahlah, segera kemasi barang kalian dan pergi dari sini. Orang suruhan Jongdae hyung sudah menunggu didepan. Jangan membuat mereka menunggu terlalu lama."
"Arrasseo."
.
"Dokter Yixing!"
"Wae? Kenapa kau panik suster Jung?"
"I..Itu. Tuan Park Chanyeol dan Byun Baekhyun. Mereka, mereka tidak ada dikamarnya."
Lay menghela nafasnya pelan. Entah apakah jalan yang ia pilih ini benar atau salah.
.
'Tok tok tok'
"Masuk!"- ucap Jumyeon dari dalam ruangannya.
"Komandan, Tao bilang anda mencari saya. Ada yang bisa saya bantu?"
"Eum. Aku perlu bantuanmu, tapi kali ini sedikit pribadi dan tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kita. Atau...mungkin juga ada."
Kris nampak kebingungan melihat komandannya yang sedikit termenung dan nampak tak jelas dalam menyatakan perintahnya. Biasanya Jumyeon merupakan orang yang tegas.
"Ini tentang Lay, kau ingat?"
"Lay? Ah, tunangan anda dulu?"
"Eum. Pria yang kita temui kemarin di rumah sakit jiwa, dokter Yixing. Dia adalah Lay. Tao mengenalnya dengan baik, jadi kau bisa menanyakannya padanya jika kurang jelas akan sesuatu. Tapi kali ini, aku ingin kau mengawasinya. Ani, lebih tepatnya melindunginya dari jauh."
Ucap Jumyeon sambil menatap kosong kearah meja kerjanya. Dilihat dari sikap Jumyeon sekarang, Kris paham benar bahwa Jumyeon kini sedang merasa bersalah pada pria manis itu.
"Saya akan melakukannya. Tapi maaf jika saya lancang. Komandan, apakah... apakah anda berniat memperbaiki hubungan anda dengannya? Atau anda...ingin kembali padanya?"
"Entahlah. Bahkan jika aku ingin kembali, dia mungkin sudah sangat membenciku sekarang. Kesempatan itu sudah tidak ada lagi bagiku. Aku mungkin hanya pria brengsek dimatanya, dan itu adalah karma bagiku."- ucap Jumyeon dengan senyum miris dan tatapan kosong yang lagi-lagi dia tujukan pada meja tak bersalah dihadapannya.
Ya, seandainya saja Jumyeon bisa memutar kembali waktu, maka ia akan bersumpah untuk menjaga Yixing agar tetap berada disisinya dan tidak akan melepaskannya. Namun kalimat 'andai' hanya berlaku jika sesuatu itu tidak dapat terjadi dan hanya ada dalam angan-angan. Nyatanya kini, ia kehilangan orang yang pernah menjadi dunianya.
.
"Hyung, kau datang?"- ucap Kai menyambut Chanyeol yang baru saja sampai ke markas baru mereka.
"Eoh, Baekhyunie hyung juga datang?"- kata Sehun sok akrab.
Baekhyun hanya tersenyum manis pada Sehun dan entah kenapa hal itu membuat Chanyeol kesal hingga ia memukul kepala kedua adiknya itu dengan kasar.
"Aww! Apeuda! Yak! Hyung!"
"Aigoo! Itu pukulan rinduku untuk kalian. Jadi bagaimana heum? Kalian bekerja dengan baik kan selama ini?"- ucap Chanyeol sambil memeluk kedua adiknya itu dengan gemas. Namun Kai dan Sehun tahu, bahwa Chanyeol kini sedang cemburu pada seseorang dan hal itu membuat keduanya menahan tawa.
.
"Hyung! Baekhyun hyung! Duduklah disini, disebelahku. Aku sudah membersihkannya. Silahkan tuan putri."- Kalimat Sehun barusan sukses membuat pria bertelinga caplang dihadapannya menampilkan death glarenya dan Sehun justru menampilkan smirk nakal khas miliknya.
"Abaikan albino bodoh itu, kau duduk disini denganku!"- ucap Chanyeol tegas.
"Aih, kau tidak boleh seperti itu hyung. Kau seperti orang jahat yang tidak menghargai kerja kerasku."- ucap Sehun dengan pout andalannya.
"Yak! Neo..."
"Hsst... Sudah. Jangan bertengkar. Kalian sudah lama tidak bertemu, kan? Jangan bertengkar seperti ini. Aku bisa duduk diantara kalian berdua."- ujar Baekhyun yang membuat semua orang disana tercengang. Bagaimana tidak? Ini pertama kalinya mereka mendengar suara Baekhyun dan sungguh, suara Baekhyun itu sangat lembut didalam pendengaran mereka.
"Ah, i..itu. Baekhyun benar. Hentikan sikap kekanakan kalian dan nikmati makanannya. Setelah itu ayo kita segera membahas tentang pekerjaan."- Lihat, Kyungsoo saja berubah menjadi pribadi yang canggung saat mendengar suara Baekhyun.
Sesaat kemudian, tidak ada lagi yang berbicara dan mereka pun makan dengan tenang.
.
"Dokter, orang itu kembali lagi. Dia menanyakan keberadaan pasien Chanyeol dan kali ini dia membawa surat tugas. Apa yang harus kita lakukan? Pasien Chanyeol dan pasien Baekhyun belum kembali juga hingga sekarang, jika berita ini tersebar maka reputasi rumah sakit akan hancur."
"Suster Kim, tenanglah. Sekarang, bawa aku kepada mereka."
"Ne, uisa nim."
Sesampainya Yixing diruangan besuk, Yixing kembali dipertemukan dengan Jumyeon. Yixing menghela nafasnya. Ia tahu bahwa setelah pria itu menemukan keberadaannya, maka hidupnya akan kembali kelam seperti saat itu karena Jumyeon pasti tidak akan menyerah begitu saja. Namun melihat bahwa pria itu masih berani menunjukkan batang hidungnya dihadapannya membuat perasaan Yixing menjadi kembali memburuk. Dan lagi-lagi, Yixing harus berpura-pura tegar dihadapan pria ini.
"Ada yang bisa kami bantu tuan?"
"Lay ah."- Jumyeon langsung memposisikan dirinya berdiri ketika melihat keberadaan Yixing.
"Tolong panggil saya dokter Yixing."
"Lay, aku..."
"Maaf tuan, untuk saat ini pasien Chanyeol sedang menjalani terapi dan sedang istirahat karena pengaruh dari obatnya. Dan walinya akan segera membawanya pulang karena keadaan beliau sudah jauh lebih baik sekarang. Jadi lebih baik anda kembali dan meminta ijin keluarganya untuk menemuinya."
Jumyeon yang sudah lelah dengan sandiwara Lay, langsung menarik tangan pria manis itu, berniat membawanya untuk berbicara ditempat yang hanya ada mereka berdua disana.
"Tuan, lepaskan saya! Saya sedang bekerja sekarang, jika anda seperti ini maka saya akan meminta bantuan satpam untuk..."
"Lakukan! Jika kau ingin meminta bantuan satpam atau ingin menyakitiku dengan tanganmu sendiri, lakukan! Aku tidak akan melawan dan akan menerimanya."- ucap Jumyeon putus asa namun pegangannya pada pergelangan tangan Lay semakin menguat.
Nyatanya, Lay tetaplah Lay yang dulu. Ia tidak akan bisa melihat tatapan Jumyeon yang penuh dengan kesedihan seperti saat ini. Hatinya akan meluluh jika sudah berurusan dengan pria satu itu.
"Aku akan segera kembali, tolong jaga pasien kita saat aku pergi."- ucap Lay kepada susternya dan ia pun mengikuti kemana Jumyeon membawanya.
.
Didalam sebuah mobil jeep besar yang sedang melaju dengan kecepatan diatas rata-rata itu, nampaklah dua orang pria dimana salah satunya sedang membagi fokusnya antara mengemudikan kendaraannya dan mengamati pria yang kini ada disisi bangku penumpang. Sementara sosok pria yang diperhatikan justru asik memandangi pemandangan luar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Hhhh..." Jumyeon menghela nafasnya. Lay menyadarinya, namun ia memilih seolah-olah dia tak mengetahui apa-apa. Jumyeon segera membelokkan mobil itu dengan kasar dan memasuki sebuah kawasan asri yang cukup terpencil dan tidak banyak diketahui orang. Ya, karena terdapat gedung kosong yang tampak menakutkan di depan sana, membuat orang-orang takut untuk memasuki kawasan ini, padahal dibalik gedung tua itu terdapat pemandangan indah yang sayang untuk dilewatkan. Seperti yang Lay lihat sekarang, terdapat pepohonan lebat dihadapannya, ditambah perkebunan anggur yang menyejukkan mata dan ada pula danau buatan disebelah kanannya yang mana menjadi tempat bermain para angsa yang tampak riang berenang disana.
Melihat pemandangan indah ini, tak terasa sudut bibir Yixing terangkat. Senyum tipis berhasil terpatri dibibir tipis itu, dan pria manis itu perlahan menutup matanya untuk menghirup udara segar, tak ingin menyia-nyiakan keasrian tempat ini.
Melihat Lay yang tersenyum manis dengan lesung pipi yang menggemaskan itu membuat sudut bibir Jumyeon ikut terangkat. Ia mulai memberanikan diri menyentuh tangan pria yang disayanginya itu.
Mendapat sentuhan tiba-tiba itu, tentu saja Lay terperanjat kaget. Untuk sesaat, ia lupa bahwa seseorang yang dulu pernah menyakitinya kini duduk tepat disampingnya.
"Lay ah..."
"Lapaskan!"- Lay langsung menarik tangan miliknya yang sedang digenggam Jumyeon dan segera membuka pintu mobil itu, namun tangan Jumyeon lebih cepat untuk mencegah tangan lembut itu melakukan aksinya.
"Kumohon, dengarkan aku kali ini saja."
Lay lagi-lagi menutup matanya dan kembali menghela nafasnya berat.
"Jumyeon ssi, jika kau ingin membicarakan sesuatu denganku maka bicarakanlah tentang pekerjaan. Karena diantara kita tidak ada yang perlu dibicarakan lagi selain hal itu. Dan tolong jangan melakukan hal seperti itu lagi. Kita tidak sedekat itu untuk bebas melakukan skin ship satu sama lain, itu tidak sopan."
Lay segera berbalik badan untuk lagi-lagi mencoba membuka pintu mobil sialan itu.
"Lay, maafkan aku. Aku... Aku tidak bermaksud untuk selingkuh darimu. Aku hanya..."
Kini setetes air mata berhasil lolos dari pupil mata Lay akibat perkataan Jumyeon. Ia kembali mengingat momen yang sangat menyakitkan dan menyesakkan antara dirinya dan pria dihadapannya ini dan ia tak bisa lagi menyembunyikan sisi rapuhnya setiap kali mengingat hal itu.
.
Flashback On
"Sayang... Buka pintunya!"
Mendengar itu pria manis yang tengah tertidur didepan televisi langsung membuka matanya dan setelah dia mengembalikan kesadarannya, ia langsung berlari untuk membukakan pintu apartementnya.
'Ceklek' (suara pintu terbuka)
"Kau pulang? Aigo, kenapa kau mabuk seperti ini eoh?"- Ucap Lay sambil memapah calon suaminya itu kearah tempat tidur mereka.
Lay segera menyalakan lampu kamarnya dan disaat ia memalingkan wajahnya kearah calon suaminya itu, ia melihat tunangannya itu terkapar tak sadarkan diri seperti biasanya. Namun bukan itu yang menarik perhatiannya, melainkan beberapa bercak noda lipstick yang bersarang di kemeja tunangannya itu.
Sebenarnya ini bukan hal baru baginya dan dia sudah menduganya sejak dirinya mencium bau parfum wanita saat ia membukakan pintu untuk Jumyeon tadi. Namun kali ini ada yang berbeda, tak hanya parfum dan bercak lipstik, tapi dia juga tak bisa menemukan cincin tunangan mereka dijari manis Jumyeon.
Dulu, Lay selalu berfikir bahwa setidaknya selama cincin itu masih bertengger di jari manis Jumyeon, maka pria itu masih menghargai hubungan mereka dan masih memikirkan dirinya saat dia melakukan kesalahan itu. Dan karena itu, dia memaafkannya. Namun kali ini, cincin itu tidak ada. Prianya melepas cincin berharga yang menjadi pengikat hubungan mereka, dan itu artinya Jumyeon sudah tidak menganggapnya ada. Jumyeon melupakannya.
"Eugh."- Jumyeon menggeliat tidak nyaman.
Lay yang melihat itu segera menyeka air matanya dan mengambil handuk yang ada dilemari. Ia lalu kedapur untuk mengambil baskom dan mengisinya dengan air. Dan setelah selesai pria manis itu segera duduk ditepian kasur untuk membasuh tubuh lengket tunangannya. Namun, saat tangannya hampir menyentuh tubuh Jumyeon, sekujur tubuhnya tiba-tiba bergetar. Air mata kembali menyentuh pipinya saat menatap calon tambatan hatinya itu. Dan lagi-lagi, apa yang bisa dilakukannya hanyalah menyeka air matanya dan mendaratkan handuk basah yang ada ditangannya ketubuh Jumyeon. Mengabaikan rasa sakit yang bersarang dihatinya.
.
Pagi sudah datang, dan suara alarm jam yang ada di ruang kamar itu membangunkan sesosok pria yang tengah tertidur pulas disana. Dengan mata yang masih tertutup, Jumyeon mencoba meraih jam yang ada dimeja nakas dan mematikan alarmnya. Jumyeon melihat sekelilingnya, tidak ada tanda-tanda kehadiran tunangannya disana. Ia pun mencoba bangkit dari kasur miliknya, bermaksud untuk mencari keberadaan tunangannya.
Lay disana.
Tertidur disebuah sofa yang terletak di depan ruang tv mereka.
Suho mendekat, mencoba membangunkan tunangan manisnya. Namun saat ia melihat lebih jelas kearah mata pria manis yang masih dihiasi dengan sisa-sisa air mata itu, Jumyeon tahu bahwa si pria manis ini baru saja tertidur setelah terlalu lama menangis. Secuil rasa bersalah bersarang didalam hatinya. Untuk itu, iapun memutuskan untuk membiarkan pria manis itu tidur lebih lama lagi dan pergi kedapur untuk menyiapkan sesuatu yang bisa mengisi perut mereka berdua. Ya, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menebus rasa bersalahnya.
.
Lay membuka kedua matanya yang masih sembab dan basah dengan air mata. Ia melihat ke arah jam yang kini menunjukkan pukul tujuh pagi.
'Gawat! Aku ketiduran!' - batinnya.
Pria manis itu segera bangkit untuk menyiapkan keperluan dirinya dan tunangannya, padahal dia baru saja tertidur selama dua jam semalam. Ia tidur satu jam sebelum Jumyeon pulang, dan tadi pagi pukul enam ia baru saja tertidur karena terlalu lelah menangisi sang tunangan.
.
"Pagi, sayang."- Jumyeon.
"K..kau sudah bangun?"
"Eum. Kemarilah. Aku sudah menyiapkan sup untuk kita."
Lay terkejut, bukan saja karena ia mendapati Jumyeon yang sudah bangun tapi juga karena tunangannya itu menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Ini benar-benar tidak seperti Jumyeon yang biasanya. Jumyeon yang ia kenal baru akan bangun jika yang ia membangunkannya dan akan melewatkan acara sarapan bersama dengan alasan ia sedang buru-buru menuju ke kantornya.
Lay memutuskan untuk duduk dan mengambil semangkuk sup yang sudah disiapkan calon suaminya itu. Ia mencoba memakannya walaupun ia tak memiliki nafsu makan sama sekali. Disaat suasana hatinya hancur seperti saat ini, bahkan makanan favoritnya pun akan terasa seperti belati yang akan mengiris-iris lidahnya.
Lay melirik sedikit kearah jari manis Jumyeon. Jumyeon menyadarinya, dan ketika pandangan mereka bertemu Lay buru-buru menelan makanan yang ada dimulutnya dan tersenyum kearah tunangannya itu.
"Kau tidak sedang buru-buru?"-ucapnya menampilkan dimple dipipinya.
"Kali ini tidak."
Lay mengangguk mengiyakan kalimat calon suaminya.
"Apa yang kau inginkan untuk makan malam hari ini?"
Seperti biasa, Lay akan selalu menanyakan tentang makanan yang diinginkan Jumyeon untuk makan malam nanti, berharap tunangannya itu akan menemaninya sekedar untuk makan malam. Namun tentu Lay tahu pasti jawabannya.
"Sayang, kau tidak perlu repot-repot. Sepertinya aku akan sibuk hari ini. Aku akan pulang telat lagi. Makan dan tidurlah lebih dulu. Tidak perlu menungguku."
Lay kembali memaksakan senyumnya. Sugguh ia takut sekarang. Ia takut jika ia tidak berlaku seperti biasanya, maka calon suaminya itu akan benar-benar pergi meninggalkannya. Ia hanya ingin bersama dengan pria itu. Walaupun itu harus dibayar dengan rasa sakit yang akan menusuknya setiap hari.
"Eum. Baiklah. Aku mandi dulu kalau begitu. Aku sedang buru-buru. Sepertinya aku akan berangkat duluan. Kau tak apa?"
"Eum."- ucap Jumyeon sambil tersenyum.
Melihat itu Lay segera pergi menuju kamar mandi. Ya, sebenarnya itu hanyalah sebuah alasan semata. Yang ada dipikiran Lay saat ini hanyalah untuk segera pergi dari hadapan pria ini.
Seperginya Lay, Jumyeon melihat kearah jari manisnya dan menyadari kebodohannya. Bagaimana bisa ia menghilangkan cincin tunangan mereka yang berharga? Jumyeon benar-benar pria terbodoh didunia ini. Ia segera pergi untuk mencari kembali cincin yang tak tahu ia letakkan dimana.
.
Jumyeon masih belum juga menemukan cincinnya dan jam sudah menunjukkan pukul 07.20.
Ia harus segera bersiap jika tidak ingin terlambat bekerja, namun Lay masih dikamar mandi. Ia pun menghampiri pintu kamar mandi milik mereka berdua, bermaksud memberitahu Lay agar pria mungil itu menyelesaikan ritual mandinya dengan segera. Namun saat jemarinya akan menyentuh pintu itu, sebuah suara isak tangis terdengar dengan jelas disana.
Jumyeon membeku.
'Apa yang sudah aku lakukan?' Batinnya.
.
Hari sudah beranjak malam. Lay pulang sedikit larut hari ini dan juga sedikit mabuk. Ia baru saja akan membuka pintu rumahnya dan menemukan tangan seseorang yang mencoba mencegahnya.
"Kau mabuk?"- Jumyeon.
"Ah, suamiku dirumah. Kenapa kau dirumah? Biasanya kau akan pulang pagi buta?"
Jumyeon merasa tertusuk dengan kalimat tunangannya barusan. Ia merasa menjadi pasangan yang paling buruk bagi Lay.
"Ayo masuk."- ucap Jumyeon meraih tangan Lay dan memapahnya menuju kamar mereka berdua yang kini sudah jarang ditiduri oleh tunangannya itu. Ya, Lay sekarang lebih sering tidur disofa daripada dikasur mereka. Lagi, kenyataan itu seolah menampar Suho. Pria itu mengelus-elus rambut Yixing yang kini tengah terbaring dihadapannya. Perasaan bersalah semakin merasuki hatinya.
"Jumyeon, Kim Jumyeon. Apa kau bahagia bersamaku?"- gumam Lay sambil masih memejamkan matanya.
"Jumyeon ah, saranghae. Kau kemana saja, Jumyeon ah? Bogoshipeo."
Bahkan disepanjang tidurnya, Lay terus menggumamkan namanya.
Betapa berdosanya Jumyeon membiarkan calon istrinya seperti ini. Suho meneteskan air matanya. Ia begitu sakit mendapati tunangannya hancur seperti ini, terlebih lagi dialah alasan dibalik hal itu. Ia benar-benar bodoh! Padahal dirinya sudah sangat beruntung bisa mendapatkan pria manis itu, dan sekarang ia justru menyia-nyiakannya.
"Maafkan aku, Lay. Maafkan aku."- Ucapnya secara terus menerus sambil menangis hingga sebuah suara bel membuatnya segera menyeka air matanya dan segera menuju kepintu dimana sang tamu sudah menunggu.
.
"Eugh."- Lay melenguh. Kepalanya sangat pusing sekarang. Ia melihat sekelilingnya. Ah, ia sudah terbaring dikamarnya rupanya.
Karena tenggorokkannya terasa kering, ia pun mencoba bangkit dan berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air.
'Ceklek.'
Lay membuka pintu kamarnya dan...
"Kau ayahnya, aku mohon setidaknya jangan biarkan anakmu tidak merasakan kehadiran figur seorang ayah. Aku tidak menginginkan tanggung jawabmu, tapi anakmu, anak kita. Apa kau tega membiarkannya tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah?"
Lay membelalakkan matanya. Ia kenal betul suara itu. Suara Irene. Adik kelas yang selama ini ia anggap sebagai adiknya sendiri?
'Brak!'
Lay tidak bisa menopang tubuhnya sendiri. Tulangnya seakan ditarik keluar dari tubuhnya secara paksa hingga tubuhnya terjatuh lemas dan membentur pintu kamar itu.
"Lay!"- Suho.
Lay hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Suho berniat untuk segera menghampiri Lay, namun pria manis itu mencegahnya.
"Berhenti disana, kumohon."- ucap Lay terisak.
Saat ini ia hanya bisa meletakkan kepalanya di lututnya dan menangis sejadi-jadinya.
.
Lay sudah sedikit lebih tenang sekarang, berkat Henry yang kini ada disisinya. Henry adalah sepupunya yang tinggal dikompleks apartement yang sama dengan mereka. Saat Henry pulang kerja ia melihat pintu apartement Lay terbuka dan mendengar beberapa keributan saat ia melewati rumah itu, jadi ia segera berlari untuk melihat apa yang terjadi.
.
"Berengsek!"- sebuah tinju dilayangkan oleh Henry kearah pria yang sudah menyakiti hati sepupunya itu.
Lay menggenggam tangan Henry dengan erat.
"Hentikan!"
"Hyung, kau..."
"Aku ingin pergi dari sini. Bawa aku pergi Henry, kumohon."- ucap Lay sambil meneteskan lagi air matanya dihadapan Henry.
"Lay, ku mohon maafkan aku. Irene hamil dan aku tidak mungkin menelantarkan anak kita. Aku ingin menjadi ayah yang baik baginya."
Lay semakin terisak. Ia menatap Suho sekilas, lalu ia alihkan pandangannya pada wanita yang ada disisi Suho saat ini.
"Lay, maaf. Aku harap kau mengerti bahwa aku harus melepasmu saat ini."
"Bajingan kau!"
"Henry! Jangan. Jangan kotori tanganmu dengan menyentuh manusia busuk seperti mereka."- Lay.
"Yixing ah..."- Suho.
"Irene ah, sudah berapa lama kau menjalin hubungan dan tidur dengannya."
"Tiga bulan."
'Jadi perubahan Suho selama tiga bulan ini karena Irene.'- batin Lay.
Lay memejamkan matanya, membuat air mata kembali menetes dari kelopak matanya.
"Suho, apa benar kau tidur dengannya selama ini?"
Suho bungkam.
"Jawab aku!"
Jumyeon menatap Lay dan menundukkan kepalanya sembari mengagguk kecil.
"Irene, apa kau ada bukti kalau kau hamil?"
"Ini hasil tes urin ku pagi ini. Jika kalian meragukannya aku akan menginap disini dan melakukan tes urin lagi besok dihadapan kalian."
Lagi, Lay seakan ditampar oleh kenyataan. Ia memejamkan matanya kembali sebelum akhirnya menatap kearah tunangan atau mungkin mantan tunangannya itu.
"Jumyeon ssi, kau tak perlu mengusirku. Aku akan pergi dengan senang hati. Cheoka-e. Kau akan segera menjadi seorang ayah. Aku harap kalian bahagia."
Lay kembali menutup matanya sambil menarik nafasnya yang sesak. Air matanya tak dapat berhenti untuk mengalir sedari tadi.
"Aku pergi. Henry ah, gaja."- Lay menatap Henry dan Henry yang memahaminya segera memapah Lay menuju ke kamar, berencana untuk membantu Lay mengemasi barang-barangnya.
Sementara itu, Suho melangkahkan kakinya. Hampir berniat untuk mencegah kepergian calon istrinya itu. Namun niatnya itu ia urungkan kembali. Sebagai seorang ayah, ia harus bertanggung jawab sekarang.
"Lay...Aku..."- Ucap Suho saat Lay baru saja selesai mengemasi barangnya dan keluar dari kamar mereka.
"Kau tak perlu Khawatir. Aku tak akan mengganggumu lagi. Dan aku harap kau melakukan hal yang sama."
"Jumyeon ah, mari kita tidak saling bertemu lagi. Bahkan jika itu sebuah kebetulan, mari kita berpura-pura tidak saling mengenal. Kau juga, Irene. Jaga diri kalian."
Dan Lay benar-benar pergi dari kehidupan seorang Jumyeon.
.
Malam itu, Lay menginap ditempat Henry untuk sementara. Ia terpuruk. Namun Henry menyadarkannya bahwa ia tak bisa terus seperti itu. Malam itu ia belajar, bahwa menangisi seseorang yang hatinya tidak sepenuhnya milikmu, adalah merupakan hal yang sia-sia.
.
Flashback off
Lay masih berusaha menyembunyikan tangisannya. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya bahagia, namun Jumyeon justru membuka kembali luka lama yang kini sudah mulai mengering.
"Lay... Aku..."
"Hentikan!"- Lay.
Pria manis berdimple itu pun memalingkan wajahnya kehadapan pria yang dulu pernah melukainya begitu dalam. Ia tak peduli lagi. Ia menunjukkan air matanya itu dihadapan Suho. Berharap pria itu tahu betapa sakit yang ia rasakan dan bagaimana ia menginginkan pria itu untuk pergi dari kehidupannya.
"Apa kau belum puas? Aku sudah cukup terluka bahkan hingga saat ini. Tak bisakah kau melepaskanku? Pergi dari hidupku? Aku berjuang untuk bisa seperti sekarang ini, walaupun aku harus memimpikan hal yang sama setiap hari. Memimpikanmu yang bahagia bersama wanita itu dan meninggalkanku sendirian. Aku sudah berjuang untuk melupakan semuanya, dan dengan mudahnya kau membuka kembali luka lama yang bahkan masih berusaha untuk ku obati hingga saat ini."
"Lay..."
"Jumyeon ssi, kumohon. Lepaskan aku, pergi dari kehidupanku. Bahagialah bersama keluarga barumu. Dan aku harap kau tidak akan pernah muncul lagi dihadapanku."
"Tapi..."
"Aku pergi!"
"Irene tidak hamil anakku!"
Sebuah perkataan Jumyeon membuat pria yang disebut Lay itu menolehkan wajahnya.
.
"Luhan, bagaimana?"
"Semuanya sudah siap."
"Chanyeol, Baekhyun kalian yakin?"- Kyungsoo.
Baekhyun mengangguk kearah Chanyeol yang melihat kearahnya.
"Eum."- kini giliran Chanyeol yang mengangguk kearah Kyungsoo.
"Baiklah, ayo kita lakukan."- Kyungsoo.
Misi apa yang sedang mereka lakukan? Apa yang akan dilakukan oleh Baekhyun?
Begitu banyak yang terjadi kepada para pria ini, namun apakah semua yang mereka lakukan ini adalah hal yang benar? Karena tidak peduli seberapa besar kau merasa bahwa kau sudah melakukan hal yang benar atau membuat keputusan yang tepat, itu semua tidak akan berarti jika niat dari dalam hati kecilmu sendiri sudah merupakan niat yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BULLET OF LOVE
FanfictionPengenalan tokoh : Chanyeol : Ketua mafia. Nama alias : yoda Kyungsoo : Tangan kanan Chanyeol dalam strategi perang. Nama alias : D.O Luhan : Ahli senjata dan peralatan perang. Nama alias : Deer/Lulu Kai dan Sehun : Fighter. Nama alias : Kamjong, Al...