02

184 17 0
                                    

Jungkook terbangun dengan tubuh yang segar. Memang rumah adalah tempat paling nyaman untuk beristirahat sejenak dari beban dunia.

Jam di nakas menunjukkan pukul 6 saat Jungkook memilih bersepeda di sekitar perumahannya. Untungnya, sepeda lamanya masih bisa digunakan dengan baik.

"Hah, Busan memang kota yang indah," gumamnya merasakan angin menerbangkan anakan rambut.

Jungkook tersenyum kecil sambil memejam. Tak ia pedulikan tatapan heran dan kagum orang-orang. Ayolah, siapa yang tak tahu solois Jeon Jungkook di abad 21 ini?

Beberapa orang menjepret Jungkook dari kejauhan. Jungkook tidak masalah asalkan mereka tahu batas. Dengan santai, ia mengayuh sepedanya. Bau laut samar-samar tercium di penghidunya.

Saat sedang asyik-asyiknya mengayuh, dering ponsel pintarnya menghentikan kayuhan Jungkook.

"Yeobeoseyo."

"Hei, anak nakal! Apa yang kau lakukan di rumah, hm? Menjenguk Appamu? Tapi, aku baru saja melihat postingan tentang kau bersepeda di sana."

Jungkook mengembus napas lelah, mendecak sekali setelah menjauhkan ponselnya. Ia berkata malas, "Salahkan Jimin hyung yang membohongiku. Aku tidak bisa pulang sekarang. Eomma menahanku entah sampai kapan."

"Aish, pendek itu memang menyebalkan. Apa dia memang kakakmu, Jeon?"

"Aku sebenarnya tidak mau menganggap dia kakakku, tapi Eomma jauh lebih sayang padanya, Hyung. Bisa dibilang aku terpaksa."

Sang pemanggil di seberang sana tertawa keras. Jungkook punya selera humor yang tinggi.

"Ya sudah. Kabari aku jika kau kembali. Usahakan secepat yang kau bisa."

Jungkook diam. Ia memikirkan beberapa hal. Lantas saat panggilan hendak dimatikan oleh PD-nimnya, Jungkook dengan cepat berkata, "Hyung, aku ingin hiatus beberapa bulan."

"HAH? APA? KAU HABIS MENABRAK TIANG, JEON?!"

Jungkook mendecih merasakan kelebayan PD-nimnya.

"Aku serius, hyung. Hiatus tidak akan menyurutkan karirku. Kau tahu itu. Aku sedang jenuh dengan menyanyi dan keramaian."

Jungkook menunggu jawaban di seberang panggilannya. Ia jujur saat bilang ingin hiatus. Ketenarannya terasa semu dan Jungkook lelah untuk berusaha mengembalikan rasa-rasa menyenangkan seperti kala ia pertama kali debut.

"Kuberi waktu dua bulan. Kau harus kembali setelahnya. Aku tak mau tahu."

Jungkook tersenyum kecil. Memang PD-nimnya benar-benar terbaik.

"Terima kasih, Hyung. Tentu aku akan kembali. Kututup dulu, Hyung. Bye."

Jungkook tak peduli jika PD-nimnya marah karena menutup telepon sesuka hati. Toh, ia yakin pria itu tak bisa marah lama-lama dengannya.

Jungkook memasukkan ponselnya ke saku, mengayuh sepeda menuju rumah. Setengah jam sudah cukup untuknya bersepeda.

...

Jungkook mengernyitkan alisnya heran. Ada seorang gadis dengan cepol tinggi sedang berusaha membuka pagar rumahnya. Gadis itu terlihat mencurigakan karena kesulitan membuka pagar.

Apa dia pencuri?! Batin Jungkook tak tenang.

Ia turun dari sepeda dan memilih berjalan dengan tangan kanan membawa sepeda. Langkahnya pelan, mencoba memergoki gadis misterius di depannya.

"Apa yang kau lakukan?"

Jungkook bertanya tepat di belakang tubuh gadis itu. Agaknya, suara berat Jungkook membuat sang gadis terkejut. Ia nampak mengelus dadanya beberapa kali sebelum berbalik menghadap Jungkook.

"Ah, ma-maaf. Aku ingin membuka pagarnya, tapi sudah lama tak kesini jadi aku lupa cara membukanya," cicit gadis itu dengan tatapan kosong pada dada Jungkook. Memang tubuh pendek gadis itu setara dengan dada Jungkook.

Jungkook mendehem tak suka. Ia rasa gadis ini tak punya sopan santun. Bagaimana bisa menatap dadanya dengan pandangan begitu?!

"Apa yang kau lihat?!" desisnya sebal. Ia tak tahu saja bahwa di tangan kanan gadis itu terdapat tongkat yang membantu tunanetra berjalan alias the white cane.

"A-apa? Aku-"

"Ck, mau apa kau kesini?"

Sang gadis mengulum bibir, gugup. Ia tak sangka bahwa ada manusia segalak pria di depannya.

Siapa juga pria ini? Kenapa marah-marah? Batin si gadis terheran-heran.

"Bibi Jeon menyuruhku datang untuk mengajari beliau memanggang kue," cicit si gadis bercepol tinggi. Jungkook membulatkan mata besarnya. Dia merasa tak enak pada gadis di depannya karena sudah berpikiran negatif.

Saat ia menggaruk tengkuk karena merasa berburuk sangka, tanpa sengaja iris lelaki bermarga Jeon itu mendapati tongkat di genggaman sang gadis.

Jantungnya tersentak kaget. Jangan bilang kalau gadis di depannya ini buta.

"B-biar aku yang buka pagar. Minggir sebentar."

Jungkook memegang lengan gadis itu dan mendorongnya dengan lembut ke sisi kiri tubuh. Tanpa bersusah payah, pagar kediaman Jeon terbuka.

"Sudah terbuka. Ayo masuk!"

Jungkook menggandeng tangan sang gadis tanpa sadar. Sedangkan, tangan satunya menuntun sepedanya.

"Tunggu di sini. Aku mau meletakan sepedaku dulu."

Jungkook berlalu meninggalkan sang gadis di halaman rumah. Lantas beberapa menit kemudian ia datang dan menggenggam jemari itu lagi. Membawanya masuk menuju dapur dimana sang eomma berada.

"Eomma, ada yang mau bertemu."

Jungkook memilih duduk di salah satu kursi, mencomot kentang goreng dan teh kamomil yang Ibunya letakkan di atas meja dapur.

"Aish, anak nakal! Itu untuk Sora."

Sang Ibu memukul tangan Jungkook yang hendak mengambil kentang ketiganya, membuat pria bermarga Jeon itu mendesis sebal.

"Eomma, sakit," gerutunya sambil mengelus telapak tangan yang memerah.

"Lebih baik kau mandi sana! Bau sekali putra jelekku ini!"

Jungkook jelas tak terima. Ia mencium baju dan tangannya yang masih menguarkan aroma parfum kesukaannya.

"Eomma, aku masih wangi, kok! Lagipula, mana ada aku jelek! Aku masuk nominasi 100 orang paling tampan di dunia ya, Eomma!"

Duk!

"Eomma!"

Jungkook mengaduh lagi. Kali ini Ibunya tak tanggung-tanggung memukulkan sendok ke kepala Jungkook.

"Mandi atau Eomma pukul menggunakan panci?"

Jungkook mengalah. Ia jelas tahu ucapan sang Ibu itu selalu nyata adanya. Bisa rusak muka rupawannya jika dipukul dengan panci.

"Iya-iya. Ini aku mandi."

Saat Jungkook hendak berlalu, Ibunya malah menyuruh hal lain.

"Tunggu. Jungkook, tolong bantu Sora duduk."

Jungkook berhenti, menilik pada gadis yang sejak ia bawa masuk ke dapur tetap berdiri dengan postur kaku. Jungkook mendecak sekali sebelum meraih lengan gadis itu lembut.

Ia memang kerap berbicara kasar pada wanita, tapi ia masih punya tata krama.

Dengan perlahan, ia bawa tubuh Sora ke sisi meja. Menepuk kursi itu dua kali agar Sora tahu dimana ia harus duduk.

"Terima kasih," ucap Sora dengan nada lirih. Jungkook mengangguk spontan. Lupa kalau Sora itu buta.

"Ah, iya. Sama-sama," balasnya ketika ingat. Ia segera berlalu tanpa memerdulikan teriakan Ibunya di dapur.

"Jeon, setelah mandi segera kemari lagi!"[]

decalcomania.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang