Closer (2004)

17 3 0
                                    

"If you believe in love at first sight, you never stop looking

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"If you believe in love at first sight, you never stop looking."

Pernah terpikir nggak sih saat kita dekat dengan seseorang, apakah kita benar-benar tahu orang itu? Seberapa utuh pengetahuan kita mengenai orang itu? Apakah, jangan-jangan, yang kita lihat cuma satu lapisan dari berlapis-lapis warna yang membangun orang itu?

Menonton film ini membuatku memikirkan hal itu: apakah aku benar-benar mengenal seseorang? Kalau iya, seberapa jauh? Aku rasa ini yang tricky dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Keakraban membuat kita terlena dan jarang mempertanyakan. Sederhananya, kita melupakan bahwa orang itu adalah orang lain karena ia tidak lagi terasa asing. Semakin akrab, kita semakin mudah percaya. Tapi semakin akrab, apakah kita semakin mengenal mereka?

Closer dibuka dengan pertemuan Alice dan Dan di jalanan kota London

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Closer dibuka dengan pertemuan Alice dan Dan di jalanan kota London. Singkat cerita, mereka saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Selanjutnya, film ini akan berputar-putar di tema ini---jatuh cinta pada pandangan pertama dan konsekuensi apa yang membuntutinya. Kita diajak melihat hubungan empat karakter utama, bagaimana kehidupan mereka kemudian saling bersinggungan, dan apakah keakraban hubungan mereka benar-benar punya arti. Film ini berputar pada masalah yang itu-itu saja, sehingga aku sudah dongkol setengah mati menuju akhir film. But in a good way.

Film ini menampilkan dengan baik hal-hal yang bisa jadi akan membuat kita makin punya krisis kepercayaan terhadap orang lain. Karena pada akhirnya, kita nggak bisa menjawab sejauh apa orang lain telah jujur pada kita dan sejauh apa kita mau jujur pada orang lain. "Lie is the currency," kalau kata Dan yang diperankan oleh Jude Law.

Selain itu sih, paling aku kurang suka sama tokoh-tokoh lelakinya. To be fair, semua tokoh di sini nggak ada yang menyenangkan buatku. Ya tapi itu mungkin poin yang ingin dibuat, bahwa pada dasarnya manusia ini makhluk licin. Kita nggak tahu orang itu sebenarnya bisa melakukan apa, terlepas dari apa yang kita kenal tentang orang itu (biasanya makin akrab, yang diingat pertama adalah yang baik-baik). Manusia juga punya kecenderungan bergerak atas pertimbangan untung-rugi. Masalahnya adalah ketika keputusan untuk jujur atau berbohong kemudian didasarkan pada pertimbangan ini. Kejujuran, seperti yang kita tahu, bukan cuma pahit tetapi juga bisa menyakiti semua pihak. Makanya jujur itu seringkali sulit, karena untuk jujur artinya membuka diri pada orang lain. Ini juga menjadikan kita makin lemah di hadapan orang itu.

 Ini juga menjadikan kita makin lemah di hadapan orang itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Secara umum, aku suka sih sama filmnya. Aku suka ide yang coba diangkat. Menurutku film sudah bercerita dengan baik sehingga penonton bisa mendapatkan maksudnya, tetap menyimak sampai akhir, meskipun tokoh-tokoh tidak menyenangkan ini bikin kesel saat nonton. Twist-nya juga diungkap dengan baik, nggak mengejutkan (ini nggak masalah sih, karena tiap pengungkapan punya andil dalam laju cerita) kecuali yang ada di akhir... aku langsung mengumpat. Plus Natalie Portman sama Jude Law cakep banget, hehehe.

 Plus Natalie Portman sama Jude Law cakep banget, hehehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...apalagi kalau Jude Law pakai kacamata. Habis nonton ini, aku baru tahu kalau dia yang main sebagai Albus Dumbledore di Fantastic Beast. Eits, ternyata sejak muda sudah ganteng.

Film ini boleh ditonton kalau lagi pengin drama romance yang nggak selalu manis-manis aja, atau kalau kamu lagi pengin menantang ide romantismu soal jatuh cinta pada pandangan pertama dan berpasangan dengan orang lain. Aku cukup setuju dengan yang bilang bahwa habis nonton ini jadi tidak terlalu yakin mau menikah, meskipun efeknya padaku lebih besar pada kesadaran bahwa "wow, kemungkinan aku sebenarnya juga nggak tahu apa-apa tentang orang-orang di sekitarku ini jadi ayo lebih menghargailah Ngga!". Plus, bahwa berbohong pada level tertentu juga merupakan mekanisme pertahanan diriku. There, I said it.

Yang penting dalam hidup ini mungkin memang berupaya jadi baik dan dijalani ajalah. Toh kita nggak pernah benar-benar tahu sesuatu seratus persen utuh. Aku sih menerima kalau dalam hidup, kita nggak bisa menghindari berbohong. Dari film, aku jadi berpikir bahwa harga sebuah komitmen itu besar juga. Akhir kata, filmnya bagus kok!

Jurnal Asal: Baca, Nonton, dan PelariankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang