“Varo? Gimana sekolah baru kamu?” Tanya Devi kepada putranya. Keluarga kecil itu sedang berada dimeja makan sekarang.
“Varo kira, dengan Varo pindah sekolah, akan membuat Varo lebih tenang. Nyatanya, sama saja. Malah sekarang lebih-lebih ma.” Tutur Alvaro.
“Lebih-lebih gimana maksud kamu?” Tanya Gana.
“Ya... Lebih-lebih lah pa, gimana sih lebih-lebih.” Alvaro rupanya tidak bisa untuk mendeskripsikan tentang semuanya.
“Kamu ini nggak jelas!” Kesal Devi, kepada putranya.
“Dia emang nggak jelas hidupnya.” Timpal Alvina.
Alvaro yang tidak terima, langsung menoyor kepala kembarannya itu, yang kebetulan sedang duduk disampingnya. “Lo yang nggak jelas!”
“Lo si! Lo sendiri yang bilang ke gue, kalau lo mau pindah sekolah cuma buat jauh-jauh dari gue. Biar nggak ribut mulu. Terus pengin jauh-jauh dari si Eca itu. Tapi apa buktinya? Malah dapet lebih-lebih kan? Lebih apes kan maksudnya?” Alvina menjulurkan lidahnya. “MAMPUS LO!”
Gana dan Devi yang melihat itu, hanya bisa diam menonton. Sudah biasa pertengkaran seperti ini terjadi pada sikembar itu.
Dengan ide liciknya, Alvaro mengambil piring yang berisi makanan milik Alvina. “Itu piring gue!” Alvina mencoba mengambil piringnya, tapi sayang, tinggi badan Alvaro itu diatasnya.
Alvaro menatap sengit kearah Alvina. “Lo kan? Yang nyuruh si Eca itu, buat nyusul gue?”
Alvina yang mendengar tuduhan untuk dirinya itu, dia tidak terima. Dia langsung memukul lengan Alvaro. “Sembarangan lo kalau ngomong! Gue cuma ngasih tahu tempat sekarang lo sekolah. Nggak lebih.”
Alvaro terdiam. Rupanya dia salah paham. Alvaro langsung menaruh piring milik Alvina kembali pada tempatnya.
Alvina yang melihat piringnya kembali pada tempatnya itu, langusung duduk kembali, dan melanjutkan makannya.
“Vina? Eca itu siapa?” Tanya Devi yang penasaran akan seseorang yang dibicarakan oleh anak kembarnya itu.
“Cewek—” Ucapan Alvina segera dipotong oleh Alvaro.
“Cewek nggak penting ma,”
“Mama kamu nanya Vina, bukan kamu Varo.” Tegur Gana, membuat Alvaro diam.
Alvina yang melihat itu, segera mengejek Alvaro. Dia mendekatkan mulutnya ditelinga kembarannya. “MAMPUS!” Teriaknya ditelinga Alvaro, membuat semua yang ada disana menutup telinganya. Apalagi Alvaro yang sudah mengusap telinganya.
“LO KALAU MAU TERIAK NGGAK USAH DITELINGA GUE JUGA KALI!” Marah Alvaro.
Alvina malah nyengir. “Gue maunya disitu.” Alvina menatap telinga Alvaro, yang tadi menjadi korban.
Gana dan Devi menghela nafas, sabar. “Vina, jawab mama.” Tegur Devi.
Vina mengangguk. “Eca itu—,” Alvina mengedipkan sebelah matanya kepada Alvaro. Mengejek. “Cewek yang udah kejar-kejar Varo, dari kelas 10. Sampai sekarang, sampai Varo pindah sekolah juga, dia ikutin ma.”
Devi menatap putranya itu yang sedang menyantap makanannya. “Varo? Itu benar?”
Alvaro mengangguk. “Iya ma.”
“Kenapa nggak kamu balas aja perasaannya? Kasihan, perjuangannya besar banget. Papa juga pernah berjuang sebesar itu.” Gana menyindir Devi.
“Males.” Jawab Alvaro cuek, dan masih fokus dengan makan malamnya.
Alvina yang mendengar itu, sontak langsung memukul lengan Alvaro. Punya kembaran, kok gini amat? “NERIMA PERASAAN AJA LO MASIH MALES. GIMANA SAMA PELAJARAN? PASTI MALESNYA LEBIH-LEBIH.”
“Sorry ya, pelajaran mah masalah beda. Semangatnya membara kalau tentang pelajaran.” Jawab Alvaro kembali cuek.
“Iya, papa kamu pernah ngelakuin itu. Meskipun mama masabodoin.” Devi menjawab pertanyaannya suaminya itu.
“KOK JADI KALIAN YANG CURHAT SIH?!” Ucap sikembar itu bersamaan.
Gana dan Devi yang mendengar itu, hanya mampu terkekeh. “Lanjutkan.” Kata Gana.
“Apa yang dibilang papa kamu itu benar Varo. Jarang-jarang ada gadis yang berjuang sebesar itu,” Ucap Devi.
“Iya lo! Denger tuh! Coba aja bayangin, kalau lo suatu saat nanti punya anak cewek. Dan anak lo itu jadi kayak Eca. Yang merjuangin cowok sampe segitunya, tapi nggak terbalaskan, apa lo tega?” Timpal Alvina.
Apa yang tadi Alvina bicarakan itu, membuat Alvaro jadi menghayal yang tidak-tidak tentang anaknya kelak. Alvaro yang tidak mau kalah, ikut-ikutan balas dendam. “Lo juga sadar dong! Kak Damar juga udah merjuangin lo dari kelas 10. Sampai sekarang. Lo juga harusnya bayangin, kalau suatu saat anak laki-laki lo jadi kayak kak Damar.”
“Eh, lo denger ya! Cowok merjuangin cewek itu, emang udah seharusnya. Iya nggak pa?” Alvina menatap Gana, dan Gana mengangguk. “Yang nggak boleh tuh, cewek merjuangin cowok. Nggak ada kamusnya cewek merjuangin cowok.”
“Kalau pun ada cewek yang begitu, berarti dia serius. Dan lo sebagai cowok yang dia perjuangin, harusnya bersyukur.” Lanjut Alvina.
“Bersyukur apa maksud lo?” Tanya Alvaro.
“Ya bersyukur lah! Jarang-jarang ada cowok yang diperjuangin segitunya sama cewek. Mikir dong Malin!” Alvina menoyor kepala Alvaro.
Devi menepuk keningnya. “Siapa lagi itu Damar?”
“Damar itu kakaknya Eca. Dan dia juga ngejar-ngejar Vina dari kelas 10.” Jawab Alvaro.
“Jadi, kalian diperjuangin sama adik kakak? Yang perjuangannya udah besar banget?” Tebak Gana.
Mereka berdua mengangguk.
Gana berjalan menuju anak kembarnya itu, dan berada ditengah-tengah mereka. Gana merangkul bahu keduanya, seraya menepuk. “Selamat. Kalian sedang menjalani kisah cinta yang rumit.” Kata Gana, yang langsung pergi menuju kamarnya. Menyudahi makan malamnya.
“Selamat menikmati.” Timpal Devi, yang langsung pergi kearah dapur.
“MAKASIH BANYAK! KALIAN NGGAK NGEBANTU SAMA SEKALI!” Teriak sikembar itu bersamaan.
VOTE AND COMENNYA JANGAN LUPAA..
ADA KATA BUAT PART INI?NEXT?
FOLLOW AKUN INI YA,,,
IG :
1.@anandapewe_
2.@wattpadapw
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVARO [HIATUS]
Teen FictionSEQUEL END OF STORY *** FOLLOW SEBELUM MEMBACA. VOTE DAN COMEN SETELAH MEMBACA. *** Alvaro Kusuma Saputra. Seorang siswa SMA dengan segudang prestasinya dibidang olahraga. Basket tentunya. Sikapnya yang bisa membuat luluh semua wanita, tapi tidak de...