_Don't watch me cry_

1K 102 3
                                    

(6)

 
 
Seseorang pernah berkata padaku 'jika sebuah ikatan adalah hal wajib untuk sebuah pasangan tapi sebuah ikatan juga bisa putus. Lalu apa artinya takdir? Karena hanya dia yang mampu menentukan'.  Ya dia pernah berkata seperti itu.

Miris sekali hidupku setelah aku bangun dari rumah sakit itu hidupku terasa hampa dan menyakitkan ucapan dokter sungguh membuatku ingin mati saat itu juga. Bagimana bisa? Aku?

Aku dinyatakan hamil anak dari seseorang yang sebentar lagi akan menjadi milik orang lain. Miris bukan?

Langkahku terhenti didepan rumah mewah itu dengan tatapan ku yang kosong tidak ada yang bisa aku fikirkan lagi semuanya telah dibawanya pergi.

Harga diri

Kepercayaan

Cintaku

Semuanya telah dibawa pergi olehnya aku sangat membenci nya walaupun hatiku terus berteriak ingin memeluknya.

.

.

Ditaman ini dengan malam yang menemaniku aku terisak dengan tangisanku yang teredam oleh tanganku ini lebih menyakitkan dibanding saat aku melihat appaku meninggalkan ku sendiri.

Apa yang akan aku katakan pada chanyeol hyung? Apa yang akan aku katakan pada eomma?

"hiks hiks ini menyakitkan tae". Aku terus memukul dadaku yang seakan tanpa oksigen.

Bahkan mataku sudah kuyakin bengkak tak berbentuk. Yang harus aku lakukan hanya mengumpulkan keberanian ku sekarang.

.

.

.

Pada nyatanya aku tidak mampu mengatakannya mana mungkin aku sanggup saat dimana dua orang yang paling penting di hidupku terlihat bahagia saat aku melihat chanyeol hyung membawa seorang namja dengan paras cantik dan mungil ke rumah.

"eoh jimin kemari beri salam pada kakak iparmu".

Kakak ipar? Aku baru tau kalau chanyeol hyung ada yang mau.

Aku menunduk memberi salam padanya dan ia juga memberiku salam balik dengan senyum manisnya. Selerah hyungku memang tidak salah jadi ya wajar si kalau dapat seperti ini.

"anyeong jimin imnida".

"Kyungsu imnida". Lalu kami mengobrol entah apa saja sampai larut sampai chanyeol hyung mengantar kyungsu hyung pulang saat pukul 9 malam.

"jimin? Wajahmu kenapa pucat seperti itu?". Khawatir eomma memegang wajahku yang pucat ini.

Aku membalasnya hanya dengan senyuman yang sangat aku paksakan sekali tapi aku tidak mau melihat eomma sedih.

"ani, gwanchanha eomma. Jimin ke kamar duluh ya". Jawabku paling halus aku tidak mau membuat eomma sedih.

Dapat kulihat raut wajahnya khawatir padaku tapi aku takut bila haru memberitahukan pada mereka. Aku hanya tersenyum manis mencoba meyakinkan eomma lagi.

TEARS • vmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang