❆ day 1: "where do we sleep now?"

6.9K 805 462
                                    

prompt by swanimagines.

--oOo--

Bagi [Name], yang baru mengenal Akabane Karma ketika kelas tiga di sekolah menengah pertama, kedatangannya ke kediaman laki-laki itu dapat dihitung dengan jari. Padahal jarak antara rumah keduanya juga tidak begitu jauh, hanya terpisah satu blok.

Usai mengemasi barang yang diperlukan selama sepuluh hari, [Name] memutuskan untuk berjalan kaki ke kediaman Akabane. Barang bawaannya bisa dibilang cukup banyak sehingga gadis itu sedikit kewalahan karenanya. Namun, tentu saja dia tidak mau merepotkan tuan rumah untuk menjemputnya.

Sang gadis melangkahkan kakinya dengan jarak pendek, batinnya masih enggan untuk meninggalkan rumah tercintanya. [Name] mengutuki laki-laki bermarga Akabane itu karena dapat dengan mudah membuyarkan fokusnya kemarin.

"Sialan kau, Karma. Sialan. Ini semua salahmu. Kau curang!"

Siapa yang mengira kata-kata 'tinggal bersama' dapat membuyarkan konsentrasi [Name] dalam mengerjakan bidang yang menjadi keahliannya.

Akabane Karma adalah laki-laki dengan otak licik. Tentu saja [Name] yakin kalau laki-laki itu sudah memiliki niat sejak awal untuk membuatnya kalah dengan mengacaukan pikirannya sebelum permainan dimulai.

"Karma sialan."

Hanya sumpah serapah pelan yang keluar dari bibir mungil gadis itu sepanjang perjalanan hingga sesampainya ke rumah Karma. Bangunannya yang cukup besar, eksteriornya juga tidak begitu buruk.

Terakhir kali [Name] ke sini adalah saat dirinya dan Karma belajar bersama untuk ujian masuk universitas. Beruntungnya mereka, dua insan tersebut dapat diterima di universitas yang sama.

"Sumimasen. Akabane-san?" panggil [Name] setengah berteriak saat dia berada di depan pagar rumah kediaman Akabane agar yang empunya tahu jika 'mangsa'nya sudah datang.

Pintu masuk rumah terbuka, menampakkan laki-laki berambut crimson dengan setelan kaos lengan panjang berwarna hitam dan celana panjang. Ia melangkah mendekati [Name] yang menyunggingkan senyum kecut di depan pagar.

"Aku bisa mendengarmu. Tidak perlu berteriak seperti monyet begitu, [Name]-chan. Aku bukan spesies yang sama denganmu, tahu."

Perempatan merah muncul di kepala [Name] tepat setelah Karma menyelesaikan ucapannya. Laki-laki itu membukakan pintu pagar, mempersilakan sang gadis masuk.

[Name] melangkahkan kakinya ke dalam pekarangan rumah Akabane dan dengan sengaja melindas kaki Karma dengan roda koper miliknya.

"Ittai!" pekik laki-laki itu sambil meringis. Koper yang memiliki banyak muatan itu benar-benar menyakiti jari kakinya!

"Apa masalahmu, [Name]-chan? Kau tidak terima karena aku tidak menjemputmu dan membawakan barang-barangmu?"

[Name] menoleh kepada Karma yang sibuk menekan jemari kakinya di tanah, berharap rasa nyeri yang dialaminya segera hilang. Gadis itu sudah dibuat naik darah, bahkan sebelum tinggal bersama laki-laki brengsek ini selama sepuluh hari.

Aku akan benar-benar tersiksa, Tuhan.

[Name] melepaskan pegangan pada gagang kopernya kemudian mempersempit jaraknya dengan Karma. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum mulai mencerocos.

"Pertama, aku sama sekali tidak keberatan kalau kau tidak menjemputku karena aku tidak berniat merepotkanmu. Kedua, kau sudah mengataiku, bahkan sebelum aku masuk ke sini. Apa kau sengaja ingin membuatku marah?"

10 days before christmas ◇ akabane karma ◇Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang