Bab 1 | Kisah Cintaku

30 6 10
                                    

Namaku Risya Larasya, berjenis kelamin perempuan, memiliki satu ayah dan satu ibu, serta seorang adik laki - laki, Rezya Regansya. Kini kami menetap di salah satu kabupaten yang berada di Yogyakarta. Ayahku berpindah tugas ke kota ini, kota yang didamba - dambakan setiap pelajar. Kami sudah cukup lama disini, mungkin sejak umurku tiga tahun. Ibu dan ayahku asli orang Jogja, hanya saja sering berpindah - pindah tugas. Mungkin kota Jogja adalah kota terakhir dari perjalanan kerja ayahku. Sungguh aku mencintai kota ini, kota kelahiran adikku, Rezya.

Dikota ini, aku mengenal banyak orang, dan berbagai karakteristiknya. Dikota ini, aku melukis berbagai kenangan yang akan kuingat di hari tua nanti. Dan, dikota ini aku mengenalnya, pria yang aku cintai, sahabat kecilku, yang kini tengah berada di alam baka.

                                                      ***
"Kak Risya, ayo makan malam, mama dah nunggu." Suara Rezya membuyarkan lamunanku. Pastinya aku sedang mengingat kembali kenangan - kenangan manis yang pernah ku lukis bersama Riyan, sahabat dan cinta pertamaku.
"Aku gak laper."

Rezya mendekatiku, "Keinget Kak Riyan lagi?"

Ini saat yang tidak tepat untuk aku menangis lagi. Kejadian itu masih melekat erat pada memoriku.

Seminggu yang lalu.....

"Selamat ulang tahun."

Aku membuka mataku, cahaya lampu mulai memasuki indra penglihatanku, pertama yang kulihat Riyan, dan dibelakannya ada mama, Rezya, dan papa. Aku melihat Riyan membawa kue ulang tahun yang menuliskan nama ku diatasnya, tunggu jam berapa ini? Oh ternyata jam 12 malam.

"Riyan, ngapain?"
Aku mengucek kedua mataku, kesadaranku belum sepenuhnya kuraih.

"Ngucapin habede lah." Riyan tertawa melihat ketololanku. Tolol.

"Sadar kak, ini hari ulang tahun mu." Sambung Rezya diiringi tawa mama, papa, dan Riyan. Aduh ini adalah moment terbaik dalam hidupku, aku tak akan melupakannya.

Setelah menguntai segala harapan, aku meniup lilin yang berbentuk angka 17 itu, aku tidak menyangka bahwa aku sudah 17 tahun bernapas.
Sebelum Riyan kembali kerumahnya, ia mengatakan kalau dia besok akan memberikan apapun, ingat ya apapun yang aku inginkan, sungguh pria idaman.

Keesokan harinya.....
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku dan Riyan mampir ke toko es cream, sesuai janjinya, iya akan memberikanku apapun yang aku inginkan. Saat ini aku ingin semangkuk es cream coklat vanilla beserta toping biskuit coklat diatasnya.

"Kamu yakin makan es cream semangkuk ini?"

Aku mengangguk antusias, dan mendapat senyuman manis seorang Riyan. Ia memesan apa yang ku inginkan. Uhhh... Sweetnya.

Selagi menunggu es cream, aku dan Riyan mengobrol banyak hal.
"Malioboro yuk." Ucapnya.

"Malam? Atau abis ini?"

"Aku manut kamu."

Pesanan es creamku datang, "aku juga manut kamu."

Riyan mengelus kepala ku, "yaudah, abis ini aja, cepet abisin."

Perkataannya yang lembut dan manis bagaikan es cream yang saat ini sedang ku makan, membuat aku merona.

"Mau?" Ucapku menyodorkan sesendok es cream pada Riyan.
Ia membuka mulutnya dan aku menyuapkan es cream tersebut. Sederhana tapi manis.

Setelah memakan es cream, sesuai rencana, Riyan melesatkan motornya ke arah pusat Kota Yogyakarta.

"Kamu mau makan apa?"
Riyan menggenggam erat jariku, menyusuri setiap sudut Malioboro.

"Udah kenyang."

Kami duduk di salah satu bangku yang ada disana.

"Kamu bahagia?"

Aku mengangguk, "banget."

"Syukurlah. Aku senang kalo kamu juga senang."

Matahari kini berada di ufuk barat, Riyan mengantarku pulang.
"Abis ini mandi, makan, sholat magrib, jan lupa sholat isya."

"Aku lagi dapet mana boleh sholat." Jawabku.

"Yaudah, pokoknya abis ini mandi, awas kalo enggak, kamu udah bau apek."

Aku mengerucutkan bibirku kesal, "yaudah."

Tawa Riyan masuk keindra pendengaranku, "jangan ngambek, jelek tahu."

"Ihhh, Riyan."

"Udah, aku balik udah mau magrib."

"Makasih, hati - hati."

"Kalo udah sampe rumah ntar aku kabarin."

"Oke bos."

                                                    ***

Kenangan terakhirku dengan Riyan, sebelum maut memisahkan kami. Aku memeluk Rezya, aku bahkan sudah lelah untuk menangis.
"Udah kak, Kak Riyan udah tenang disana." Ucap Rezya sambil menepuk pelan pundakku. Aku hanya diam, terlarut dalam kesedihan, menenang masa indahku bersamanya.

"Udah ih, ayo makan, nanti kakak sakit." Bujuk Rezya.

Aku menggeleng, "aku gak laper Rez, aku butuh sendiri."

Rezya menghela napas, "yasudah, kalau begitu aku tinggal dulu, kalo laper bilang ya kak. Jangan sedih terus, inget Kak Riyan gak suka liet kakak sedih."

Aku hanya menangguk, merebahkan diriku, menarik selimut hingga menutup setengah badanku, serta memejamkan mataku.

"Selamat tidur kak." Rezya mencium kening ku. Aku hanya diam, dipikiran sekarang tengah berputar kenangan - kenangan indahku, dan peristiwa yang kubenci seumur hidupku.

---

Salam.
Shn elhn

Red StringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang