3

1.3K 75 17
                                    


Andre meremas rambut brown-nya frustasi. Pasti Tara mengira yang tidak-tidak padanya karena kejadian tadi. Padahal dia terpaksa melakukannya. Maksudnya bersikap mesra pada Cindy. Sungguh dia jijik seharian bersama Cindy tadi siang. Percayalah, dia tak akan mau dekat-dekat Cindy kalau seandainya dia tidak kalah dalam taruhan. Yang membuatnya harus berada di dalam kamar mandi selama beberapa jam hanya agar dia terbebas dari virus yang bernama perempuan. Andre mengerang kesal. Dia tak ingin sahabatnya menjauhi dan mencapnya pembohong hanya karena Cindy.

Fvck! Andre menyumpah dalam hati. Melempar buku penuh pekerjaan rumah yang belum terselesaikan kesembarang arah. Padahal besok pekerjaan rumahnya itu sudah harus dikumpulkan. Penilaian Tara padanya pasti berubah. Bukankah selama ini Andre terkenal sebagai pangeran es yang sangat tak menganggap makhluk yang bernama perempuan ada, selain Tara dan mamanya tentu saja. Dan tadi siang Andre justru 'kencan' dengan Cindy yang sekolahan tahu kalau Cindy tergila-gila padanya. Cindy tak segan menyakiti siapapun yang berusaha mendekati Andre.

Sungguh, Andre tak ingin Tara meninggalkannya. Rasanya tak bisa dia tanpa gadis itu. Tara bukan lagi sahabat melainkan adik baginya. Tak ada rasa lebih selain kasih sayang sebagai saudara. Dan Vian... Andre menggeliat jijik mengingat tunangannya itu. Dia tak perduli dengan apa yang dipikirkan gadis itu. Malah kejadian ini menguntungkannya. Kemungkinan Vian menjauhinya setelah melihatnya bersama Cindy tadi sangat besar. Senyum terbit di bibir sexy pemuda itu memikirkannya. Dia akan terbebas dari seorang Vian yang selalu mengekorinya.

Vian memang cantik, Andre mengakui itu. Rambut brown, mata biru, bibir mungil berwarna pink alami yang selalu menebar senyum meskipun Vian sedang bersedih. Tapi tetap saja Vian manja dan berisik. Dua sifat itu yang paling dijauhinya dari makhluk yang bergender perempuan.

Andre mendesah. Dia sudah mengenal Vian sejak balita. Orangtua mereka bersahabat. Atas dasar persahabatan itu juga dia dan Vian ditunangkan. Menyebalkan memang. Padahal Andre sudah tidak menyukai Vian sejak pertama mereka bertemu. Balita perempuan berusia tiga tahun dengan pipi dan bibir yang kemerahan terlihat imut dan menggemaskan di mata Andre yang saat itu masih berusia lima tahun. Hanya saja tingkah Vian yang tidak bisa diam dan mulut mungilnya yang selalu mengoceh membuat Andre pusing. Sejak kecil dia memang tidak suka keramaian. Andre sejak dulu menyukai keadaan yang tenang. Makanya sampai sekarang Andre tidak menyukai Vian. Karena kesan pertama yang tidak mengesankan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Vian bergegas mengenakan kacamata bulat tebalnya. Tergesa keluar mobil, gadis cantik itu berlari kecil memasuki gerbang sekolah yang akan segera ditutup. Tepat seperti dugaannya tadi malam, dia terlambat. Untung hanya beberapa detik, juga pintu gerbang sekolah belum ditutup, kalau tidak dapat dipastikam dia akan berdiri di depan tiang bendera seharian. Hukuman siswa yang terlambat.

Vian menghembuskan nafas lega begitu sepasang kaki jenjangnya menjejak lantai kelasnya. Lebih lega lagi ternyata kelas belum dimulai. Segera Vian menduduki bangkunya, sebelum guru matematika yang akan mengajar mereka di jam pelajaran pertama memasuki kelas.

"Untung keburu, Vi."

Vian mengangguk mengiyakan Tara. Sekali lagi Vian menarik nafas lega. Gadis itu mengeluarkan buku paket matematika dari dalam tas-nya.

"Lo nggak pa-pa kan, Vi?"

Pertanyaan Tara menghentikan gerakan Vian. Desahan tak kentara keluar dari mulut mungilnya. Gadis cantik itu tersenyum manis, lantas menggeleng. "Nggak pa-pa kok."

Hembusan nafas kasar keluar dari mulut Tara. Tangannya mengepal kesal. Mengapa Vian masih bisa tersenyum semanis ini, sementara dia tahu bagaimana hancurnya hati sahabatnya. Pasti tadi malam Vian menangisi Andre. Lihatlah kelopak mata yang bengkak seperti tersengat lebah itu. Bagaimanapun Andre adalah tunangan Vian. Dan Tara tahu betul perasaan Vian pada pemuda menyebalkan itu. Tak ada yang menyadari mata sembab Vian di kelas ini, semuanya tersembunyi dengan manis dibalik kacamata tebal gadis itu. Tara menghela nafas sebelum kembali bertanya. Dia harus memastikan sahabatnya baik-baik saja sebelum jam pelajaran pertama dimulai.

Fake Nerd VIAN - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang