Matahari sedang bersemangat untuk menunjukkan kekuatannya di siang hari ini. Sinarnya terasa menusuk kulit.
Asya dan kedua temannya sedang berada di halte dekat sekolah. Seharusnya sekarang masih jam KBM, tetapi karena Asya ingin pulang dengan alasan pusing, maka ia dibolehkan pulang berbekal amplop putih dari BK.
Kedua temannya ikut menemani untuk menunggu jemputan dari papanya yang masih diperjalanan. Seharusnya Asya bisa meminta antar Kenan, tetapi kakaknya itu masih ada urusan penting dengan wali kelasnya.
"Ngapain sih lu berdua? Mending nggak usah ikut tadi." Ucap Asya lemah.
Posisinya saat ini tidur telentang di kursi halte dengan bantalan paha Bella. Sedangkan Giva berada di bawah kakinya. Untungnya tidak ada orang disekitar sini. Kalaupun ada juga tidak masalah, tetapi enaknya mending tidak ada karena mereka bisa lebih nyaman.
"Diem aja deh lo. Sekarat juga masih bisa protes,"
Giva melotot saat Asya menendang pahanya, lalu ia melemparkan gumpalan jaketnya ke paha Asya "paha lo tuh, nyebarr!"
Asyapun melebarkan jaket Giva untuk menutupi pahanya yang sedikit terekspos. "Gue cuma demam ya, bukan sekarat!" Protesnya tak terima.
"Yain,"
Asya hanya memutar bola mata lalu memilih memejamkan mata, tetapi tetap sadar. Ia hanya mendengarkan Giva dan Bella yang terus menggosipkan cowok-cowok. Mulai dari yang satu sekolah sampai sekolah yang lain mereka bicarakan. Bahkan mereka juga membayangkan bagaimana rasanya berada diboncengan cowok kuliahan yang baru saja lewat dengan jok belakang kosong. Padahal mereka tidak tahu wajah cowok itu bagaimana. Misal kalau ganteng tidak masalah mereka impikan untuk memboncengkannya, tetapi kalau tidak? Ya, pikirkan sendiri bagaimana jadinya.
Asya sedikit melirik jam hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah sepuluh menit ia menunggu tetapi papanya belum juga sampai. Padahal dirinya pengin cepat tidur dikasur empuk kesayangannya.
"Motornya kenapa Mas?" Tanya Bella saat seorang pemuda berhenti di depannya dengan menuntun motor trail.
Asya melirik sekilas ke arah pemuda itu, pantes ditanya, orang ganteng. Batinnya.
Pemuda itu yang diyakini Asya seorang mahasiswa menoleh ke arah Bella, "eh... ini motornya mogok." Jawabnya sambil tersenyum tipis.
Bella langsung beringas saat melihat senyuman pemuda itu walaupun cuma tipis. Tangannya terus meremas-remas pundak Asya. Bibirnya juga terus menahan senyum. "Masnya nunggu montir ya?" Pemuda itu mengangguk lalu menurunkan standar motor.
"Tunggu sini aja Mas!"
"Ehh... ehhh... ehhh,"
Brukk
"Oh my God! Sorry, Sya. Gue lupaaa," teriak Bella histeris lalu dengan cepat ia membantu Asya berdiri.
Saking senangnya tadi, Bella tidak menyadari bahwa di atas pahanya masih terdapat Asya. Dia menjawab dengan semangat dan refleks berdiri saat perasaan senang yang berlebihan tiba-tiba menghinggapi dirinya. Dan jadilah Asya yang terjatuh mencium plesteran halte.
Asya menggerutu tidak jelas, kepalanya terasa penging. Bella memeluknya erat dengan terus mengucapkan kata 'maaf'. Ia hanya menjawab 'iya' dan meyakinkan bahwa dirinya tidak apa-apa.
Pemuda tadi hanya terkekeh kecil saat menyaksikan drama pertemanan di hadapannya.
"Udah woy! Tumben banget sih lu lebay, Bel?" Tanya Giva heran. Asya mengerlingkan matanya ke Giva, mengerti dengan maksud Asya, Giva pun menganggukkan kepala dua kali.
"Ya udah sini duduk lagi," Giva menarik tubuh Bella menjauhi Asya. Lalu mendorongnya sampai bokong Bella benar-benar menempel dengan kursi halte. Asya pun ikut duduk di samping Bella.
"Sini Mas, duduk. Berdiri bae. Nggak capek?" Ucap Giva dengan terkekeh diakhir kalimat.
Pemuda tadi lalu menurut duduk di samping Bella. Asya merasakan tubuh Bella menegang, lalu ia terkekeh. "Masnya kuliah di deket taman itu ya?" Tanya Asya.
"Iya. By the way, jangan panggil Mas. Berasa tua banget saya," jawabnya sambik terkekeh. Asya hanya manggut-manggut lalu berdiri bersender di tiang depan pemuda tadi. Jaraknya hanya satu langkah. Dan tidak tahu kenapa Bella memprotes itu dengan melototkan kedua matanya.
"Mata lu kenapa Bel?"
Pemuda tadi menoleh ke arah Bella. "Hah? Enggak kok. Cuma kelilipan ini." Jawab Bella dengan mengucek matanya.
"Sini, saya tiupin."
Dengan serempak Asya dan Giva bersorak heboh.
Bella membelalakkan matanya menatap pemuda di sampingnya. Tetapi yang di tatap malah tertawa ringan, "bercanda,"
"Beneran aja Kak. Bella mau kok ditiupin matanya sama Kakak." Ujar Giva dengan tertawa saat Bella melotot ke arahnya.
"Mau beneran?"
"ENGGAK KAK! Jangan dengerin setan dua ini! BAWA SESAT!"
Asya dan Giva tertawa keras. Muka Bella sekarang benar-benar seperti kepiting rebus. Sampai ke telinganya berwarna merah padam. Asya dan Giva sampai terpingkal-pingkal melihatnya.
"DIEM, LU BERDUA!" Asya dan Giva masih tertawa lalu mereka adu tos sampai tas Bella mendarat ke tubuh mereka berdua.
Bella yang mengerti maksud mereka hanya bisa menarik nafas kesal.
Asya meredakan tawanya, "Kak, minta nomor WhatsAppnya dong." Pemuda itu mengangguk, "tulis aja di sini, biat saya yang simpan." Ucapnya sambil menyodorkan hp bermerek apel kroak.
Asya pun menuliskan dua belas angka di sana, lalu menyerahkan kembali ke pemiliknya. "Nanti chat aku ya Kak. Biar aku save," pemuda itupun mengangguk kembali.
"Namanya siapa by the way?" Kali ini Giva yang bertanya.
"Bayu."
.
.
.
Tbc.
Next chapter klo udah 15 views^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Arvasya
Teen Fiction"Hidup tanpa cogan, bagai hidup enggak makann," -ArvasyaCayloviRahendra- *** "Lo lucu, dan gue suka itu" *** Arvasya Caylovi Rahendra. Mempunyai paras cantik, badan tinggi, wajah manis dan imut adalah salah satu kebanggaan tersendiri untuk semua cew...