Tears Behind The Painting 1

658 73 7
                                    

Mark sedang termenung di ruang tamu. Dia masih lagi memikirkan ucapan Perth tadi siang. Mark tersenyum. 'tunggu Pete, pangeran tampan mu akan menjemput mu' batin Mark.

"apa yang kau fikirkan" ucap seseorang. Mark menggeleng. Dia memeluk pinggang pria tersebut dengan erat. "tidak ada apa yang penting, sayang" ucap Mark dengan senyumannya. "serius?" soal pria tersebut. "iya sayang, kamu tahu kan aku hanya mencintaimu seorang, Gun" ucap Mark.

"ya, siapa tahu kau memikirkan wanita lain" ucap Gun. "sayang~" lirih Mark. "er er, baiklah" ucap Gun membalas senyuman Mark. Mark mengecup bibir Gun sekilas. "ini baru istriku, pemaaf, lemah lembut dan cantik" ucap Mark. "ck_ apa apaan, istri? Cantik? Come on, aku laki laki, tiada perkataan 'istri' dan 'cantik' disini dan aku tau apa yang kau inginkan saat ini"ucap Gun. Mark tersenyum.

"bo-"

"kita makan dulu na" ucap Gun. Dia melepaskan pelukan mereka dan berlari menuju dapur. Mark menggeleng. Dia menyusul Gun ke dapur.
.
.
.
.
.
.
.
Drrtt...drrttt...

Ponsel Perth berbunyi menandakan ada seseorang yang menghubunginya. Perth mengambil ponselnya.

"hallo ma"

"hallo, apa yang kau lakukan tampan?

"tidak ada, kenapa ma?"

"kamu tau kan kenapa ma menelfonmu, kapan kamu akan memberi ma menantu, Perth"

"ma please, Perth masih muda ma, dan mama pasti tahu kan saat ini Perth sedang mencari pemuda di lukisan itu"

"Perth, pria itu tidak wujud Perth"


"jika pria itu wujud, mama mahu kan menerimanya menjadi menantu mama?"

"jika itu yang terbaik untuk dirimu, mama dan papa dengan senang hati menerima pria itu menjadi menantu kami, baiklah, mama memberi mu tempoh selama 2 bulan untuk mencari pria itu, jika tidak, mama akan menjodohkan mu dengan pilihan kami"

"ok ma, jangan khawatir, aku tutup na, bye" ucap Perth lalu memutuskan nya secara sepihak. 'benarkah pria itu tidak wujud, tetapi kenapa aku merasakan bahwa dia wujud?' batin Perth.

Saat ini Perth sedang bermalas malasan di kasur nya, dia melirik ke arah lukisan itu. Air matanya mengalir pelan. "lihatlah, aku hanya melirik padamu, tetapi kenapa air mataku mengalir, kenapa kamu menangis manis? Siapa yang menyakitimu?" lirih Perth pelan.

Dia mengusap air mata yang berada di pipinya. "kamu dimana, Pete?" ucap Perth. Iya, dia sudah mendapat kan beberapa maklumat tentang pemuda manis itu. Bagaimana? Papanya yang membantu Perth dalam mencari pemuda manis itu. Dan Perth hanya tahu nama dan usianya saja.

Perth mendapatkan maklumat itu dari seorang wanita paruh baya yang pernah menjadi boss kepada pemuda manis itu. Wanita itu mengatakan bahwa Pete pernah bekerja di restoran nya, tetapi Pete hanya bekerja di restoran itu selama 4 bulan. Setelah itu, Pete tiada lagi di Bangkok, Pete berpindah tetapi tiada siapa yang tahu kemana ia berpindah. Saat itu usia Pete baru 17 tahun. Sudah setahun mereka tidak mendapatkan berita tentang Pete. Mark sama sekali tidak tahu hal ini, Perth tidak memberitahu nya, karna bagi Perth, Mark hanya menyusahkan pencarian nya saja.

"kamu berpindah kemana Pete, ya tuhan, bantu aku mencarinya, aku sudah jatuh ke pesona nya. Pete. You are tears behind the painting" ucap Perth. Air matanya mengalir saat menyebut 4 perkataan yang selalu ia sebut saat ia menangis seperti ini. Perth seakan akan dapat merasakan kesakitan. Ia nya sangat sakit. Seperti ada batu besar menghantam dada Perth membuatkan dia susah untuk bernafas.

"aku hanya ingin memiliki mu, aku hanya ingin membahagiakan dirimu, Pete. Bawa aku bertemu dengan dirimu dan aku akan mencoba yang terbaik untuk membahagiakan mu" lirih Perth sendu. Dia terlalu mencintai Pete, walau hanya di lukisan yang dilukis oleh Mark.

Drrtt... Drrrttt...

"hallo?" suaranya sedikit bergetar tetapi dia tidak peduli.

"bro, maafkan aku"

Perth menghela nafasnya.

"mamaku memberi waktu hingga 2 bulan, Yacht, bantu aku, hanya 2 bulan untuk mencari maklumat Pete, kamu mahukan"

"baiklah, aku akan usahakan"

"khb khun krab, Yacht" ucap Perth lalu dia mematikan talian secara sepihak. Perth mengusap wajahnya pelan. "tunggu aku, Pete." ucap Perth setelah itu dia terlelap.
.
.
.
.
.
.
.
Pete memasuki rumah kecilnya dengan perasaan takut. Hari ini dia pergi mencari pekerjaan tetapi dia tidak menemukan pekerjaan apa pun.

"kamu sudah mendapatkan pekerjaan, jalang?!" ucap pho Pete. Pete menggeleng pelan. Dia sudah menduga apa yang bakal terjadi selepas ini.

Plakk...

Benar dugaan Pete, dia pasti ditampar oleh pho nya. "hiks...." satu isakan berjaya keluar dari bibir mungil Pete. "aku muak mendengar tangisan mu itu, jalang!! " teriak pho Pete. "hikks..kenapa pho selalu memukul Pete?" lirih Pete.

"karna aku membenci dirimu, jalang!" ucap pho Pete. "tetapi..hiks...kenapa Pete yang harus mencari pekerjaan, bukankah itu kewajiban pho?" Pete memberanikan dirnya menanyakan soal ini. "mae mu dulu seorang yang selalu memberi ku uang disaat aku kesusahan, dan sekarang mae mu itu sudah tiada, jadi kau lah yang menggantikan mae mu, mengerti?!" ucap pho Pete.

Pete mengangguk pelan. Pho Pete keluar meninggalkan Pete didalam rumah kecil itu seorang diri. Pete berjalan kearah kamarnya. Pete berbaring di kasur nya. Dia mengambil sebuah foto di meja di sebelah kasurnya. Foto itu adalah foto Pete bersama ibunya yang meninggal setahun yang lalu, saat dia masih lagi tinggal di Bangkok. Setelah kematian ibunya, Pete dan ayahnya berpindah ke Pattaya. Saat itu lah Pete dipukul oleh ayah kandung nya, dan saat itu juga lah Pete tahu bahwa ayahnya tidak pernah menyukai kedatangan nya.

"phi, dimana pangeran ku, aku ingin melihatnya" lirih Pete.

Drrrtt.. Drrttt

Pete mengambil ponsel nya

"phi?!"

"auu, nong, suaramu kencang sekali"

"hihi, aku senang phi menelfon ku, phi, pho jahat, dia memukul ku, hikss"

"kau harus sabar nong, saat ini phi sudah mendapatkan seorang pangeran untukmu. Tunggu dia ya Pete"

"serius phi? Baiklah, aku akan menunggu nya"

"iya, jangan bersedih ya nong, phi akan pastikan dia dapat membahagiakan mu"

"makasih phi Mark, aku saaaaaaayang phi"

"phi juga sayang Pete na, yaudah, phi tutup dulu na, bye"

"bye phi"

Pete menutup taliannya bersama dengan phi Mark. Pete menghela nafas lelah. "sabar Pete, pangeran mu pasti datang" lirih Pete. Setelah itu Pete pun terlelap.
.
.
.
.
.
.
.
Aku akan up jika ada yang membaca nya ya 😊

Tears Behind The Painting (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang