Namaku Ra-
Bukan,
Nama gue Radina
Ah, mending pake "aku" aja deh.Namaku Radina Park,
Aku kelas 11 dan aku tidak memiliki teman, bahkan satu orang teman pun aku tidak punya.Dari luar aku memang terlihat seperti perempuan kuat yang bergaya tomboy, judes, berkulit agak tan, dan tatapannya sedikit mengerikan sampai-sampai tidak ada anak laki-laki yang berani mendekatiku dan aku tidak mempunyai teman. Mereka bilang aku terlalu sombong untuk memiliki teman. Jujur, aku tidak sombong, mungkin karena gayaku yang seperti ini mereka jadi enggan berteman denganku. Lagipula aku ini anak orang miskin.
Dari kecil aku hidup kesepian walaupun aku masih memiliki kedua orang tua.
Aku dan orang tuaku hidup di sebuah pemukiman yang terletak jauh di pelosok yang nampaknya hanya berisi orang-orang pelaku kriminal yang sedang bersembunyi dari kejaran polisi.
Di pemukimanku, aku sering mendengar kata "depresi" keluar dari mulut beberapa orang, tidak, nampaknya semua orang di pemukimanku sering mengucapkan kata tersebut, bahkan kedua orang tuaku pun sering mengucapkannya.
Aku tidak mengerti apa arti kata tersebut.
Setiap bangun pagi dan membuka jendela, aku selalu melihat para tetanggaku pulang dengan membawa pisau dan lain sebagainya. Beberapa orang pulang dengan keadaan tubuh penuh darah. Bukan darah dari orang tersebut, namun darah orang lain. Dan bisa ditebak ia telah membunuh seseorang pada malam harinya.
Bahkan, ayahku juga sering pulang dini hari dengan keadaan yang sama.
Ayahku merupakan penjahat kelas kakap yang menjadi buronan polisi. Untungnya tidak ada yang tahu itu. Dalam sehari, ayahku bisa membunuh 5 orang, kadang juga lebih.Ayahku juga seorang pemabuk dan penjudi, bahkan pecandu narkoba. sampai-sampai perusahaan yang ayah bangun dari dulu bangkrut. Karena hal itu ayah dan ibu selalu bertengkar di rumah. Terkadang ibu juga sampai terluka ketika bertengkar dengan ayah yang sedang mabuk berat.
Ibuku bukan pelaku kriminal, namun ia hanya ikut ayah kemana ayah tinggal.
Dan karena ayah adalah buronan polisi, kami selalu berpindah tempat tinggal. Aku pindah ke sini sejak aku pertama masuk SMA.
Dan sekarang, ibuku di rumah sakit, ibuku terluka parah karena bertengkar dengan ayah, ibuku kritis, ayahku hanya pergi mabuk dan berjudi. Mau tidak mau aku harus bekerja untuk biaya rumah sakit dan sekolahku, karena ayahku tidak lagi menafkahi ibuku dan aku.
Namun begitu aku terkadang singgah di rumah ayahku untuk mengambil beberapa barang.
Setiap kali aku mendengar nama pemukiman itu, pikiranku langsung tergambarkan sebuah pemukiman dengan bau darah, minuman keras, dan bau busuk dimana-mana.
Aku sudah cukup terbiasa dengan keadaan tersebut.
Demi membiayai biaya perawatan ibuku dan sekolahku, aku bekerja paruh waktu di sebuah toko bunga. Aku bekerja dari jam 3 sore sampai jam 9 malam. Setelah itu aku bekerja di sebuah cafe sampai jam 3 pagi. Kadang-kadang aku juga tidak tidur.
Melelahkan? Tentu. Namun harus bagaimana lagi, ayahku tidak lagi menafkahi aku dan ibuku.
Pikiranku seperti hancur setiap harinya ketika melihat keadaan keluargaku.
Pikiranku hancur, stress, setiap waktu ingin menangis, melampiaskan kemarahan, kekesalan, dan kesedihanku kepada seseorang. Tapi siapa? Aku juga tidak punya teman. Ah, rasanya ingin mati saja. Apakah ini yang dinamakan depresi? Ah, sudahlah, aku juga tidak peduli.
Aku memilih untuk bekerja di toko bunga karena setiap kali aku melihat bunga dan menghirup aromanya, pikiranku sedikit tenang. Sejenak aku melupakan permasalahanku ketika melihat bunga.
Ah, aku juga punya sebuah... Kekuatan super, mungkin? Diriku bisa tidak terlihat oleh orang lain. Aku tidak tahu kapan aku mendapatkan kekuatanku ini. Dan tidak ada yang mengetahui kemampuanku ini selain diriku sendiri. Bahkan kedua orang tuaku juga tidak mengetahuinya.
Pernah suatu hari, saat aku masih kecil, aku belum tau apa penyebab ayahku selalu pulang malam dan dalam keadaan kacau. Aku penasaran akan apa yang dilakukan ayahku sehingga ia bisa pulang dengan keadaan seperti itu. Lalu aku menghilangkan diri lalu mengikuti ayahku pergi.
Ayahku pergi ke suatu tempat yang lumayan jauh dari rumah. Terlihat ayahku membawa sebuah koper yang agak besar. Dan entah kenapa ayahku tidak menggunakan kendaraan, melainkan hanya berjalan kaki. Hal itu lantas membuatku menyesal telah mengikutinya. Itu sangat melelahkan, sungguh.
Ayahku masuk ke sebuah gedung tua yang tak berpenghuni. Ayahku naik ke lantai paling atas gedung. Sesampainya disana, betapa terkejutnya aku. Banyak sekali orang disana.
Ternyata di tempat itu dipergunakan untuk transaksi narkoba, senjata ilegal, hewan yang dilindungi, dan juga organ manusia.
Dan betapa terkejutnya aku ketika ayahku membuka koper yang ia bawa. Dan ternyata koper itu berisi organ dalam manusia.
Sampai sekarang aku masih trauma dengan apa yang aku lihat. Meskipun aku biasa melihat darah, namun aku tidak pernah melihat banyak organ dalam manusia diperjualbelikan seperti ini.
Sejak saat itu aku tidak pernah menggunakan kekuatanku lagi.
Jadilah pembaca yang baik👌 😉
See you.~

KAMU SEDANG MEMBACA
DETECTIVE || Huang Renjun
FanfictionGadis SMA menjadi detektif? Siapa takut?! Ini perjalananku, tentang karir di usia belia. Dan ini kisahku, tentang cinta tentunya.