Epilog

1.6K 154 8
                                    

Seokjin baru tahu bahwa Ji-eun telah berada di bumi selama sebulan. Wanita itu terpaksa menjual cincin tunangannya untuk menyewa sebuah flat murah di daerah Seoul. Selain itu, wanita itu juga bekerja paruh waktu untuk bisa membeli keperluannya dengan Sung Hoon. Meskipun begitu, Jin bahagia mengetahui bahwa Ji-eun tidak akan pergi lagi darinya.

Mereka menikah seminggu kemudian setelah pertemuan kembali mereka. Orang lain tentu terkejut dengan undangan yang tiba-tiba. Tapi bagi mereka, momen ini sudah lama mereka nantikan selama empat tahun lamanya. Mudah bagi Jin untuk mempersiapkan segalanya dengan cepat.

Setelah menikah, mereka memutuskan untuk membuat rumah baru di kawasan yang tidak terlalu dekat dengan hiruk pikuk kota. Mereka mendesain rumah bersama sebelum dibangun dan mereka baru bisa menempati rumah baru mereka setelah tiga bulan. Meskipun tidak terlalu besar, Jin hanya ingin rumahnya nyaman untuk keluarga kecilnya.

Tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, Jin juga membatasi waktu kerjanya sampai pukul delapan malam. Dia bahkan selalu tidak sabar menunggu waktu selesai bekerjanya. Dia akan menjadi orang yang paling bersemangat saat waktu pulang tiba.

"Presdir Kim."

Jin menolehkan kepala tatkala Namjoon memanggilnya. Pria itu memberikan paper bag besar kepadanya sambil tersenyum tipis. "Ini dari Inha untuk istrimu."

Jin tersenyum lebar menerima paper bag yang diberi oleh Namjoon. Dia sedikit mengintip isinya, tapi di dalamnya seperti dibungkus kembali oleh kertas kado. "Terima kasih."

"Kudengar istrimu akan segera melahirkan, bukan?" tanya Namjoon.

Jin mengangguk. "Kau benar."

"Ah, aku jadi merindukan Sung Hoon. Anak laki-laki itu mirip sekali denganmu." Namjoon tertawa kecil mengingat kedatangannya ke rumah Jin pekan lalu. Dia sedikit terkejut melihat Sung Hoon menarik tangannya dan mengajaknya untuk duduk. Anak itu bilang kalau dia harus menjadi baik agar adiknya senang mempunyai kakak sepertinya. Benar-benar menggemaskan.

"Kau bisa datang ke rumahku kapanpun." Ujar Jin. Dia menepuk pundak Namjoon sebelum berkata. "Tapi sebelum itu, kau harus mengabariku terlebih dahulu sebelum datang."

"Tentu saja." Namjoon tersenyum tipis. "Kalau begitu, aku pergi. Hati-hati di jalan."

"Ya, kau juga."

===

Jin selalu merasa semangat tatkala dirinya berdiri di depan pintu rumahnya. Seolah rasa capeknya akan menguap habis begitu memasukinya. Jantungnya berdegup kencang setiap kali membuka kenop pintu. Karena hal selanjutnya yang terjadi, Sung Hoon akan berlari menyambutnya dan sang istri yang menurutnya semakin cantik meskipun pipinya menjadi lebih bulat.

"Hai, jagoan." Jin menyambut Sung Hoon dengan menarik anak itu ke pangkuannya. Kemudian dia tersenyum lebar melihat Ji-eun yang berjalan menghampirinya. "Hai, sayang. Aku pulang."

Ji-eun tersenyum manis dan mengambil alih tas kerja yang dibawa oleh Jin dan membantu pria itu melepaskan jasnya. Dia tertegun begitu melihat paper bag di balik tas kerja dan menatap Jin heran. "Ini apa?"

Jin hampir saja lupa kalau saja Ji-eun tidak menanyakan paper bag tersebut. "Itu dari Inha, untukmu."

Ji-eun tertegun kemudian tersenyum lebar. "Ah, Inha. Aku merindukannya. Bukankah dia juga sedang hamil?"

Jin mengangguk. Dia membuka dua kancing teratas kemejanya kemudian berusaha melepas ikatan dasinya. Ji-eun membantunya melepaskan dasinya sambil berkata, "Bagaimana pekerjaanmu? Apakah melelahkan?"

Jin menggeleng pelan. "Hari ini berjalan dengan baik."

"Aku sudah menyiapkan air hangat. Sebaiknya kau mandi sebelum makan malam." Ucap Ji-eun sambil menepuk pelan dada bidang Jin.

99 Days•Kim Seokjin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang