I AM SO, SO, SO, SO, SO, SORRY FOR MAKING YOU ALL WAITING.😥😥😥😥
Anyway, Kir akan mencoba dengan bab lagi. Karena summary waktu itu merangkum 3 bab, maka bab ini akan masuk bab 4.
Oh, dan siap-siaplah. Ada kejutan kecil nanti di akhir :)
Enjoy
****
Jane
Esok paginya, aku bangun dari kasur dan pergi untuk membersihkan diri. Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. Namun demikian, aku tidak tergesa-gesa. Kemarin malam, aku begitu lelah dengan semua kejadian yang terjadi, membuatku lemas dan langsung tertidur pulas.
Berhubung Mark sedang dirawat di rumah sakit, ibuku memutuskan untuk menjaganya, walau Mark memaksa bahwa Ibu tidak perlu melakukannya demi Mark. Tapi ibuku adalah wanita keras kepala. Mau bagaimanapun caranya dibujuk, beliau bersikeras dengan pendiriannya. Terkadang, aku merasa puas sekaligus heran pada beliau. Tapi karena aku putrinya, aku tidak bisa protes begitu saja dengan sikapku yang berlagak sebagai putri kaya raya.
Kuturun dari lantai dua dan mengambil sebotol susu ukuran sedang dari kulkas, sekaligus memeriksa tanggal di kalender. Bulan sudah memasuki bulan ujian. Kelas 10 dan 11 harus menghadapi ujian akhir semester. Berhubung materi IPA, terutama Fisika, sangat teramat banyak, guru-guru di sekolah sudah mulai membeberkan materi apa saja yang harus dipelajari. Sebagian murid-murid di kelasku sudah mengeluh soal banyaknya materi, sementara aku sibuk memikirkan kejadian apa yang akan Mind gunakan untukku dan yang lainnya.
Kejadian kemarin malam merupakan peringatan oleh Mind. Jika insiden sebelum Mark aku hanya bersikap was-was, insiden Mark membuatku muak dan benci pada Mind. Jika dia memang hendak menghabisiku, kenapa tidak langsung saja datang menghampiriku? Permainan kucing-tikus ini semakin lama semakin membuatku geram tanpa henti dengan nyawa Mark, Hans, Clay-Sang-Sepupu-Hans, Tante Erina, dan Inspektur Cal yang diincar.
Mungkinkah aku sudah menjadi pesimis dan getir karena semua ini? Entahlah. Aku sendiri tidak pasti.
Kuambil kunci rumah dan kuambil sepeda dari garasi. Setelah memastikan semuanya sudah dikunci, kukayuhkan sepedaku dan bergerak menuju arah sekolah. Keamanan di daerah rumah selalu aman. Namun mengingat Mind masih berkeliaran, Mark memintaku dan ibuku untuk semakin waspada. Cowok itu masih berlagak berani dan gagah. Padahal Hans saja mulai menjauh dari kami berdua dan lebih banyak berbicara pada sepupunya dan Tante Erina (dengan alasan yang masuk akal). Antara satu, Mark memang seperti itu atau dua, dia sengaja menutupi emosi sesungguhnya.
Aku berharap bukan yang kedua. Entah mengapa kemungkinan kedua membuatku tidak nyaman.
"AWAS!"
Teriakan tadi membuyarkan pikiranku, membuatku sadar ke realita. Cepat-cepat kutarik rem sepeda dan mengarahkan kedua kaki ke jalanan untuk menghentikan laju sepeda.
Beruntungnya, aku berhasil menghindari dari seorang sebelum terjadi sesuatu. Tidak beruntungnya, aku berhasil menabrak ke tiang lalu lintas dengan posisi dahi tepat mengenai tiang.
"Maaf! Maaf! Aku sedang terburu-buru!" teriak orang itu dengan panik. Suaranya seperti remaja cewek.
Biasanya jika dalam situasi ini, aku akan menyahut cewek tadi dengan gaya menyebalkan dan memakinya dengan bahasa yang tidak pantas dicontoh. Namun karena belakangan ini aku tidak mau banyak berulah lagi, aku hanya mengangguk tanpa mengucapkan apa-apa sambil berusaha berdiri. Sepertinya bagian tangan kiri dan kaki kanan terbentur keras, karena aku bisa merasakan rasa sakit saat menggerakan atau menyentuh bagian tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masalah Persimpangan [4]
Tajemnica / ThrillerThe Grudge Series #4 Babak pertarungan terakhir sudah tiba. Jane mulai memahami bahwa perang ini bukanlah perang yang bisa ia menangkan bila tanpa bantuan apa pun. Satu-satunya cara untuk mengalahkan Taylor atau Jacquen adalah dengan saling membantu...