#Tono dan Sabu'nya

72 6 0
                                    

#Bahaya_Narkoba

"Sri, katanya  kemarin si Tono ditangkap polisi lagi ya?" tanya bu Mini, tetangga sebelah ketika aku sedang menyapu halaman depan.

"Wah, saya kurang tahu bu."

"Halah, gak usah ngeles! Seluruh kampung sudah tahu kalau si Tono kemarin digrebeg polisi di kos-kosan belakang"

"Lha, jenengan kalau sudah tahu, kenapa masih tanya saya?" sahutku agak sewot, sebab sepagi ini sudah diajak menggosip, padahal kerjaanku masih numpuk.

"Kamu itu baru jadi pembantu saja sudah belagu!

Tak ku hiraukan lagi ocehan wanita paruh baya itu, aku bergegas menutup pintu pagar dan masuk ke dalam rumah. Dari dalam kamar aku mendengar isak lirih bu Sugeng. Dengan hati-hati aku mengetuk pintu yang setengah terbuka, berharap dapat meringankan beban wanita yang sepuh itu.

"Masuk saja Sri, duduk sini" ajaknya sembari menghapus air mata yang menganak sungai di pipinya yang berkeriput.

Aku menurut, duduk di sampingnya lalu tiba-tiba saja dia memelukku. Aku tahu, masalah kali ini bukan masalah sepele lagi. Mas Tono, anak bungsu bu Sugeng memang tergolong nakal, lebih tepatnya kriminal kalau boleh aku sebut. Pria empat puluh tahun itu sudah berkali-kali membuat ulah di rumah orang tuanya. Mulanya hanya mengambil uang di dompet pak Sugeng maupun istrinya. Kemudian mulai berani menjual perhiasan, BPKB kendaraan bahkan mobil dan motor yang terparkir di garasi rumah.

Bu Sugeng tak pernah menuduh siapapun pelakunya, meski di rumah besar ini hanya ada suaminya serta aku yang bekerja dari pukul sembilan pagi sampai selesai adzan magrib. Sebab bu Sugeng tahu persis jika mas Tono berkunjung, selalu akan ada barang ataupun uang yang hilang. Mas Tono pun tak pernah mengelak soal hilangnya barang berharga milik ibunya. Pria itu pernah mendekam selama enam bulan karena kasus narkoba. Keluar dari panti rehabilitasi, mas Tono mulai rajin ke masjid untuk shalat berjamaah. Hal itu membuat bu Sugeng bahagia tak terkira, hingga tiap keinginan sang putra diturutinya.

Mulai dari membelikan sepeda motor dan mobil keluaran terbaru serta disewakan ruko lengkap dengan peralatan laundry di dalamnya, agar anak bungsunya itu dapat berwirausaha seperti kakak-kakaknya. Ya, ketiga anak bu Sugeng memang sudah memiliki usaha sendiri yang terbilang sukses berkat modal dari beliau dan juga besan-besannya. Namun, beda dengan mas Tono ini, belum sampai setahun semua barang-barang tersebut sudah lenyap tak berbekas.

Dua bulan yang lalu bahkan rumah bu Sugeng didatangi beberapa orang pria. Ada yang mengatakan bahwa mas Tono berhutang lima juta selama dua bulan belum dibayar, ada yang motornya dipinjam mas Tono selama sebulan dan belum kembali, ada pula terang-terangan hendak mengambil sertifikat tanah yang telah dibawa mas Tono. Mengetahui itu semua, bapak dan ibu majikan itu langsung tertunduk lemas. Bukan hal yang mudah memang, mengingat dulu mereka sudah menjual sepetak sawah untuk membayar lewat pengacara guna meringkankan hukuman anak kesayangannya itu. Akhirnya, hari itu juga semua anggota keluarga, kecuali mas Tono, berembuk guna mencari solusi terbaik.

"Ibu harus menjual sawah lagi, untuk menyelamatkan adik kalian" lamat-lamat aku mendengar suara bu Sugeng sambil menyetrika di belakang.

"Terserah ibu saja, suara kami toh tidak akan didengarkan!"

"Dulu motor, mobil, perhiasan dan sawah sudah ibu jual. Sekarang mau seperti itu lagi! Bu, selama Tono masih pakai sabu, enggak akan dia berhenti gila bu..." suara mas Joko, si Sulung terdengar kasar penuh emosi.

Ya, hampir sepuluh tahun mas Tono diketahui memakai barang haram itu. Dulu sebelum menikah, aku sering menemukan plasik klip kecil serta botol yang berisi sedotan aneh terletak di kamarnya. Bukan sekali-dua kali keluarga ini memasukkan mas Tono ke panti rehabilitasi maupun pondok pesantren, namun tetap saja akan berakhir sama.

Aku bahkan pernah melihat sendiri bagaimana lelaki itu menderita, menjerit-jerit kesakitkan yang teramat sangat ketika dia sakaw. Sungguh memilukan hati. Hal itu pula yang membuat bu Sugeng tidak tega, hingga akhirnya terpaksa memberikan benda haram itu lagi. Sebagai seorang ibu, aku tak dapat menyalahkan bu Sugeng. Beliau bahkan sampai jatuh pingsan dan dirawat di rumah sakit saat putra tersayangnya mencoba bunuh diri gara-gara sakaw.

Dan kini, untuk ketiga kalinya sang putra harus meringkuk di penjara dengan kasus yang sama. Entah apa yang akan dilakukan oleh majikanku kali ini, mengingat sang putra ditangkap di salah satu kamar kos miliknya dengan barang bukti seratus dua puluh gram sabu-sabu dan sebuah timbangan digital serta alat hisapnya.

kumpulan cerpen EsWeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang