sembilan-sembilan, ini chapter sembilan

226 18 7
                                    

Malam itu, gue masih aja kepikiran tentang kejadian tadi siang di cafè. Malu? Iya. Banget. Pengen nangis? Engga sih lebay banget.

Asal lo tau aja, abis gue sadar kalo itu bukan Zayn asli yang gue cari, dengan bodohnya gue lari ninggalin dia ngeciprit dah tuh udah kayak tikus. Nahan malu banget.

Siapa coba yang ga malu? Udah soktau, salah orang, marah-marah lagi ke orangnya. Ah, gue banget. Ih dasar lo Zayn abal-abal nyama-nyamain aja lo kek Zayn nya gue. Eh gadeng.

Lah gue kayaknya tertarik ya nyelidikin Zayn?

Masa sih gue suka sama dia?

Ah enggaklah. Gampang banget.

Pikiran-pikiran aneh menggelayuti kepala sampai gue terbawa ke alam mimpi.

***

Kling!

You got 1 message from zynmlk!

Kling!

2 messages from zynmlk!

***

Kriiing! Kriiing!

Gelagapan gue bangun dari kasur. Payah banget lah pake kesiangan juga pagi ini. Gapapalah sabtu.

This ain't the same summer song that you used to know

Cause' Jack left Dianne thirty years ago

The world is[…]

Ringtone American Dream by MKTO dari hp gue bunyi. Tandanya ada telfon masuk. Langsung gue angkat gpl.

'CICHA'

Lah ngapain nih anak nelpon,

'Ya cha?'

'Nda! Lo dimana? Jadi kan ngerjain tugas di kampus?'

'Hah? Tugas apaan?'

'ASTAGA GAMAU TAU LO KUDU KESINI GUE UDAH SAMPE BURUAN!'

Klik.

Tugas apa sih?

"AH MAIGAT GUE LUPA!"

Pas gue sadar ada janji sama Cicha hari ini di kampus--yang aslinya udah dari jam 8 tadi, gue bergegas mandi dan siap-siap. Daripada digebukin sama Cicha yang kelamaan nunggu.

***

Sampai di kampus, gue langsung menuju kantin dan mencari keberadaan Cicha. Yang akhirnya gue temuin cuma dengan sekilas pandangan. Mukanya udah  ketekuk banget.

Siap-siap disemprot aja nih gue sama Cicha.

"Sori, Cha telat. Asli gue lupa, maafin gue ya." ucap gue sambil memasang puppy eyes.

"Apaan."

"Yah jan marah dong, nih gue bawain bakpao buat lo. Oleh-oleh dari emak gue."

"Darimana emak lo." katanya. Masih datar dan memalingkan pandangannya dari gue.

"Darimana aja udah deh lo makan nih. Enak banget asli. Gue tau lo kan suka bakp--"

Belum tuntas gue ngomong, eh dia main peluk aja. Erat banget lagi. Tapi gapapa, yang penting dia udah maapin gue lah ya. "YEY MAKASIH BEBIIII"

"Iya iya santai aja sama gue mah." gue menunjukkan senyum termanis gue.

"Okay okay sampe mana nih ngerjainnya?"

"Nih sampe sini nih."

***

"Hoah cape banget. Udah dua jam disini men." si Cicha nguap sambil mulet-mulet gajelas. Biarinlah, gue udah biasa.

"Iya, hoam. ngeselin emang Pak Andik."

"Tau."

Gue menoleh kesana kemari. Jadi inget kemarin nemu cowo yang ngeliatin gue mulu disini. Apa dia juga sering ke kantin?

Di meja pojok dekat rombong baso, gue liat cowo itu untuk yang kedua kalinya. Seperti sebelumnya, dia ngeliatin gue. Pandangannya sama kaya kemarin. Sebenernya, siapa dia?

Menyadari gue terfokus sama sesuatu, Cicha penasaran, "Apaan, Nda?"

"Eh, Cha. Cowo yang kemaren noh."

"Ehiya. Ngeliatin lagi. Samperin sono." tawar Cicha.

"Enak aja males."

"Terserah, sih."

Tapi jujur, gue bisa mati penasaran kalo terus kaya gini.

Dengan langkah ragu, gue mendekati meja di pojok ruangan itu. Tempat si cowo misterius itu duduk.

Dari deket, gue liat dia lagi bikin sketsa gambar gitu. Dan itu bagus banget. Eh!

Tunggu bentar, itu kaya sketsa muka gue bukan?

Gue kaget dibuatnya. Dia pun sama kagetnya dengan gue melihat gue ada di depannya.

"Si-siapa… Um maksud gue, hai." sapa gue ragu.

Dia sedikit gugup. Gatau kenapa.

"Hai." Ternyata, ga sebegitu gugupnya. Dia keliatan jutek malah.

"Um, ngomong-ngomong lo yang kemaren itu ya? Yang ketemu di kantin."

"Iya. Kenapa?" bales dia singkat seraya sibuk sama sketsanya--sketsa yang lain, bukan yang wajah tadi.

"Enggak."

"Oh."

"Cuma 'oh' aja?"

"Terus apa?"

"Gamau kenalan gitu?" ujar gue.

"Yaudah gih, buru." dia keliatan sedikit kesel. Apa lagi gamau diganggu?

"Mm, lo lagi sibuk ya? Kalo gitu gue pergi aja deh.." kata gue sedikit ragu sambil membenarkan posisi duduk, beranjak berdiri.

Tapi kemudian ada yang megang lengan gue. "Eh jangan!" Dia menghalau gue untuk beranjak.

"Ke-kenapa?" tanya gue balik badan.

"Duduk."

Gue pun menuruti apa mau cowo pendiam ini--jutek lagi.

"Yaudah, jadi nama lo siapa?" tanya gue membuka pembicaraan kembali.

"Malik." jawab dia santai.

"Oh, oke. Mm.. gue Anda[…]"

Belum selse gue ngenalin diri, dia berkata sambil mengarahkan pandangannya ke gue. "Andania Jonas."

Gue memicingkan mata, "K-kok lo tau?"

"Tuh gelang lo." ujarnya sambil menengok pergelangan tangan gue.

Mati gue cupu banget disini.

"Eh hehe, iya." Akhirnya, gue cuma pringas-pringis aja.

Dia kembali terfokus sama sketsanya. Dan gue memulai lagi,

"Jadi, nama lengkap lo siapa?"

"Penting banget ya?"

"Ya enggak sih, cuma mau tau ajaa.."

"Just call me Malik. That's enough."

Elah ni cowo.

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 07, 2014 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Once Upon A Wattpad (z.m)Where stories live. Discover now