Meet Hoseok, Jungkook, Jimin here~
Enjoy(Voice)
Jimin sudah diperbolehkan pulang karena keadaannya yang semakin membaik. Membaik secara fisik, tapi secara mental, masih dipertanyakan.
Jimin keluar dari mobil dengan perasaan yang bingung. Matanya menelusuri pintu masuk rumah Seokjin yang besar. Memandangi seluruh tanaman, memperhatikan bentuk rumah, warna cat dan semuanya.
"Rumah kita kenapa berbeda, Ayah?" tanya Jimin pada Hoseok yang sedang sibuk mengeluarkan beberapa barang.
"Ini bukan rumah kita, nak. Ini adalah rumah Kak Seokjin. Untuk sementara kita akan disini." Jawab Hoseok. Jimin mengernyit. "Kenapa? Kenapa kita tinggal di rumah Kak Seokjin?"
Hoseok menghela napas panjang sambil melirik pada Seokjin yang juga memberi pandangan penuh makna. Mereka tahu, Jimin pasti akan menanyakan hal ini.
"Jimin-ah, rumah kita sedang direnovasi. Jadi, kita akan menempati rumah kak Seokjin. Setelah selesai, kita akan kembali ke rumah."
"Berarti, Kak Gyoeun dan ibu akan tinggal disini juga kan?"
Hoseok tersenyum sambil mengangguk. Setelah melihat senyum terulas dari bibir Jimin, Hoseok kembali memandang Seokjin. Keduanya diterpa kebingungan yang hebat karena harus mencari cara yang terbaik untuk memberitahukan kebenarannya pada Jimin.
Selama beberapa hari, Hoseok dan Seokjin terus berusaha meyakinkan Jimin bahwa ibu dan kakaknya sedang keluar kota.
"Ck. Lama sekali mereka tidak menemuiku. Kakak Gyoeun memang tidak rindu padaku? Ibu juga. Kenapa mereka tidak menjengukku dulu sebelum ke luar negeri?"
Begitulah racauan Jimin setiap kali Hoseok menjelaskan tentang keberadaan kakak dan ibunya. Seokjin dan Hoseok belum siap untuk memberitahukan yang sebenarnya. Jimin baru saja sembuh dan mereka tidak ingin mengganggu kondisi Jimin yang baru saja stabil.
"Ayah, mau kemana?" Tanya Jimin suatu pagi ketika melihat ayahnya bersiap-siap akan pergi setelah membereskan bekas sarapan Jimin.
"Ayah akan keluar sebentar ya. Kau di rumah dulu. Kak Seokjin masih ada di kamarnya. Mungkin dia akan mengajakmu jika dia akan pergi."
"Aku ikut Ayah saja. Boleh?" Jimin memasang wajah polosnya. Hoseok terdiam sejenak. Ragu untuk mengajak Jimin keluar rumah karena belum tentu Seokjin mengizinkan.
"Boleh saja, tapi ..."
"Yeah! Aku akan memakai jaketku dulu." Jimin melompat girang sambil berlari ke kamarnya.
Hoseok mengajak Jimin menempuh perjalanan dengan bis. Hoseok tidak melepas genggamannya sedikitpun dari Jimin yang terus-terusan teralihkan oleh berbagai hal di jalan. Ia menanggapi berbagai hal seperti seorang anak yang masih tujuh tahun.
"Wah, Ayah! Lihat itu, balon itu! Memangnya bisa ya balon seperti itu tidak terbang kalau digantung di atas gedung?" Jimin mendongak ke atas dengan kaki yang masih terus melangkah.
"Tentu saja bisa, Nak. Sudah cukup melihat balonnya. Nanti lehermu sakit." Hoseok memegang leher Jimin, mengarahkan anaknya untuk menurunkan pandangan. Jimin masih tersenyum takjub dengan apa yang ia lihat. Tak jarang, Jimin meminta untuk dibelikan jajanan di pinggir jalan yang merupakan makanan kesukaannya dulu, saat ia masih kecil.
"Ini enak sekali, Yah. Bibi Kim suka membelikan aku ini setiap dia pulang dari pasar." Ujar Jimin dengan mulut yang dipenuhi oleh roti isi sayuran dan telur yang ia sebut sebagai makanan favoritnya. Hoseok tersenyum tipis, lega melihat anaknya yang bisa tersenyum. Tapi Hoseok bingung dengan keadaan Jimin sekarang yang tiba-tiba bisa menyebutkan semua hal yang seharusnya ia lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
VOICE ✔️
ФанфикIa ingin mengenang, tapi ia tidak memiliki kenangan. Ia ingin mencari, tapi ia tidak tahu apa yang hilang. (Jimin) June 2019