ST - TIGA

1.6K 328 39
                                    

"Agniiii!!!"

Agni tersentak dari tidur lelapnya sambil memeluk gitar, membuka mata lebar-lebar dan menoleh ke arah jendela. Tampak langit malam menyambutnya dari daun jendela yang terbuka dan terdengar kumandang azan Isya dari masjid dekat rumah. Ia duduk tegak dan mengucek mata. Kembali didengarnya suara tak asing yang memanggil namanya berulang-ulang.

"Agniii!! Turun dulu nak!"

"Astaghfirullah! Udah Isya!" Agni melihat jam di dinding dan dia menyingkirkan gitar, meloncat dari ranjang dengan rambut kusut. "Mampus bakal kena omel Ayah deh. Udah enggak sholat Margrib, sholat Isya juga kudu diteriakin. Mampus. Mampus."

"Agniiii!!"

"Iya! Iya!" Agni berlari turun dan siap akan jawabannya mengapa dari makan siang enggak turun dari kamar. Ia akan berdalih sedang mengerjakan pr dari guru meskipun jawaban itu akan ditertawai Bang Eka. Malam minggu ngerjain PR? Helloow...jones banget lu, Agni.

Agni memasuki dapur di mana suara ibuk berasal dan di sana sudah lengkap dengan keberadaan ayah dan Bang Eka yang menemani Ibuk yang terlihat kebingungan. Bahkan ayah sudah memakai sarung, bersiap untuk sholat dan entah mengapa justru terjebak di dapur yang masih dipenuhi kotak-kotak nasi yang aiap akan diantar ke rumah pelanggan.

"Ibuk manggil Agni?" Agni bertanya ragu. Beberapa orang yang membantu Ibuk memasak tampak sibuk menyusun kotak-kotak nasi ke dalam keranjang besar. "Minta bantuin angkut kotak ya?" Ia melirik Bang Eka yang hanya berdiri diam. Apa sih gunanya Abang?

Ibuk menatap Agni dan cewek itu merasa enggak nyaman ketika melihat cengiran Ibuk. Ibuk berkata lambat-lambat. "Kamu tahu kios roti buaya langganan Ibuk?"

Oke, Agni mulai waspada. "Tauuu..."

"Tolong kamu ke sana yaaaa." Ibuk langsung memangkas kalimat Agni. "Roti buayanya kurang. Kamu pergi ke kios, buka bon aja ya. Ibuk butuh 10 roti buaya. Semoga masih ada." Ibuk mengibaskan tangannya dan menoleh ke ayah. "Yah, ayo bawain kotak-kotak nasinya. Eka, kamu angkut semua roti buaya yang ada ke mobil. Cepetan. Acaranya jam 8 loh."

Semua orang sibuk. Agni melongo. Dia menarik lengan baju Bang Eka. "Aku sama siapa?"

Bang Eka menaikkan alisnya. "Sendiri dong. Ntar telepon gue klo udah dapat roti buayanya. Gue kirim alamat."

Agni menarik lengan baju Bang Eka. "Maksudnyaaaa...aku naik apaan ke kios roti buayanya dodol."

Mobil mereka sudah penuh kotak nasi, dua orang asisten ibuk sementara motornya Bang Eka lagi masuk bengkel. Terbang kali ya?

Ibuk dan ayah sudah ke arah depan sementara Agni ngotot soal kendaraan. Bang Eka menunjuk dahi berponi Agni. "Pakai Gojek. Pakai angkot. Pakai bajaj. Pakai apa aja deh! Pokoknya lu bagian bawain roti buaya yang kurang. Bye."

Agni melongo melihat Bang Eka ngeloyor pergi dan dia mendengar suara histeris Ibuk di teras.

"Agni sayang. Kapan kamu mau pergi?"

Agni menyumpahi Bang Eka yang pelit. "Iya Ibuk. Sekarang."

Masa bodohlah dengan celana pendek, sandal jepit dan dompet tipis yang sempat dibawa Agni ketika ke kembali ke kamar dan dimasukkan ke dalam tas selepangnya bersama ponsel. Bahkan Agni belum mandi. Dan dalam itungan menit, Agni sudah duduk di bajaj yang mangkal di depan gang rumahnya.

"Jalan Kramat." Agni berkata cepat.

****

Azka selesai membantu bapak menutup kios buku seperti jam biasanya yaitu jam 7 malam. Sejak bapak pernah drop kecapekan karena tutup di atas jam 8 malam, Azka dan ibuk tak membiarkan lagi bapak menutup kios terlalu malam. Dan untuk malam ini Bapak kebetulan mau diantar pulang oleh salah satu teman sesama penjual buku, mereka mau ngopi di rumah dan Azka berencana ke toko roti ibuk saja. Daripada menumpang dengan orang bukankah lebih baik ibuk dijemput olehnya.

STATUS PALSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang