Pergi bersama Ilham artinya tetap melakukan hal yang sama, yaitu menonton! Walau tujuan Ilham adalah mencoba mobil barunya pada akhirnya tempat berlabuhnya bersama Azka adalah di bangku empuk studio bioskop dan menonton film percintaan khas anak SMA yang saat itu sedang booming.
Hanya satu yang tak bisa ditoleransi Azka sejak bersahabat dengan Ilham. Hobi menonton si kribo itu justru tentang kisah percintaan yang dipenuhi bumbu-bumbu romantis di luar nalar Azka. Sungguh bertolak belakang dengan wajah Ilham yang khas sebagai anggota anggar. Azka pernah memohon sekali saja mereka menonton film mafia atau perang, tapi Ilham akan menggeleng sok bijak.
"Az, lo harus sering menonton drama percintaan."
"Kalau gitu kita pisah studio aja. Aku di studio sebelah." Azka pernah berkata demikian namun yang terjadi adalah Ilham bertingkah seperti anak cewek yang akan diputus pacar tepat di depan meja penjual tiket.
"No, Azka!! Tanpa lo di samping gue apalah artinya film romantis ini??" Tak cukup dengan kalimat ambigunya, Ilhampun menambah dengan tingkahnya yang absurb. "Lo kan setia sama gue masa sih harus pisah gegara beda selera aja?" Dan sumpah Azka bisa melihat bola mata Ilham berkaca-kaca.
Azka menepis tangan Ilham dengan wajah memerah. Sialan, Ilham! Umpatnya. "Iya. Iya! Aku nonton tuh film alay sama kamu!" TARA! Ilham semringah namun Azka sudah merasakan malu akibat tatapan aneh pengunjung bioskop termasuk mbak penjual tiket yang senyum-senyum.
Sejak itu Azka jera menolak judul film yang dipilih Ilham dan memilih menonton sendiri jika dia melihat judul yang digemarinya. Sayangnya, dia harus duduk sendirian saja di bioskop. Lagipula menonton tidak menjadi hobi Azka. Harga tiketnya selangit dan Azka tak ingin membuang-uang jika ingat betapa susahnya bapak dan ibu bekerja demi Azka.
Dan kali ini Azka harus menatap dengan mata kosong pada layar lebar di depannya dan melirik wajah terpesona Ilham akan alur percintaan di dalam film. Ya Allah, kuatkan hamba bertahan selama 1 jam setengah di ruangan ini.
Azka melipat tangan di dada dan melayangkan pikirannya ke tempat lain. Jika mengingat gantungan kunci Goku, apakah artinya Agni suka sesuatu yang berbau anime? Apakah gadis itu seorang otaku? Atau Agni hanya menggemari Goku saja?
Tapi jika melihat penampilan Agni semalam, Azka yakin potongan rambut berponi dengan rambut panjang itu seperti yang dilakukan cewek-cewek dalam komik Jepang. Kemudian apakah buku cara bermain gitar itu ingin Agni pelajari? Mengapa selama hampir 3 tahun bersekolah di tempat yang sama, Azka tidak pernah menemukan Agni? Ah, Azka jadi penasaran.
"Yok, Az. Mau sampai kapan lo melotot membaca nama-nama pemain?"
Azka tersentak dari alam lamunannya. Dia mengerjapkan matanya dan kembali pada kenyataan, berada di bioskop. Di sampingnya tampak Ilham berdiri menatapnya dengan alis berkerut.
"Baru kali ini lo kayaknya menghayati film pilihan gue." Ilham tertawa dengan bangga.
Azka bangkit berdiri dan menjawab sahabatnya dengan menyeringai. "Aku sedang mengkhayal."
Ilham mulai kepo. "Ngayal apaan lo? Ngayal si Inez ya?" Dan dia mulai terkekeh-kekeh.
Azka tersenyum tipis. "Aku mengkhayal Goku."
"Eh? Goku?" Cukup lama Ilham mencoba mencerna kalimat Azka. "Goku? Dragon Ball maksud lo?"
"Iya! Goku yang punya tahi lalat di sudut bibir." Azka tertawa lebar dan berjalan cepat mendahului Ilham yang melongo tidak mengerti.
****
"Hatchi!!"
Beberapa pengunjung di toko buku menoleh ke arah Agni yang bersin demikian keras di lorong rak bagian komik. Cewek itu pura-pura mengomentari rak yang berdebu hingga membuatnya bersin, sengaja membungkuk di depan rak untuk menghindari banyak mata yang mengarah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STATUS PALSU
Teen FictionAzka Gadhing Kelana tidak suka dikerumuni cewek-cewek, disoraki saat dia berlatih anggar, parahnya kerumunan itu selalu muncul didalangi oleh Inez Ayu. Cewek dari kelas sebelah, Inez XII IPS itu selalu merayu Azka agar mau menjadi pacarnya. Pernahka...