Azka memasuki halaman rumahnya yang sempit dan memarkir skuter tepat di sana. Ia melompat dari skuternya, memasuki garasi kecil yang secara ajaib akan berubah menjadi tempat ibu membuat roti buaya untuk dijual setiap harinya di sisi-sisi Jalan Kramat. Sementara bapak akan membuka lapak buku-buku di Jalan Kwitang. Setiap jam 4 subuh, Azka akan membantu ibu membuat adonan roti buaya sebelum waktu sholat subuh. Saat sudah waktunya sholat, Azka diminta ibu untuk meninggalkan adonan, sholat dan segera mandi untuk bersiap ke sekolah. Biasanya setelah mandi, Azka gantian membantu bapak menyiapkan buku-buku yang akan di bawa ke kios.
Karena skuter bapak diberikan untuk Azka ke sekolah, maka Azka akan mengantar bapak ke Kwitang pagi-pagi sekali karena bapak tidak mau Azka terlambat. Sebenarnya Azka tidak mau menerima skuter bapak, lebih baik dia naik mikrolet saja ke sekolah tapi bapak bersikeras agar Azka menggunakan skuter ke sekolah.
"Kamu sudah belajar dengan rajin di sekolah bahkan mendapatkan beasiswa karena kemampuanmu dalam olahraga. Bapak nggak apa susah berjualan asal kamu bisa sekolah dengan baik aja, nggak terlambat. Bapak sama ibuk gampang urusannya."
Tapi Azka mana mau bapak kesulitan. Kalau ibu selalu berangkat ke kios bersama ibu-ibu tetangga yang kebetulan salah satunya punya mobil sehingga dengan baik selalu menawarkan tumpangan untuk ibu. Kalau bapak? Siapa lagi kalau bukan Azka. Bapak jauh lebih tua dari Ibu, jadi Azka memutuskan untuk mengantar bapak ke kios sebelum berangkat ke sekolah. Dan biasanya sore ketika pulang sekolah, Azka akan ke kios buku bapak, menggantikan bapak menunggu pembeli yang membeli buku-buku yang mereka jual.
Seperti hari Sabtu itu, sehabis dari latihan anggar, Azka akan berganti pakaian dan pergi ke kios bapak. Ibu juga masih di kios roti buayanya dan Azka berniat akan singgah ke kios ibu, bertanya kapan mau pulang. Garasi kecil mereka tampak masih berantakan sehabis ibu membuat adonan dan mencetak roti buaya.
Azka meringis saat ujung jari kakinya melanggar baskom kotor sisa adonan dan dia melempar tasnya di ujung garasi. Sambil menggulung celana training sebatas betis, Azka mulai membersihkan garasi itu. Dia membawa barang-barang kotor ke tempat cuci, menumpuknya dulu dan kembali ke garasi dengan sebatang sapu dan kain pel.
Dia mulai bernyanyi pelan sambil menyapu dan membalas sapaan beberapa tetangga yang lewat.
"Belum ke kios, Az?"
Azka menoleh dan menjawab dengan ramah. "Sebentar lagi tante." Ia menunjukkan tangkai sapu yang dipegangnya. "Bersihin ini dulu."
Si tante yang gemar sarungan itu tertawa. "Ibumu gemar banget ninggalin bekas kerjaannya yang kotor-kotor supaya kamu yang beresin."
Azka juga tertawa. Ya, ibu memang gemar meninggalkan tugas bersih-bersih untuk Azka. Semua tetangga tahu itu. Jadi ketika semua sudah bersih, maka Azka masuk ke dalam rumah, berganti pakaian dan mengunci pintu. Ia memakai helm dan duduk di sadel motor skuternya. Dia akan membantu bapak di kios buku.
****
"Assalamualaikum. Ibuk, Agni pulaaang." Seorang cewek berambut panjang melongok ke dapur, di mana sang ibu tampak sibuk di dapur bersama beberapa orang yang juga melakukan hal yang sama, yaitu memasak.
"Iya. Kalau mau makan udah ada ya di atas meja." Ibu Agni menoleh dan tersenyum. "Ada pesanan katering untuk ulangtahun."
Agni mengangguk dan tersenyum. Dia melihat ada tiga buah roti buaya bertumpuk di atas piring di meja makan. Ia melepaskan tas selempangnya dan duduk di kursi, meraih roti dan mengunyahnya mulai dari ekor.
"Ibu beli roti buaya lagi ya?" Agni bertanya dengan mulut penuh. "Di tempat yang sama kan?"
Ibu Agni mengangguk. "Ya. Di tempat yang sama. Sekalian deh Ibu promosin juga di pelanggan ibu. Biasanya yang katering suka tanya di mana kue-kue enak sama ibuk." Wanita setengah baya itu menoleh. "Tahu dong, ibuk emang jago masak tapi..."
"Tapi enggak becus kalo soal bikin kue." Agni tertawa seraya meneruskan kalimat ibuk. "Makanya ibuk selalu cari toko kue buat dijadiin langganan kaaan." Agni menggigit badan buaya dengan semangat. Dia paling suka sama roti buaya yang dijual di tempat langganan ibuk.
Ibuk mengusir Agni. "Ke kamar aja deh bawa rotinya sekalian. Kalo mau makan lauk udah siap. Ibuk mau ngejar waktu."
Agni bangkit berdiri sambil membawa piring yang masih bertumpuk dua roti buaya. Ia membuka tutup saji dan mengendus aroma lauk pauk yang sudah ibuk siapkan. Senyum Agni terkembang lebar. Inilah asyiknya menjadi anak dari tukang masak, bisa makan makanan enak. Iya kan? Kan Ibuk sendiri yang masak dan biasanya permintaan pelanggan suka yang enak-enak jadi anak Ibuk juga ketimban makan enak.
Berlari, Agni memasuki kamarnya, melempar tas dan bersila di lantai dengan roti buaya di dekat lutut. Ia membongkar isi tas dan tersenyum melihat buku cara bermain gitar yang diambilnya tanpa permisi dari perpustakaan.
Agni bergumam saat melembari buku tipis tersebut, teringat akan si cowok populer kesayangan guru yang sok alim itu. "Emangnya aku mau nurutin dia? Bodo amat. Dia juga enggak bakal ingat aku."
Agni merangkak meraih gitarnya yang terletak manis di sudut kamarnya yang mungil. Ia meletakkan buku manual bermain gitar itu di lantai, tepat di depan matanya dan mulai memetik senar gitar. Suara cempreng mulai terdengar di dalam kamar itu dengan wajah Agni yang tersenyum lebar. Tahi lalat kecil di sudut bibirnya tampak membuat wajahnya semakin manis. Gantungan kunci Goku yang tergantung di tasnya tampak menatap Agni yang mulai bermain gitar dengan sumbang.
****
Azka membantu bapak mengemasi buku-buku, memasukkan mereka dengan hati-hati ke dalam kios. Ia memperlakukan semua buku-buku dengan penuh rasa sayang karena dari merekalah bapak mendapatkan rejeki. Itulah mengapa Azka lebih suka berada di perpustakan ketika istirahat kedua, ada rasa sayang di hati Azka terhadap buku-buku.Saat Azka mengangkuti tumpukan komik-komik bekas, sebuah komik jatuh menimpa sepatu Azka. Ia menunda membawa tumpukan di tangannya dan melatakkan benda-benda itu di tempat semula. Ia membungkuk dan meraih komik yang tarjatuh dan mengerutkan keningnya.
Di tangannya adalah komik "Dragon Ball" yang sudah tua usianya. Di lembarinya komik tersebut dan dia tersenyum kecil saat melihat gambar Goku. Segera ingatannya melayang pada gantungan Goku milik seseorang yang mengambil buku perpustakaan tanpa permisi.
Azka menutup komik tersebut, menggabungkan benda itu ke dalam tumpukan komik lainnya yang akan disimpan Azka. Dalam hati Azka bertekad akan mencari si pemilik gantungan kunci Goku, yang mempunyai tahi lalat kecil di sudut bibir. Cewek itu harus mengembalikan buku perpustakaan kalau enggak dia akan melaporkannya ke kepala perpustakaan yang galak itu.
Ya, Azka akan mencari si tukang bawa kabur buku perpustakaan itu. Lihat saja. Enggak boleh dibiarin, demikian Azka bertekad.
TBC....
Hai hai....Kumuncul lagi hehe..Azka dan Agni betah ngumpet sebulanan 🤭 soalnya dakuh riweh di dunia nyata dan lagi cari musik yang pas saat nulis kisah AzNi ini..mau tau musik dan lagu apa yang pas sama karakter mereka? Aku dengerin lagu cewek Jepang yang lincah dan kiyut2 gitu suaranya. Imajinasiku langsung bekerja, mesem2sendiri. Oh yaa..Ni bagi roti buaya doong hehe
Naah...Azka mah ingatnya ama Goku aja nih hehehe...dicari loh Agni...ati2hahaha
Love dan kecup basah dindin 💋🐝🍒🍰
KAMU SEDANG MEMBACA
STATUS PALSU
أدب المراهقينAzka Gadhing Kelana tidak suka dikerumuni cewek-cewek, disoraki saat dia berlatih anggar, parahnya kerumunan itu selalu muncul didalangi oleh Inez Ayu. Cewek dari kelas sebelah, Inez XII IPS itu selalu merayu Azka agar mau menjadi pacarnya. Pernahka...