Nafas

48 1 0
                                    

        Mata itu perlahan terbuka, menyesuaikan berkas cahaya yang mulai memantulkan wajah ruangan yang tak lagi asing untuknya. Ruangan yang selalu di dominasi oleh warna hijau dan putih itu mengembalikan ingatannya akan sesuatu. Ruang gelap itu, tangan bersarung yang memegang suntikan, wajah-wajah bermasker dengan penutup kepala, lampu besar yang tepat berada di atasnya, dan wajah pucat yang tertidur di ranjang sakit tepat di sampingnya. Sebesit raut itu, sebesit raut yang tidak hanya ia kenal, wajah yang sangat mirip dengannya,, wajah abangnya,, mengapa ia berada di ruangan itu bersamanya,,,
 
       Tes,,, air mata yang tergenang mulai menetes, membebaskan rasa kebas yang memenuhi uluhatinya hingga sesak. Suara serak yang terakhir ia dengar, bayangan-bayangan kebersamaan yang terpotong-potong menyakiti ingatannya. Dia,, tak ada lagi disini,,., Perlahan tangan itu menyentuh bagian sakit di dadanya, rasa sakit yang seharusnya tidak pantas ia miliki, rasa sakit yang akan selalu mengingat kannya akan satu wajah, wajah yang sangat berharga untuknya, wajah itu,, wajah saudara kembarnya Faris, yang detak jantungnya kini menjadi sandaran hidup tubuhnya.
Krek,,,
Suara derit pintu tidak sedikitpun menggerakkan tatapan kosong Haris.
“Tuan Haris,,!!” Pekik seorang suster yang hampir saja menjatuhkan nampannya.
“Dokter,,!! Dokter,,!! Pasien telah bangun dari koma,,!” Teriakan berikutnya yang terdengar sebelum keriuhan terjadi.
Beberapa langkah tergesa memasuki kapar rawat Haris, tangan-tangan cekatan memeriksa keadaan tubuh laki-laki itu, bahasa-bahasa asing mulai terlontar dari bibir mereka. Namun tatapan kosong itu tak juga beranjak dari sorotnya. Laki-laki itu masih tepekur, hati dan fikirannya masih belum siuman dari kehampaan rasanya, penyesalan yang amat terasa pedih, kepedihan yang membuat laki-laki itu taklagi dapat merasakan rasa apapun.

*******

        Langkah Reza tergesa melewati koridor rumahsakit di ikuti beberapa orang di belakangnya. Setelah hampir saja memenggal kepala presdir Seoul International Hospital dan ketua pelaksana riset akhirnya ia menerima kabar baik, ditengah kemelut permasalahan yang melanda perusahaan dan isu-isu yang mulai bermunculan pasca insiden Kuwait, akhirnya mereka mendapat kabar baik.
     Tuk,,!!
Langkah Reza terpaku setelah melihat siluet tubuh Haris dari cendela besar yang terletak di depan kamar,  membuat beberapa orang yang mengikuti langkahnya sedikit terhenyak dan segera mengikuti tatapan Reza yang masih terkunci.

“Pak Faris.” Gumam Gong yoo lirih, ikut terperanjat.

Mata itu,,,                                                                                                                                                                 wajah itu,,,                                                                                                                      tubuh itu,,,

Reza seolah melihat Faris di hadapannya.

“Bagaimana perkembangan pemulihannya,,?? Apa semuanya baik,,??” tanya Reza pada profesor Kim yang berada di samping kanannya.

“Seperti yang anda lihat. Tubuhnya merespon baik donor jantung yang ia peroleh namun keadaan psikisnya menghambat proses pemulihan.” Jawab profesor Kim yang membuat sorot laki-laki berkacamata itu seketika berubah.

“Lalu apakah saya yang harus mencari solusi dari masalah ini,,!? bukankan untuk ini anda di gaji,.? Hah,,!! Mengapa anda menjawab masalah yang saya ajukan dengan masalah juga,,!?” Hardik Reza yang tersinggung dengan jawaban Profesor Kim.

“Ma,,maaf,, maafkan saya. Setiap ada problem pasti ada solusi. Jika anda mengizinkan saya akan meminta pihak rumah sakit untuk mendatangkan ahli psikologi terbaik di korea untuk menangani masalah ini.” Jawab profesor itu terbata karena tidak menyangka akan mendapat hardikan dari sekertaris berkacamata itu.

embun padang pasir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang