"Terkadang kita terlalu hanyut dalam Cinta hingga lupa bahwa sakitnya mulai berasa. Saat itulah kita menyalahkan dia, yang sebenarnya tak tahu apa-apa. "
Suara yang tak asing terdengar di telinga Navisa. Ia menoleh dan terkejut pada seseorang yang memanggilnya. Belum sadar dari keterkejutannya tangannya ditarik oleh orang itu.Tak terlihat siswa berkeliaran di luar ruangan, karena memang bell sekolah baru saja berbunyi. Guru yang berlalu lalang tak nampak batang hidungnya. Jantungnya masih berdetak lebih cepat dari biasanya. Perasaan was-was menghantuinya.
~~~~~~~~~~
Kala itu hujan turun rintik-rintik diiringi langit mendung yang sangat pekat. Navisa sendirian di dalam ruang kelas. Keaadaan sekolah yang semakin sepi membuatnya sedikit takut. Bunyi-bunyi burung penghuni pohon besar belakang sekolahnya semakin nyaring bersahutan.
Kelasnya terletak di pojok sekolah menambah rasa was-was. Jantungnya berdegup kencang tak kala ada suara suara kucing lewat atau angin yang bertiup sedikit lebih kencang dari biasanya. Lantai yang tadinya ia sapu dengan pelan agar bersih kini ia percepat.
Ya... Ia sedang mendapat jadwal piket untuk keesokan harinya. Ia biasa menyelesaikan sepulang sekolah agar besok tidak harus datang pagi sekali untuk menyapu. Biasanya ia piket siang bersama Laila. Namun, hari ini Laila sedang terkena sakit demam berdarah sehingga tidak masuk sekolah.
Ia sebenarnya masih mendengar bunyi orang bicara dari beberapa siswa lain yang piket di kelas lain. Namun, di kelas sendirian dengan letak dipojokan tetap membuatnya merinding. Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.
Brakkk...
"Astagfirullahaladzim ___." Navisa kaget mendengar suara pintu itu dan menjatuhkan sapu yang ia pegang.
Navisa lantas memegang dadanya dan memejamkan mata. Ia mulai menyipitkan mata dan menoleh ke arah pintu kelas. Ada suara yang membuatnya sedikit lega.
"Eh, mbul. Belum pulang? " tanya Fauzan. Ia datang bersama Alfan.
"Ya ampun tak kira siapa. " dengan napas yang berhembus sedikit kencang.
"Heleh, takut ya... Hahahaha. " goda Fauzan dengan tertawa begitu kencang.
"Eh enggak ya, aku cuma kaget aja kok. Lagian itu pintu kalau mbukak pelan-pelan dong. Rusak nanti kamu ganti loh. " Navisa mengelak dengan postur tubuh yang berubah. Tadinya ia lemas seperti orang ketakutan, kini ia berdiri tegak.
"Halah, pakek ngeles segala. Takut ya bilang aja takut ya elah. "
"Enggak kok. Lagian ngapain kamu ke sini? "
"Aku mau ambil hp di loker ketinggalan. "
"Oh, ya udah ambil aja sana. Untung aja nggak aku ambil. " ia mengambil sapu yang jatuh dan kembali menyapu.
Fauzan mengambil hp di lokernya dan Navisa pun melanjutkan bersih-bersih lantai. Namun, setelah itu Fauzan tak langsung pulang, ia mendaratkan bokongnya di kursi guru sembari memainkan ponselnya. Alfan yang merasa lama di luar akhirnya masuk ke dalam kelas.
"Eh ujan, lama amat dah. " Alfan nyelonong masuk dan terkaget ternyata Navisa masih berada di dalam. Pandangannya beralih ke Navisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Tuk Terbit Lagi
Random"Pergi adalah pilihan yang tepat untuk menyelesaikan semua ini. Aku tak akan kembali menjelma seperti dulu lagi." Navisa Permatasari *Maafkan diriku teman-teman kalau memang banyak typo. Maklum, hanya imaginasi orang halu. Hehe😁 *Cerita ini akan se...