Titik Lelah

23 0 0
                                    

"Pejamkan mata. Hembuskan nafas. Bangkit. Kamu bisa. "

Hari begitu cepat berlalu. Suka dan duka hadir silih berganti. Kehilangan membuat banyak perubahan. Ia harus bertahan sendirian.

Kini Navisa telah bekerja di salah satu swalayan yang besar di kota ini. Ia menjadi salah satu kasir. Bayaran yang cukup lumayan mampu untuk menghidupinya . Dia tak tinggal lagi bersama orang tuanya. Memilih tempat kos dekat tempat kerja bukanlah hal buruk.

Navisa tak lagi membantu usaha laundry milik Bu Isti dulu. Semenjak beliau tiada, usahanya sudah tak berlanjut. Mbak Nada dan saudara lainnya sudah memberi tawaran untuk Navisa yang melanjutkan. Namun, ia merasa tak enak jika harus melanjutkan usaha yang bisa dikategorikan orang lain. Ia lebih memilih untuk melamar kerja merantau ke kota.

Navisa sadar diri bahwa sebaik-baiknya orang pasti akan berubah. Apalagi jika keadaan mungkin sedang menghimpit mereka.  Lebih baik ia pergi mencari tempat baru yang mungkin berpeluang lebih besar untuk mendapatkan uang. Ia masih ingin kuliah. Masih ingin mengejar mimpi menjadi seorang sarjana atau bahkan lebih tinggi. Oleh karena itu, ia akan terus berjuang.

~~~~~~~~~~

"Ris, enak ya lihat pantai. Hati jadi tenang. Masalah ku banyak banget jadi hilang. " sambil memandangi lautan dengan ombak yang sedang melambai-lambai ke bibir pantai.

"Iya Nav, kalau ciptaan Allah gak ada yang jelek. Cuma manusia ini yang biasanya suka membuat kerusakan. " Risma menanggapinya dengan santai seraya menghembuskan nafas perlahan-lahan.

Mereka berteman semenjak kerja di tempat yang sama. Saling menguatkan untuk tetap bertahan hidup di dunia yang menyakitkan. Tapi siapa tahu bahwa kehidupan Navisa begitu amat sangat menderita.
Ditinggalkan semua ketika sudah tak punya apa-apa. Dikhianati berkali-kali. Tak dianggap oleh ibunya.

Hembusan nafas berkali-kali membuat sedikit lega. Ia selalu berusaha untuk tetap bersyukur di setiap apapun yang diterimanya. Walaupun begitu, cita-cita masih tergambar tinggi di angkasa.

Pantai Pasir Panjang adalah salah satu destinasi yang cukup bagus di Kalimantan Barat. Sedikit menjauh dari tempatnya tinggal, di Kota Pontianak . Sedangkan keluarganya tinggal di Singkawang, cukup dekat dengan pantai ini karena satu kota.

Wisata di Pulau Kalimantan memang belum sebagus di Pulau Jawa. Namun,  cukup untuk menghibur hati yang sedang lara. Sebenarnya ia rindu tempatnya tinggal 8 tahun yang lalu. Namun, ia harus bersyukur di manapun tinggal.

Ayah merantau ke sini bersama keluarga kecilnya, mama, kakak, dan Navisa. Dulu ada proyek besar yang menjanjikan. Namun, sang ayah tertipu dan akhirnya bangkrut dengan hutang yang jumlahnya lumayan besar. Tidak bisa kembali ke Pulau Jawa, setidaknya masih punya rumah untuk berteduh.

"Ayo pulang, sudah maghrib nih. Kamu mau pulang ke rumah kamu apa enggak? Aku anterin. " tawaran Risa.

"Iya. Emang kamu nggak nginep nanti? Nginep ya. "

"Enggak Nav, aku besok masuk pagi. Kamu mah besok masuk siang. "

"Tapi kan bisa tukar sama Nindy atau Weni. Bilang aja kepepet."

"Enggak deh. Aku pulang sekarang aja. Aku anterin kamu sekarang yuk. "

Mereka pun meninggalkan pantai. Risma mengendarai sepeda motor dengan Navisa di boncengannya. Mereka harus segera kembali. Mengingat besok Risma masuk pagi dan nanti masih harus mengantar Navisa untuk ke rumahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Matahari Tuk Terbit LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang