Maaf

20 2 0
                                    

"Banyak orang kurang bersyukur dan selalu membandingkan kehidupannya dengan yang lain. Kita hidup masing-masing. Kita berbeda. "

Tepat hari ke empat ujian berlangsung. Ujian ini dapat menentukannya seberapa besar kemampuan siswa di sekolah. Namun, hal itu hanya bisa di uji jika semua siswa menerapkan kejujuran pada diri masing-masing.

Ya. Hari ini hari terakhir Ujian Nasional. Navisa sudah bersiap menunggu waktu ia masuk ke dalam ruangan untuk mengerjakan soal. Sebenarnya ia memiliki persiapan yang kurang matang karena memang ia tak bisa fokus belajarnya. Mamanya selalu mengambil waktu belajarnya. Di tambah lagi ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi, apa mau di kata, semua itu harus dilakukannya.

Kringgg...

Bell berbunyi nyaring. Semua siswa berbaris di depan kelas masing-masing. Guru pengawas dari sekolah lain juga sudah bersiap mengawasi para siswa bertarung dengan soal.

~~~~~~~~~~

Kini ujian telah usai. Saatnya pulang. Navisa melihat banyak sekali teman-temannya yang saling bercengkrama dengan yang lain. Namun, semua tampak tak acuh padanya.

Dia kini sendiri. Hujan tiba-tiba datang dan ia masih terjebak di teras kelas ujiannya tadi. Siswa-siswi lain mulai berhamburan ke depan pintu gerbang untuk pulang dengan kendaraan masing-masing. Ada juga yang dijemput. Beberapa juga masih singgah di parkiran motor sambil menunggu hujan. Asik melamun di tempatnya duduk, tanpa disadari seseorang duduk juga disampingnya.

"Nav__." Navisa menoleh dan didapatinya Fauzan yang sedang duduk santai disebelahnya.

"Kenapa kamu di sini? " tanya Navisa.

"Aku sedang menunggu hujan saja. Dan__." Fauzan menggantungkan ucapannya.

"Dan? " dahi Navisa berkerut seraya bertanya.

"Dan aku mau minta maaf. "

"Soal apa? Bukannya kamu sudah minta maaf waktu istighosah kemarin? Lagian udahlah biar aja. Mereka juga sudah menganggapku seperti itu. Aku nggakpapa kok. Dan aku juga mau minta maaf. " Navisa berdiri siap siap untuk meninggalkan tempat duduknya.

"Kamu nggak salah apa-apa sama aku. Aku yang salah sama kamu. Aku yang udah buat kamu di___." belum tuntas Fauzan bicara, ia memotong perkataannya.

"Maaf karena suka sama kamu. " hanya kalimat itu yang diutarakan.

Ia berlalu pergi dari posisi Fauzan duduk sekarang. Yang diajak bicara tadi hanya mampu diam membisu ditempatnya. Navisa terus berjalan menuju gerbang dan berencana untuk singgah di pos satpam.

.

Sebelum UN dilaksanakan memang diadakan istighosah untuk kelancaran siswa mengerjakan soal. Setelah acara itu berakhir Fauzan meminta maaf pada Navisa di suatu lorong yang sepi ketika ingin pulang. Entahlah, mungkin takut terlihat siswa lain. Navisa hanya mampu berkata-kata seadanya bahwa ia memaafkan.

Selain Fauzan yang meminta maaf, tidak ada satupun teman yang meminta maaf pada Navisa. Katanya kita harus saling meminta maaf, tapi nyatanya itu hanya kata-kata saja. Mereka semua hanya berpura-pura di depan wali kelas.

Jauh di lubuk hati seorang Navisa masih penuh dengan kekecewaan. Peristiwa yang dialaminya terjadi berturut-turut. Terluka kadang membuatnya ingin menyerah dengan keadaan. Namun, ia ingat pesan Bu Isti. Kita masih punya Tuhan. Kita tidak boleh menyerah. Hidup memang selalu dihampiri oleh masalah.

.

"Pak permisi. " sapa Navisa menghormati.

"Iya nak, masuk saja duduk di dalam sambil menunggu hujan. " pak satpam mempersilakan Navisa untuk duduk di dalam.

Navisa sudah biasa duduk di pos satpam itu. Ketika dia menunggu hujan, jawaban yang paling tepat adalah pos satpam. Pak satpam sampai hafal betul dengan Navisa. Pernah sekali pak satpam menawarkan ponselnya untuk menghubungi orang tua Navisa agar menjemput gadis itu. Namun, ia tak pernah mau dengan alasan orang tuanya tidak bisa masuk menjemput, mereka sedang bekerja. Hal itu memang benar adanya. Kadang ia iri melihat teman-temannya dijemput orang tua. Tapi mau gimana lagi, kehidupannya berbeda dengan temannya. Ia hanya perlu bersyukur untuk apapun yang terjadi dalam hidupnya.

"Ngapain kok ngelamun? " tanya pak satpam.

"Nggakpapa pak, lagi liat hujan. Seger gitu rasanya. " Navisa beralasan.

Hujan memang menyimpan begitu banyak tawa dan duka. Air yang jatuh ke bumi memang menyegarkan mata dan telinga. Ada juga yang justru membawa luka. Bahkan petaka.

~~~~~~~~~~

Hai guys...
Cerita halu datang lagi...
Kasih voment ya biar aku semangat...
Makasih...
Tidak ada unsur pemaksaan loh😂

谢谢你😍

Matahari Tuk Terbit LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang