Part I - Senyuman luka.

283 15 5
                                    

Aku berjalan di bawah gerimis. Rintik demi rintik. Bukannya berlari berteduh, malah tersenyum. Gerimis yang jatuh seperti menghapus seluruh perih. Semakin deras hujan, seperti semakin banyak juga sakit yang menghilang. Berputar - putar. Bernyanyi. Bermain dikubangan. Tertawa. Mungkin aku sudah gila, atau mungkin tak waras. Tak tau sejak kapan aku mulai menyukai hujan. Langit gelap sebelum hujan, gerimis, bau hujan, air yang turun dari atap, gelombang - gelombang air di kubangan, suasana saat hujan, pemandangan selesai hujan, udara dingin, entah mengapa semua itu terasa manis.

***

Aku memutar - mutar bolpoin-ku. Berharap jam pelajaran terakhir cepat berakhir. Ku lihat jam, masih 15 menit lagi. Mencoba mencoret coret kertas tapi malah menjadi termangun dengan lamunan. Naura melamuni seribu kalimat kalimat yang berkecamuk di kepalanya. Entah dari mana kalimat itu berasal. Terngiang. Berputar putar dikepala.

Tiba tiba guru bk masuk sambil memasang muka cemas.

"Selamat siang pak hasan. Maaf mengganggu. Apa di kelas ini ada yang bernama Naura laila"

Tersentak aku ketika bu Irene memanggil nama ku. Beberapa pertanyaan muncul di kepalaku. Kenapa. Ada apa. Selagi berjalan ke depan kelas aku melihat bu irene berbicara sedikit kepada pak hasan, lalu mereka berdua beralih pandang kepadaku dengan wajah kasihan. Ada apa. Kenapa raut wajah mereka seperti mengisyaratkan akan ada hal buruk. Sangat buruk. Bu irene membawa ku ke ambang pintu kelas, pak hasan mengekor, dan tiba tiba ada 2 guru lain bergabung sambil memandang kasihan.

"Naura, begini, kamu ngga perlu merasa sendiri nanti. Kamu masih punya kami naura." angguk para guru.

"Sebenernya ada apa sih bu?" jawab ku cemas.

"Rumah kamu kebakaran naura, semua hangus. Ga ada yang tersisa."

Jantungku seperti berhenti memompa darah. Tanpa sadar aku menahan nafas. Tanganku dingin.

"Ayah ibu saya bu?" suaraku serak hampir tak terdengar.

"Mereka meninggal karena terjebak di dalam rumah naura" bu irene berkata sedikit terisak.

Telingaku tak bisa menangkap suara. Seperti tak berfungsi. Kakiku lemas seketika. Mencoba berpegangan pada ambang pintu. Ingin menangis tapi tak bisa. Tak ada air mata yang keluar. Mendengar kalimat bu irene seperti mendapat tusukan yang meninggalkan rongga di jantungku. Dunia seakan menjauh.

Dalam perjalanan pulang aku hanya bisa menatap kosong keluar kaca mobil pak hasan. Sibuk dengan pikiran ku sendiri sampai tak sadar kita tlah sampai. Ku lihat puing puing rumah hangus bergaris polisi. Aku seperti ingin masuk lagi ke dalam mobil dan menutup pintu. Ingin berlari dan tak mau melihat. Berjalan dalam lemah, ada mobil ambulan dan kantong jenazah. Aku berhenti, lalu membantu diriku sendiri untuk bangun dari khayalan dan menjelaskan dengan tegas di otak bahwa ini semua nyata. Ayah dan ibuku meninggal dalam kebakaran.

Aku menghampiri kantong jenazah, termenung sebentar melihat kantong jenazah. Ini kantong jenazah ibuku. Dan dalam keraguan dan ketakutan hati, kubuka retsletingnya sambil memejamkan mata. Dan ketika ku membuka mata, betapa shocknya aku melihat wajah ibuku yang hangus terbakar. Darah dimana mana, tak berbentuk. Tangis ku pecah. Tubuhku ambruk bersama hilangnya hati. Berusaha menjerit, tapi hanya memekik. Mencoba menangis meraung raung, tapi hanya menangis pilu. Rasanya butuh seseorang untuk menampar ku, dan bilang bahwa ini semua nyata. Tidak, mereka tlah pergi.

Aku bangun dari duduk ku untuk memeluk jenazah ibu ku. Tapi pihak kepolisian tak membolehkan aku memeluk jenazahnya karena terlalu hancur. Aku melihat perih sambil menangis keras didepan jenazah orang tuaku. Iya bu, aku tau aku bukan anak kandung kalian. Tapi jangan tinggalkan aku dengan cara seperti ini. Aku tau sikapku berubah dingin terhadap kalian setelah tau ini semua. Tapi sungguh aku tidak marah kepada kalian. Aku marah terhadap diri ku sendiri. Aku marah dengan dia, ibu kandungku yang seorang pelacur. Betapa hinanya aku. Maksudku, betapa hinanya mereka, aku terkena imbas aib yang aku pun tak berperan di dalamnya. Lihat aku, aku anak haram dari seorang pelacur. Dunia seperti runtuh. Aku muak terhadap diriku sendiri.

***

Haiiii semuaa:D

Gimana part 1 dari cerita aku? Jangan lupa vote dan komen untuk kritik dan sarannya yaa. Vote kalian dan komen komen kalian bisa bikin aku makin semangat nulisnya! :) Insya Allah Part II akan segera aku post:)

Hati tanpa NadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang