Lembaran Hidup 3

4 1 0
                                    

"Fernando?" 

Bingo! Dia sudah tahu namaku? 

"Pria pertama yang berhasil menceramahiku, seolah dirinya paling benar. cowok yang hanya memandang wajahnya membuatku muak, cowok berpengetahuan luas, beriman namun itu semua mungkin hanya topeng. kau tak berniat melepas topeng mu itu, tuan?"

"Topeng? topeng ku sudah ku lepaskan jauh sebelum aku bertemu denganmu. manusia yang mengandalkan topeng hanya untuk menutupi sesuatu yang memalukan ataupun hal yang menurutnya tak layak untuk diperlihatkan, namun aku bukanlah mereka. aku tidak menutupi diriku ataupun membuka diriku pada siapapun. aku hanya belajar menjadi manusia normal yang berperang untuk tetap bernafas diantara manusia manusia yang hanya bernafas."

Prok! Prok! Dia bertepuk tangan. mungkinkah pernyataanku semacam lelucon?

"kau pandai merangkai kata-kata bijak. kau mengatakan bahwa kau belajar menjadi manusia normal itu berarti masih ada kemungkinan kau memanfaatkan topeng untuk menempuhnya. benar dugaan ku?"

"belajar berarti aku tidak harus menggunakan topeng untuk bisa menyesuaikan, namun aku sedang berusaha dan baru saja keluar dari kegelapanku. gelap itu yang menjadi bagian terpuruk dalam hidupku"

"Wow! Ungkapan yang menarik. namun sayangnya aky sedang tidak mengadakan ujian filsafat dan belum bisa memberimu nilai A, tuan Fernando Cauntar"

"Baiklah. aku tunggu kau memberiku nilai A namun sayangnya nilai A tidak punya pengaruh apa-apa dalam diriku, nona"

"Menyedihkan"

"Menyedihkan juga masuk dalam list riwayatku"

 "Seberapa menyedihkannya?"

"Seberapapun yang kau pikirkan, nona"

"Mungkin aku sedikit butuh gambaran"

Aku mengambil buku di genggamannya dan menemukan selembar kertas kosong. disana aku mulai menggambar sebuah perahu kecil, dengan badai yang mengelilinginya. 

aku memberikannya gambar itu pada nya dan berlalu pergi. biarlah dia yang menjelaskan sendiri arti gambaran itu.

"Baiklah! aku akan menemuimu setelah mengartikan sendiri gambar sampah mu ini"

"sampah itu sesungguhnya memiliki makna tersendiri, nona" ucapku pelan lalu melanjutkan langkahku menuju kelas selanjutnya.

Hari ini aku kembali bertemu gadis yang ingin tahu tentang kesedihanku, lantas setelah mengetahuinya dia akan mencari tahu lagi? atau berhenti setengah jalan setelah sampai di bagian terburuknya. entahlah.

_________

Gadis itu menghampiriku.

"Temui aku di boba cafe jam 8 malam",

"Pria yang putus asa ditengah-tengah badai yang terjadi. itu mudah sekali ditebak"

"Ya. aku tidak berniat mempersulitmu untuk menjawabnya"

"Jika saja aku punya minat terhadapmu, dengan senang hati aku pasti membantumu... sayangnya tidak seperti itu kedengarannya"

"Percayalah. Membantu seorang yang tak kau sukai itu lebih berarti"

"Lantas haruskah aku membantumu?"

"Ya"

"Dengan cara apa?"

"Tinggalah bersamaku"

"Hanya itu?"

"Seperti yang baru saja kau dengar sedetik lalu nona. Sim. So isso"

"Bagaimana kau tahu itu akan berhasil, Tuan Fernando?"

"Pamanku pernah mengatakan, yang berada disampingmu bisa jadi jalan kau menemukan  jalan keluar dari persoalanmu"

"Baiklah. ayo kita buat rencana kepindahanku"

"Kau serius mau membantuku?"

"Hm..."

"Berikan aku jawaban pasti"

"Sudah kujawab sebelumnya"

"Itu sungguh bukan jawaban yang baik. Kau sedang mengigau, nona"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mater CarissimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang