Memantaskan Diri, Agar Mendapatkan Dia

31 2 0
                                    

Minggu malam, berbaring di atas kasur, menatap layar ponsel, seorang gadis menggulirkan ibu jarinya pada linimasa instagram. Lalu, dia berhenti pada satu foto. Seorang laki-laki berdiri tegap dengan latar langit jingga, menyisakan cahaya matahari yang mulai meredup. Di bawah foto itu, seperti biasa, sang laki-laki menuliskan bait-bait nasihat yang menenangkan hati.

"Dia shalih.. Dan, tampan..."
Begitu batin sang gadis, di balik senyumnya.

Senin pagi, sang gadis berubah menjadi sosok yang baru; tak lepas dari air wudhu, memperindah pakaian dengan hijab-gamis yang lebih syar’i, menambah wawasan agama lewat kajian-kajian online.

Sesuatu telah mendorongnya untuk berubah, melalui keyakinan kuat terhadap firman Tuhannya :

“Wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik.”

*****

Minggu malam, berbaring di atas kasur, menatap layar ponsel, seorang pemuda menggulirkan ibunya jarinya pada linimasa instagram. Lalu, dia berhenti pada satu foto. Seorang wanita bersinggah anggun di atas taman, wajahnya sumringah menatap gadis kecil di pangkuannya, tangan kanannya memegang mushaf yang telah terbuka lembarannya. Cahaya matahari pagi membuatnya nampak makin mempesona.

"Dia shalihah.. Dan, cantik..."
Begitu batin sang pemuda, di balik senyumnya.

Senin pagi, sang pemuda berubah menjadi sosok yang baru; mulai menghafal Alquran, memperbanyak sedekah, menjalankan puasa sunnah.
Sesuatu telah mendorongnya untuk berubah, melalui keyakinan kuat terhadap firman Tuhannya :

“Wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik.”

*****

Minggu malam, di waktu yang sama, sesosok makhluk sedang tersenyum puas di atas langit. Matanya secara bergantian melirik sang gadis dan sang pemuda yang tengah asyik menatap layar ponsel mereka. Dan, bersama para anak buahnya, makhluk itu menyelinap masuk ke relung hati sang gadis, lalu bergantian masuk ke relung hati sang pemuda.

Dia, setan. Sesosok yang paling benci melihat ketaatan manusia terhadap Rabbnya. Sesosok yang paling girang ketika manusia lalai dari-Nya.

Sayangnya, sang gadis dan sang pemuda lupa, bahwa setan tak selalu menyeru pada ‘keburukan’. Tetapi kadang, juga pada ‘kebaikan’.

Pada malam itu, setan berpuasa dari menyeru pada perbuatan buruk.

Setan menyemangati sang gadis dan sang pemuda untuk memantaskan diri; memperbanyak amalan sunnah, memperindah bacaan Alquran, mempercantik penampilan.

Semata, agar, dipertemukan dengan jodoh yang baik, seperti yang mereka lihat di instagram.

Lalu setan berbisik lembut di telinga keduanya,

“Wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik...”

Sang gadis membayangkan, betapa indah bila berjodoh dengan laki-laki shalih. Laki-laki yang kelak akan membacakan ayat-ayat Alquran favoritnya. Laki-laki yang kelak akan berlomba dengannya di setiap dini hari; menciprati air, saling lebih dulu membangunkan untuk menegakkan tahajjud, bersimpuh bersama dalam ketaatan.

Sang pemuda membayangkan, alangkah sejuk bila berjodoh dengan wanita shalihah. Wanita yang kelak akan menguatkannya ketika jenuh. Wanita yang kelak akan selalu berada di sisi, menerima segala kekurangan dan kelebihan, lalu saling bergandeng mesra menuju tanah suci.

Namun, tanpa disadari, di balik tekad baik itu, ada harga yang harus dibayar oleh keduanya : 'Keikhlasan'.

*****

Beberapa tahun berlalu. Takdir mempertemukan sang gadis dengan sang pemuda.

Di awal tahun pernikahan, keduanya teramat bahagia, menemukan pasangan yang selama ini diidamkan. Terlihat baik, nampak shalih, rupawan.

Sayangnya, mereka lupa. Ketika tujuan telah tercapai, ikhtiar menjelma bungkus nasi. Nasi habis termakan, cepat atau lambat, bungkusnya akan ditinggalkan.

Di tahun-tahun berikutnya, semua semakin hambar.

Ibadah yang selama ini semangat dikerjakan karena menyimpan satu harapan besar akan jodoh; pada hari-hari itu, makin memudar semangatnya. Sekadar bertahan pun, terasa berat. Tak ada yang tersisa selain kepura-puraan.

Ketika cinta dan rupa semakin hilang, kepura-puraan tak selamanya bisa bertahan.

****

Dari atas langit, senyum puas setan makin melebar, menyaksikan amalan-amalan shalih yang menguap tinggi menjadi asap; terbakar habis oleh kepura-puraan.

Dan, ketetapan Allah masihlah sama. Orang baik untuk orang baik. Orang tak baik untuk orang tak baik.

Begitu pun, yang pura-pura baik.


•••••••••••••

PS.

Mudah-mudahan, gak gagal faham, ya...

Bukan berarti, mengharap jodoh yang baik tidak diperbolehkan.

Hanya saja, bukankah beramal shalih hanya untuk urusan jodoh itu terlalu dangkal?

Maksudku, manusia dan cinta pasti akan binasa. Sedang, nilai ikhlas dari amal shalih itu lah yang akan tetap ada :)

Kita Hanya Pura-pura Saling MengertiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang